KALBAR SATU – Baru-baru ini Lembaga Kajian dan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Launching dan bedah buku Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama karya Ahmad Baso dan Tuhfatul Qashi wad Dani.
Buku tersebut berkenaan dengan Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani karya KH Zulfa Mustofa di Hotel Radisson, Bandar Lampung, 22 Desember 2021.
Pada kegiatan tersebur, hadia secara langsung Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin. Ia menegaskan bahwa khittah Nahdlatul Ulama adalah perjuangan dalam rangka perbaikan. Hal itu juga yang diperjuangkan para nabi dan ulama.
“Khittah Nahdliyah itu khittah islahiyah (perbaikan),” ujarnya saat
Khittah tersebut diilhami dari Nabi Syuaib yang diabadikan dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 88, in uridu illal ishlah, Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan.
Lebih lanjut, Kiai Ma’ruf menjelaskan bahwa khittah memiliki makna berbeda dengan khatwah. Khittah merupakan sesuatu yang permanen, platform sebagai landasan kita berpikir. Sementara khatwah itu langkah-langkah dalam mewujudkan khittah itu.
“Untuk khittah itu terwujud, ada khathawat, langkah-langkah,” kata Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Oleh karena itu, Pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menyebut organisasi yang didirikannya itu sebagai jam’iyyah ishlahiyyah.
Baca Juga: Bacaan Doa Akhir Tahun 2021 Arab dan Latin: Mari Sambut Tahun 2022 Dengan Penuh Berkah
“NU juga gerakan ulama untuk memperbaiki umat, baik aspek keagamaannya maupun kemasyarakatannya,” tegas ulama asal Tanara Banten itu.
Dengan garis khittah perbaikan itu, maka cara (khatwah) yang harus dilaksanakan adalah langkah perbaikan, bukan langkah mengambil kekuasaan.
“Mengambil kekuasaan bukan khittah kita. Itu urusan Allah, karena Allah yang memberikan kekuasaan pada orang yang dikehendaki,” kata Wapres.
Kiai Ma’ruf juga menegaskan bahwa NU mengedepankan paradigma berpikir moderat dan dinamis. Artinya, mengutip al-Qarafi, dinamis itu tidak statis pada teks-teks saja, statis pada teks kitab saja. NU juga berpegang teguh pada madzhab.
“Ketika tidak relevan, kita i’adatun nadhar (mempertimbangkan ulang pandangan tersebut),” terang Mustasyar PBNU ini.
Baca Juga: RMI-NU Kalbar sukses Gelar Doa dan Zikir bersama untuk Mukhtamar NU di Lampung
Semua hal itu, lanjut Kiai Ma’ruf, merupakan warisan Syekh Nawawi al-Bantani yang juga dianut oleh muassis (pendiri) NU.
Hal itu pula yang disampaikan KH Zulfa Mustofa. Dalam sambutannya menerangkan isi kitab yang ditulisnya. “Jadi, legasi dari Syekh Nawawi selain kitab-kitabnya, adalah murid-muridnya,” kata Katib Syuriyah PBNU itu.
Dalam kesempatan itu, Ketua Panitia Peluncuran Buku Taufik Abdullah berharap akan lahir buku-buku baru yang memberikan peta jalan NU ke depan.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh Menteri Ketenagakerjaan Hj Ida Fauziyah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) HA Muhaimin Iskandar, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU H Rumadi Ahmad.##