KALBAR SATU – Mayoritas warga yang tahu kasus suap dan pencucian uang yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari menilai hukuman yang diterimanya terlalu rendah.
Demikian salah satu kesimpulan hasil survei opini publik nasional yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang bertajuk “Sikap Publik Nasional terhadap Kinerja Kejaksaan”. Survei dengan menggunakan telepon ini dilakukan pada 31 Juli sampai 2 Agustus 2021 dengan 1000 responden yang dipilih secara acak.
Dalam keterangan persnya, Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, menyatakan bahwa ada sekitar 41% warga yang tahu kasus suap dan pencucian uang yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
“Dari yang tahu, mayoritas, 71% menilai bahwa vonis pengadilan tingkat pertama terhadap Pinangki (penjara 10 tahun dan denda Rp 600 juta) adalah keputusan yang tidak adil. Dari yang menilai tidak adil itu, hampir semua (98.6%) berpendapat bahwa Jaksa Pinangki seharusnya divonis hukuman yang lebih berat,” ungkap Deni via rilis di Jakarta, Kamis 19 Agustus 2021
Survei ini juga meminta tanggapan warga mengenai keputusan banding yang mengurangi masa hukuman Jaksa Pinangki menjadi 4 tahun.
Deni menjelaskan “Terhadap keputusan banding ini, hampir semua (92%) dari warga yang tahu kasus Pinangki menilai bahwa putusan banding tersebut tidak adil. Dan hampir semua (98.3%) dari yang menilai tidak adil itu berpendapat bahwa vonis untuk Jaksa Pinangki seharusnya lebih berat, bukan malah dikurangi.”
Menurut Deni, kasus suap dan pencucian uang yang melibatkan Jaksa Pinangki ini berpengaruh negatif terhadap kepercayaan warga dengan Kejaksaan dan kondisi penegakan hukum di negara kita.
Deni juga menambahkan, sejauh ini cukup banyak warga yang mengaku sering/sangat sering mendengar terjadi kasus praktik makelar kasus di kejaksaan (29%). Cukup banyak juga (23%) yang sering/sangat sering mendengar adanya praktik pemerasan oleh aparat kejaksaan tersangka dalam penanganan kasus.