KALBAR SATU – Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Muslim terbanyak di Dunia saat ini. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dilansir dari Republika.co.id dari 205 juta penduduk Indonesia, 88% diantaranya adalah penduduk yang berstatus Islam.
Banyaknya masayarakat Muslim di Indonesia menjadikan banyaknya polemik ataupun permasalahan yang begitu signifikan. Mengenai beberapa hukum Islam, salah satu diantaranya adalah Sholat.
Tidak semua masayrakat Muslim Indonesia menganut Mazhab Syafi’i, jadi dalam menjalankan ibadah Shalat terdapat perbedaan dalam praktek pelaksanaannya. Salah satu kekurangan masyarakat Indonesia adalah minimnya pemahaman beribadah. Mereka yang minim pemahaman tersebut hanya mengetahui satu sumber ajaran saja. Atau dapat dibilang hanya membenarkan apa yang sudah mereka pelajari tanpa mencari lebih jauh pemahaman lain tentang beribadah.
Baca juga: Bacaan Doa Qunut Sholat Subuh Arab-Latin dan Artinya
Perbedaan praktek pelaksanaan Sholat sering kali menjadi perdebatan masyarakat Indonesia. Ada yang pandai dalam menanggapi dan ada yang menyalahkan satu sama lain.
Banyak perdebatan terkait Shalat ini, pertama permasalahan Takbiratul Ihram, sebagian mengatakan bahwa posisi telapak tangan pada saat takbir yaitu sejajar pada telinga. Sebagian yang lain mengatakan telapak tangan sejajar bahu.
Karena perbedaan tersebut dan pengetahuan masyarakat tidak hanya sebatas tahu salah satu diantaranya dapat menimbulkan permasalahan. Mungkin ada masyarakat yang fanatik terhadap ajarannya (telapak tangan sejajar telinga) menilai salah ajaran lain (telapak tangan sejajar bahu). Padahal jika dikaji lagi penempatan posisi telapak tangan pada saat Takbiratu Ihram itu keduanya adalah benar, telapak tangan yang sejajar telinga benar dan telapak tangan yang sejajar bahu juga benar.
Seperti yang dikatakan Ustadz Abdul Somad, Lc. M.A. yang diunggah oleh Irman Syaputra di YouTube dengan tajuk “Posisi Tangan Saat Sholat pada 4 Mazhab”. Beliau mengatakan bahwa ”Dalam Takbiratul Ihram terdapat dua macam ataupun dua posisi telapak tangan. Yaitu tidak melampaui telinga dan tidak melampaui bahu/sejajar bahu. Untuk perempuan lebih baik mengangkat tangan sejajat bahu, karena lebih tertutup lebih baik” ucap beliau.
Baca juga: Tata Cara Shalat Gerhana Bulan 2021 dan Niat Sholat Gerhana Bulan
Jelas apa yang dikatakan Ustadz Abdul Somad, Lc. M.A. pada ceramahnya tersebut. Pada Takbiratu Ihram ada dua posisi tangan yaitu sejajar dengan bahu dan tidak melampaui telingan. Dari sini dapat kita lihat pentingnya mempelajari sesuatu, sekecil apapun gerakan Shalat patut kita cari kejelasan sumbernya. Baik melalui media dakwah online seperti Youtube ataupun Google atau bertanya secara langsung kepada pemuka agama/Ustadz yang bisa menjelaskan tentang perkara tersebut.
Jadi jika ada seseorang yang Takbiratul Ihramnya sejajar telinga dan gerakan tersebut berbeda dengan yang biasa kita pakai itu tidak salah. Karena sudah dijelaskan bahwa dalam Takbiratul Ihram terdapat dua posisi tangan dalam melakukannya.
Permasalahan selanjutnya yaitu tentang bersedekap. Seringkali juga kita jumpai perbedaan cara bersedekap masing-masing orang. Agar tidak terjadi kesalahpahaman atau dugaan-dugaan yang dapat dibilang menyalahkan cara bersedekap orang lain yang berbeda dengan kita. Maka penting mengetahui tatacara bersedekap menurut 4 Imam Mazhab. Dalam kajian Ustadz Abdul Somad, Lc, M.A. Dalam unggahannya juga oleh Irman Syaputra di YouTube terkait penempatan tangan saat bersedekap beliau menjelaaskannya sesuai dengan 4 Imam Mazhab.
Pertama beliau menjelaskan posisi tangan saat bersedekap menurut Imam Syafi’i yaitu posisi tangan terletak pada bagian bawah dada. Dan diatas pusar juga bersedekap pada bagian atas jantung. Kedua, Mazhab Hanafi dan Hambali yaitu tangan diletakkan di bawah pusar. Hal tersebut diamalkan juga oleh Muhammad Al-Fatih yang mengikuti mazhab Hanafi. Ketiga, Mazhab Maliki ada dua posisi yaitu meletakkan tangan di atas pusar, lalu ada juga yang setelah takbir lalu melepaskan tangan kebawah atau tidak bersedekap.
Baca juga: BACAAN Niat Sholat Gerhana Bulan 2021 Dan Tata Cara Shalat Gerhana Bulan Berjamaah
Dari penjelasan kajian tersebut kita dapat mengetahui macam-macam cara bersedekap yang diajarkan oleh empat Imam Mazhab. Mazhab Syafi’i meletakkan posisi tangan diantara dada dan pusar dan pada bagian atas jantung. Hanafi dan Hambali posisinya di bawah pusar dan Mazhab Maliki posisi tangan saat bersedekap berada di atas pusar.
Mengapa kita harus mengetahui penempatan tangan saat bersedekap menurut 4 Imam Mazhab dan bukan yang kita anut saja? Agar kita dapat bijaksana dalam menilai orang lain beribadah, kita tidak langsung menyalahkan oleh karena pemahaman kita yang sempit, kita juga dapat menyesuaikan cara bersedekap di daerah yang mayoritas menganut mazhab yang berbeda dengan yang kita anut.
Qunut menjadi perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia, seperti yang kita ketahui mayorita Muslim di Indonesia adalah bermazhab Syafi’i, dalam Mazhab Syafi’i Qunnut dijalankan pada setiap Shalat Shubuh tepatnya setelah ruku’ rakaat kedua. Salah satu kasus yang terjadi yaitu pada saat seseorang yang menganut Mazhab yang tidak mengamalkan Qunut menjadi Imam di daerah yang menganut Mazhab Syafi’i lantas pada Shalat Shubuh berjama’ah orang tersebut tidak membaca do’a Qunut, setelah selesai Sholat, mereka yang mengamalkan Qunut pada setiap Shalat Shubuh berbincang mengenai Imam tersebut, mengapa tidak mengamalkan Qunut,
Karena kurangnya pemahaman dalam beragama dan tidak mempelajari ajaran Qunut pada masing-masing Mazhab, sebagian diantaranya mengatakan bahwa Imam tersebut lupa dan sebagian yang lain mengatakan bahwa Imam tersebut Shalat tidak sesuai Syari’at. Ada beberapa orang yang mengerti mengapa Imam tersebut tidak mengamalkan Qunut kemudian menjelaskan kepada mereka yang tidak mengerti.
Dalam kajian Ustadz Adi Hidayat, Lc. M.A. yang diunggah pada Channel Ceramah Pendek di YouTube dalam video tersebut beliau ditanya mengenai hukum Qunut, beliau menjawab dengan detail. “Qunnut muncul saat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam kehilangan 70 penghafal Qur’an yang dibunuh oleh orang-orang yang berasal daru distrik Bir Ma’unah. Nabi dengan sifat kemanusiaannya saat itu beliau marah dan berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membinasakan orang-orang tersebut.
Baca juga: Panduan Sholat Gerhana Bulan Total 26 Mei 2021 Malam Ini Shalat Khusuf Sendiri dan Berjamaah
Turunlah ayat Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 128-129 yang menjelaskan bahwa tugas Nabi adalah menyampaikan kebaikan, jika Nabi mendoakan keburukan maka tidak ada bedanya dengan kaum Nabi-Nabi sebelumnya”. Jelas Ustadz Adi Hidayat secara rinci.
Beliau melanjutkan pembahasan tentang Qunut ini. “Maka hikmah dari dari turunnya ayat tersebut Nabi mengubah doanya menjadi doa yang baik, kemudian dikenal dengan Istilah Qunut”. Pada akhir pembahasan masalah Qunut ini Ustadz Adi Hidayat, Lc. M.A. menjelaskan Qunut menurut 4 Imam Mazhab. Pertama menurut Imam Abu Hanifah, menurut Imam Abu Hanifah Qunut tidak dibacakan. Karena Nabi sebelumnya tidak membacakan dan setelah turnnya ayat Ali Imran 128-129 Nabi tidak lagi membacakan doa maka Imam Abu Hanifah menyimpulkan tidak ada do’a Qunut itu. Kedua, menurut Imam Maliki, Imam Maliki mempraktekkan do’a Qunnut sebelum ruku’ rakaat kedua Shalat Shubuh namun di Sirr kan. Ketiga, Imam Syafu’u Imam Syafi’i mempraktekkan Qunut setelah ruku’ kedua Shalat Shubuh dan di Jahr kan.
Keempat, menurut Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ahmad bin Hambal mengambil jalan tengah. Karena Nabi sebelumnya tidak membacakan do’a, ketika terjadi peristiwa besar yang membutuhkan do’a barulah Nabi membacakan do’a setelah itu Nabi tidak berdo’a lagi. Artinya do’a tersebut hanya dihadirkan saat ada peristiwa besar yang menuntut kita untuk menghadirkan do’a, maka dikenal dengan istilah Nazilah.
Semua pendapat Imam tersebut adalah benar, baik yang membaca ataupun tidak. Kita sebagai Muslim yang bijak seharusnya dapat mengetahui perbedaan diantara empat Mazhab, bukan langsung menyalahkan tanpa mencari tahu kebenaran lainnya. Jika ada yang menggunakan Qunut itu tidak salah dan jika ada yang tidak menggunakan Qunut itu juga tidak salah. Yang salah adalah orang yang mengikuti satu pendapat lalu menyalahkan pendapat lainnya tanpa alasan yang jelas dan pengetahuan yang luas.
Ketika kita sudah mengetahui hukum-hukum dalam Shalat tersebut maka kita tidak mudah menyalahkan yang lain. Menjadi bijaksana serta mengerti perihal ibadah yang dikerjakan orang lain kerjakan. Muslim yang baik adalah Muslim yang mencari tahu kebenaran atas persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat. Bukannya ikut-ikutan menyalahkan tanpa mengetahui sumber hukum karena malas mengkaji dan belajar ilmu lebih banyak lagi.
Oleh: Fardhilal Hasan