Sekdiv Humas dan Infokom PP HIMAPOL Indonesia, Hadi Prawira (ist) |
KALBARSATU.ID – Beberapa bulan terakhir, dunia dibuat lesu oleh munculnya Virus Corona jenis baru yaitu Covid-19 dari Wuhan, China.
Bahkan Indonesia tak luput dari penyebaran Covid-19. Sejak tanggal 2 Maret hingga 5 April 2020, ada sekitar 2000 lebih kasus pasien positif corona.
Namun ditengah perang melawan pandemi, Menteri Hukum & HAM Yasonna Laoly, justru membuat kebijakan untuk membebaskan ribuan tahanan dari lapas termasuk narapida korupsi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan Menkumham ini dilandaskan kemungkinan terjadinya penularan Covid 19 berskala besar di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Melihat kebijakan itu, Sekdiv Humas dan Infokom PP HIMAPOL Indonesia, Hadi Prawira menilai bahwa hak asimilasi dan pembebasan bersyarat tidak pantas diberikan ke narapidana korupsi atau pelanggaran berat dalam kasus tinggi.
Menurutnya, Asimilasi cukup diberikan untuk narapidana umum dan anak, bukan malah diberikan untuk kasus berat seperti Korupsi, Penjualan Ekstasi (Narkoba), dan Pencabulan Anak.
“Ini jelas salah prosedur, masak koruptor dan pencuri sembako disamakan kasusnya,” Kata Hadi Prawira dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/4/2020).
Lebih lanjut dia menganggap kebijakan menkumham itu bermuatan politis, karena kapasitas lapas untuk koruptor itu perorangan dan masih sangat layak melakukan social distancing.
“Lapas koruptor di sukamiskin itu mewah dan memenuhi standart bahkan sangat bermutu untuk Social Distancing yang diberlakukan pemerintah hari ini. Justru dengan keluar lapas, sangat rentan terhadap penularan Covod-19,” tambahnya.
Ia sangat menyayangkan ditengah pandemik, pemerintah justru tidak bersifat kooperatif dan terkesan membingungkan dalam mengambil kebijakan.
“Kebijkan yang mengada-ada, memanfaatkan situasi yang tidak kondusif untuk mengeluarkan para koruptor,” katanya.(*)