PONTIANAK, KALBARSATU.ID – Keragaman yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar, perlu dipahami oleh anak agar dia nantinya menjadi manusia yang mampu mengenali diri sendiri dan terampil berkolaborasi dengan orang-orang yang di sekitarnya. Guru bersama dengan orangtua dan masyarakat perlu melatih anak memahami keragaman sejak dalam pikiran.
Pernyataan itu disampaikan Henny Supolo, Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cahaya Guru, saat berdiskusi dengan para peserta pelatihan online Guru Kebinekaan bertema “Keragaman untuk Masa Depan Anak” pada Jumat (19/3/2021).
“Dalam azas Taman Siswa yang ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantara, ada alam keluarga, alam keguruan, dan alam pergerakan yang seharusnya menjalankan peran mendidik anak-anak agar selamat dan bahagia. Yakni anak-anak yang memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, berpikir kritis, kreatif dan mengenali dirinya sendiri,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Henny mengajak 75 peserta pelatihan yang berasal dari Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kupang, hingga Papua berdiskusi tentang pendidikan keragaman.
Dia berbagi ide tentang praktik pendidikan keragaman kepada para murid. Misalnya mengajak anak menulis tentang “Aku Bisa dan Aku Tahu Temanku Sedih, Senang, Marah Jika…”. Tulisan “Aku Bisa” bertujuan membangun rasa percaya diri anak. Sedangkan tulisan “Aku Tahu Temanku Sedih, Senang, Marah Jika…” bertujuan agar anak memahami teman dan bisa mengutarakan perasaannya.
“Tidak gampang loh mengkomunikasikan perasaan. Saya mengajak bapak-bapak menulis surat untuk anaknya dan bacakan surat. Ada bapak yang bilang baru membaca kalimat kedua lalu menangis, karena sebelumnya tidak pernah menyatakan cinta kepada anaknya,” kata Henny kepada para peserta pelatihan yang diselenggarakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sekolah Alam Terpadu Cerlang Pontianak dan Yayasan Suar Asa Khatulistiwa, didukung oleh Yayasan Cahaya Guru.
Menurut Henny, apabila anak tidak terlatih mengutarakan perasaannya melalui komunikasi, bisa jadi anak mengungkapkan perasaannya dengan cara memukul atau menyakiti teman-temannya.
Contoh lain praktik pendidikan keragaman adalah memahami bermacam-macam imajinasi anak, dengan cara guru mengajak anak bermain kertas sobek. Guru bisa meminta murid-muridnya berusaha menyatukan kertas sobek itu dan membayangkan gambar apa yang terbentuk dari sobekan kertas itu.
“Kemungkinan bermacam-macam imajinasi anak tentang kertas sobek itu. Ketika mereka menyebutkan bermacam-macam imajinasinya, itu adalah hal luar biasa,” papar Henny.
Dia memaparkan bahwa permainan adalah bagian sangat penting untuk menumbuhkan gotong royong anak. Dalam permainan, anak belajar untuk berinteraksi dan berkolaborasi, saling menerima kekalahan, menghargai yang menang, juga berusaha menang.
Pelatihan ini akan dilanjutkan pada Jumat (26/3/2021) dengan tema kegiatan eksplorasi dan berbagi pengalaman para guru dalam memahami, memaknai, dan mempraktikkan pendidikan keragaman untuk masa depan anak.
Kabid Pendidikan Non-Formal dan Informal Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Rasmansyah, yang membuka acara, mengapresiasi diselenggarakannya pelatihan.
“Pendidikan keragaman sangat penting, karena memang dibutuhkan dalam mengaplikasikan nilai-nilai yang menjadi tujuan pendidikan kita,” katanya.
Sri Wartati, Ketua Yayasan Suar Asa Khatulistiwa, mengucapkan terima kasih atas atensi, animo, dan dan partisipasi aktif para peserta pelatihan.
“Semula pelatihan ini ditargetkan hanya untuk yang berdomisili di Kalbar, ternyata di luar dugaan diminati oleh guru-guru hingga Papua. Semoga pelatihan ini memotivasi kita memaknai dan mempraktikkan pendidikan keragaman untuk masa depan anak,” katanya.#