Nasional

Ajak Siswa Intoleran, GMNI Minta Kemendikbud Reformasi Formula Assesment Guru

1
GMNI
Ilustrasi/bendera GMNI

KALBARSATU.ID — Seorang guru di SMA Negeri 58 Jakarta mengajak para siswa untuk memilih ketua OSIS yang seagama. Guru tersebut meminta agar anggota sebuah grup WhatsApp untuk tidak memilih calon ketua OSIS yang beragama non muslim. Guru tersebut menuliskan pesan agar para siswa berhati-hati dalam memilih calon ketua OSIS. Oknum guru tersebut ingin ketua OSIS di SMA tersebut memilki akidah yang sama dengan anggota grup WhatsApp ‘Rohis 58’.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino menilai adanya fenomena guru sekolah yang aktif mengajak para siswa untuk bertindak intoleran adalah bentuk kegagalan assesment dalam rekrutment tenaga pengajar/guru yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artinya, menurut Arjuna, assesment dan rekrutmen guru yang selama ini berjalan tidak efektif untuk menghasilkan guru yang berperspektif kebhinekaan.

Advertiser
Banner Ads

“Tentu kita tidak boleh sekedar memberi sanksi guru tersebut. Tapi perlu ada evaluasi atas standar assesment serta rekrutmen guru yang selama ini berjalan. Assesment yang selama ini berjalan kurang menaruh perhatian besar pada perspektif kebangsaan dan kebhinekaan. Hanya sekedar menilai kompetensi mengajar secara formal,” tutur Arjuna.

Untuk itu, DPP GMNI mengusulkan perlu ada reformasi standar assesment guru agar guru-guru yang mengajar di sekolah baik negeri ataupun swasta memiliki perspektif kebangsaan dan kebhinekaan. Sehingga peristiwa guru intoleran tidak terus menerus berulang. Perspektif kebangsaan dan kebhinekaan menurut Arjuna, harus dijadikan sebagai bagian yang integral dari semua standar kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang hendak mengajar di semua tingkatan sekolah.

“Perspektif kebangsaan dan kebhinekaan harus menjadi bagian integral dari assesment yang dilakukan. Artinya ia menjadi standar kompetensi yang wajib dipenuhi dan dimiliki oleh guru apabila ia ingin mengajar di sekolah-sekolah. Tentu, turunan standar kompentensi ini bukan hanya hafal Pancasila, namun memiliki pemehaman tentang keindonesiaan, baik dari sejarah, budaya dan kesadaran nasionalisme,” jelas Arjuna

GMNI juga mengusulkan agar Kemendikbud merumuskan program untuk memperkuat wawasan kebangsaan dan kebhinekaan yang ditujukan kepada lembaga-lembaga yang memproduksi guru seperti Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Lembaga Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB).

Program-program penguatan wawasan kebangsaan sangat dibutuhkan, mengingat selama ini pendidikan wawasan kebangsaan di dalam lembaga-lembaga yang memproduksi guru mendapat porsi yang sangat minim.

“Kami juga mengusulkan agar Kemendikbud punya program untuk memperkuat wawasan kebangsaan dan kebhinekaan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Lembaga Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) yang notabene adalah lembaga yang memproduksi guru. Ini penting jika kita ingin serius untuk menangkal semakin banyaknya guru intoleran,” tutup Arjuna.(*)

Exit mobile version