KALBAR SATU ID, YOGYAKARTA – Ecological Fiscal Transfer (EFT) merupakan skema insentif transfer fiskal dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah dibawahnya dalam jurisdiksi yang sama berdasarkan kewenangan dan kinerja ekologis dengan tujuan dan manfaat bagi pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan rendah karbon.
Selama bekerja mempromosikan EFT di Indonesia sejak 2016, The Asia Foundation (TAF) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Lingkungan Hidup telah merumuskan dan mempromosikan skema EFT dari tingkat sub-national, yaitu Kabupaten/Kota/Provinsi hingga tingkat nasional.
Skema dan konsep EFT tersebut meliputi Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE), sedangkan di nasional dipromosikan skema Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca juga: Anggaran Rp 200 M, PMII Mempawah Kecewa Pembangunan Rumah Sakit Baru Mangkrak
“Terkait dengan perkembangan advokasi EFT di Indonesia, teman-teman koalisi Masyarakat sipil itu mulai mendorong perkembangan EFT yang kita sebut Bekerja dari Pinggiran,” kata Bejo Untung selaku perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Perlindungan Lingkungan (KMS PPL).
Hal itu disampaikan dalam Konferensi KONFERNAS EFT III hari pertama, saat memaparkan Update Adopsi dan Implementasi EFT Nasional dan Subnational oleh Masyarakat Sipil untuk Mendukung Agenda FOLU Net Sink 2030 dan Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia, Senin (14/11/2022).
“Kita berusaha mendorong sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah di tingkat kabupaten, kemudian provinsi, dan kita dorong di tingkat nasional. Sampai nanti kita arahkan proses pelembagaan di tingkat nasional agar EFT di tingkat lokal bisa lebih ada jaminan regulasinya,” sambungnya.
Sejak TAKE/TAPE diadopsi pertama kali pada tahun 2019 oleh Kabupaten Jayapura dan Provinsi Kalimantan Utara, saat ini dari gerakan kolaborasi masyarakat sipil dengan pemerintah daerah telah dihasilkan 18 daerah yang menerapkan EFT, meliputi 2 skema TAPE (Kaltara dan NTB), 15 skema TAKE dan 1 skema ALAKE (Kota Parepare).
Secara geografis, jelas Bejo Untung, di luar daerah yang sudah mengadopsi EFT kurang lebih ada sekitar 42 pemerintah daerah yang telah mendapatkan sosialisasi dan pendampingan oleh kelompok masyarakat sipil. “Jadi daerah-daerah ini sudah terpapar virus EFT, kita dampingi saja agar virusnya menyebar dan menjadi semangat yang akut untuk menerapkan EFT,” tuturnya.
“Yang kita dorong, bagaimana EFT ini dibasiskan pada kinerja atau pemberian insentif. Prinsipnya adalah bagaimana kita mendorong suatu sinergi dari berbagai level pemerintahan, baik dari nasional, provinsi, kabupaten/kota hingga ke desa/kelurahan,” terang Bejo Untung.
Baca juga: Gubernur Jawa Timur, Hj Khofifah Akan Berkunjung ke Kalimantan Barat, Ini Rencana Agendanya
Walaupun belum lama diimplementasikan, dari hasil refleksi CSO bersama Pemda telah diperoleh beberapa manfaat dan dampak perubahan positif terhadap ekologi, ekonomi, tata kelola keuangan, pengarusutamaan gender dan manfaat lainnya.
“Dengan adanya EFT, ada anggaran, ada program dan kegiatan sampai ke bawah, kesadaran masyarakat untuk pembangunan lingkungan hidup semakin kuat. Termasuk dengan scaling out untuk menyebarkan TAKE/TAPE di pemerintah daerah, kesadarannya sudah mulai muncul sehingga pembangunan lingkungan hidup tidak berhenti di jargon,” tegasnya.