Strategi Berdagang Dalam Syariat Islam
KALBARSATU.ID – Setiap kali seseorang akan berdagang pasti membutuhkan strategi agar dagangannya laris manis, jika saja tidak memakai strategi akan sulit untuk menghabiskan barang dagangannya.
Maka dari itu alangkah baiknya jika menggunakan strategi, mengingat banyak saingan diluar sana. Strategi dalam berdagang bukan upaya untuk menipu, melainkan agar dagangannya laku laris manis dengan cara yang dibenarkan oleh syari’at.
Kita pasti sering melihat banner yang terpampang di tempat-tempat orang jualan. Seperti discon besar-besaran, cuci gudang, diobralkan, beli 2 gratis 1, dan lain-lainnya.
Semua yang dilakukan itu merupakan bentuk strategi dalam berdagang. Sehingga bisa menarik minat pembeli, sehingga barang dagangannya cepat laku dan tidak rusak akibat keluarnya trend terbaru.
Ada juga yang mengambil trik banting harga, karena banyak keluarnya barang-barang terbaru. Yang asalnya dijual 35 ribu persatuannya, namun karena takut tidak laku dan rusak dijual dengan 25 ribu. Dengan menggunakan trik ini akan sedikit mengalami kerugian.
Ada Juga yang tidak mengambil keuntungan sama sekali asal bisa kembali modal untuk modal dagang kedepannya.
Di situasi lain, jika keadaan barang itu langka di pasaran, pasti akan mengalami kenaikan sacara mendadak. Yang asal jualnya 45 ribu, saat barang itu sulit di cari akan dijual 50-60 ribu persatuannya.
Pertanyaannya, Apakah strategi berdagang diperbolehkan dalam Islam ?
Jika mendengar strategi dalam perdagangan, mungkin sebagian orang akan berpikir merupakan upaya untuk menipu lawan, yang dimaksud dengan lawan dalam dunia perdagangan adalah si pembeli. Akhirnya ada yang mengartikan strategi dalam perdagangan adalah menipu atau mengelabui pembeli.
Bagi pedagang yang berotak licik, strategi dimaknai sebagai upaya pengelabuan para pembeli. Namun, bagi pedagang yang berjualan dengan jujur, strategi ini dimaknai dengan pengelolaan.
Manajemen pengelolaan, manajemen yang mengelola dan mengatur masuk keluarnya barang agar lancar merupakan bagian dari strategi. Jika berdagang tanpa manajemen, maka akan mudah mengalami keselisihan dan berakibat kebangkrutan. Sedangkan dalam syari’at membiarkan usaha bangkrut merupakan suatu perbuatan yang dilarang.
Pada hakikatnya, hukum dasar jual beli adalah mubah. Namun, jual beli bisa terlarang hingga haram disebabkan karena adanya ‘illah sehingga menjadikan jual beli tersebut menjadi haram, seperti karena dalam jual beli tersebut ada unsur menipu, yang cacat dibilang tidak cacat, mensabotase makanan yang dijual, dan lain sebagainya.
Dalam syari’at Islam ada dua jenis strategi dalam perdagangan. Pertama dinamakan jual beli musawamah, yang kedua dinamakan jual beli amanah.
Jual beli amanah adalah :
وهوالبيع الذي لا يقطع فيه بر بح أوخسارة
Artinya : “yaitu jual beli yang tidak ditentukan besaran laba atau kerugian yang bisa didapat.” (Ahmad Yusuf, Uqudu Al Mu’awadlat Al Maliyyah fi Dlui Ahkami Al syari’ah Al Islamiyyah, Islamabad. Dari Al Shidqi, tt. 59-60).
Sedangkan dalam model pelaksanaannya ada tiga tipe jual beli musawamah, yakni : bai’ murabah, bai’ Al tauliyah dan bai’ muwadha’ah.
Pertama jual beli murabahah, jual beli ini sering diistilahkan dengan jual beli yang memberikan keuntungan bagi si penjual. Maksudnya, harga asal dengan harga yang dijualnya saling diketahui oleh kedua pihak yang bertransaksi. Dalam fiqih didefinisikan sebagai :
وهوالبيع بر أي المال وربج معلوم ويشترط فيه علم المتعا قد ين بقدر رأس المال
Artinya : “yaitu jual beli dengan besaran harga pokok dan keuntungan yang ma’lum. Disyaratkan dalam jual beli ini pengetahuan dua orang yang saling bertransaksi terhadap harga pokok barang.” (Ahmad Yusuf, Uqudu Al Mu’awadlat Al Maliyyah fi Dlaui Ahkami Al Syari’ah Al Islamiyyah, Islamabad : Daru Al Shidqi, tt, 59-60).
Maka Hukum dalam jual beli ini dikatakan boleh.
Kedua jual beli tauliyah. Yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara menjual barangnya sesuai dengan harga yang dibelinya dan tidak mengambil keuntungan sama sekali, ataupun mengalami kerugian sepeser pun bagi si penjual.
Dalam ilmu fiqih disebut sebagai :
وهوالبيع يمثل ثمينه من غير نقص ولا زيا دة
Artinya : “yaitu jual beli dengan harga yang sama dengan harga pokoknya dengan tanpa mengurangi ataupun menambah.” (Ahmad Yusuf, Uqudu Al Mu’awadlat Al Maliyyah fi Dlaui Ahkami Al Syari’ah Al Islamiyyah, Islamabad : Daru Al Shidqi, tt, 59-60).
Jadi, hukum dalam jual beli ini dibilang sah, asalkan caranya dengan memberitahukan harga dengan memberi kabar.
Ketiga, jual beli muwadla’ah. Yaitu jual beli yang dilakukan dengan di obral atau diskon. Pada umumnya jual beli ini dilakukan dengan memberitahukan mengenai harga pokok besaran diskon yang diterima oleh si pembeli. Dalam fiqih disebut sebagai :
“Yaitu jika seorang pemberi memberitahukan harga pokok barang, kemudian berkata “aku jual barang ini dengan segini dan aku beri diskon kepadamu sebesar ini. Perumpamaan lain, seorang penjual berkata : “aku telah membeli rumah ini seharga 100 ribu, dan aku jual padamu dengan harga sama dan aku potong 10, sehingga harganya menjadi 90 ribu”. (Ahmad Yusuf, Uqudu Al Mu’awadlat Al Maliyyah fi Dlaui Ahkami Al Syari’ah Al Islamiyyah, Islamabad : Daru Al Shidqi, tt, 59-60).
Dengan demikian hukum jual beli ini adalah mubah dan jual belinya pun sah.
Jual beli amanah. Tipe yang kedua dalam jual beli adalah amanah, yaitu :
وهوالبيع الذي يقطع فيه بر بح أو خسارةأو عدم معا على أما نة البائع
Artinya : ” yaitu jual beli yang sudah ditetapkan harganya besaran labanya, atau kerugiannya atau ketiadaan keduanya, berdasarkan amanat pedagang”. (Ahmad Yusuf, Uqudu Al Mu’awadlat Al Maliyyah fi Dlaui Ahkami Al Syari’ah Al Islamiyyah, Islamabad : Daru Al Shidqi, tt, 59-60).
Contoh penerapan dalam jual beli amanah adalah penetapan pada harga tarif listrik, tarif telepon, maupun sejenisnya. Contoh ini harganya sudah ditetapkan oleh pusat, sehingga harga tersebut tidak boleh melebihi harga yang sudah di bandrol.
Dari kedua tipe jual beli di atas hukumnya boleh dalam syari’at Islam, itu merupakan dua bentuk strategi dalam perdagangan. Asal tidak dilakukan dengan cara-cara merugikan orang lain, seperti halnya menipu, memanipulasi tentang kondisi barang yang akan dijual, ataupun sejenisnya.
Wallahu a’lam bish shawab.