RAMADHAN, KALBAR SATU – Menggunakan minyak wangi merupakan hal yang dianjurkan dalam syariat. Salah satu hikmah dari menggunakan minyak wangi dalam ranah sosial adalah sebagai wujud menghormati orang lain agar kita tidak memberikan efek bau tidak nyaman tatkala berinteraksi dengan mereka.
Tidak heran jika minyak wangi merupakan hal yang disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menggunakan minyak wangi juga merupakan salah satu dari kesunnahan (perilaku) yang biasa dilakukan oleh para rasul terdahulu. Hal ini disebutkan dalam hadits berikut:
أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ الحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
“Empat perkara yang merupakan sunnah para rasul, yaitu rasa malu, memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah” (HR Tirmidzi).
Dalam suasana bulan Ramadhan di mana seluruh umat Islam menjalankan ibadah puasa, apakah menggunakan minyak wangi tetap disunnahkan dalam syariat? Mengingat, puasa merupakan wujud ibadah yang salah satu hikmahnya adalah menjauhi kesenangan dan kemewahan.
Para ulama mazhab Syafi’i berpandangan bahwa menggunakan minyak wangi pada saat siang hari di bulan puasa adalah tidak sunnah atau makruh. Hal ini dikarenakan dalam penggunaan minyak wangi terdapat kandungan makna kemewahan di dalamnya yang tidak selaras dengan tujuan dari puasa.
Namun hukum makruh ini akan hilang tatkala sudah masuk waktu maghrib atau masuk waktu malam hari. Penjelasan hukum demikian seperti yang terdapat dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
وقال الشّافعيّة : يسنّ للصّائم ترك شمّ الرّياحين ولمسها . والمراد أنواع الطّيب ، كالمسك والورد والنّرجس ، إذا استعمله نهارا لما فيها من التّرفّه ، ويجوز له ذلك ليلا ، ولو دامت رائحته في النّهار ، كما في المحرم
“Para ulama Syafi’iyyah berkata: Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk tidak mencium wangi-wangian dan memegangnya. Maksud dari wangi-wangian adalah berbagai macam parfum, seperti wangi misik, bunga mawar dan bunga bakung ketika dipakai pada saat siang hari, sebab dalam menggunakan wangi-wangian terkandung makna kemewahan.
Dan boleh menggunakan wangi-wangian saat malam hari, meskipun harum wanginya menetap sampai siang hari, seperti halnya hukum bagi orang yang muhrim” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 13, hal. 178).
Hal yang senada juga diungkapkan dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin:
(وتطيب) لغير صائم على الاوجه (قوله: لغير صائم) أي غير محرم. أما الاول فيكره له استعمال الطيب. وأما الثاني فيحرم.
“Dan disunnahkan (saat hari Jumat) menggunakan wewangian, kecuali bagi orang yang berpuasa menurut qaul awjah dan kecuali bagi orang yang sedang ihram. Menggunakan wewangian dihukumi makruh bagi orang yang berpuasa dan haram bagi orang yang ihram” (Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, juz 2, hal. 97).
Walhasil, dapat disimpulkan bahwa menggunakan minyak wangi saat keadaan puasa adalah makruh dan tidak sampai membatalkan puasa.
Maka sebaiknya orang yang berpuasa tidak menggunakan minyak wangi saat sedang puasa, seperti halnya dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk tidak melakukan hal-hal lain yang bernuansa kesenangan dan kemewahan, hal ini dimaksudkan agar terwujud riqqatul qalbi (kelenturan hati) dari pelaksanaan ibadah puasa yang dilakukan olehnya.
Wallahu a’lam.