KALBAR SATU ID, JAKARTA – Anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ratna Juwita Sari merasa kesal karena rendahnya kinerja penyerapan belanja negara sekitar 75,68 persen dari pagu yang ditetapkan dalam Penjabaran APBN 2022.
“Kita semua tahu bahwa tahun 2022 masyarakat masih berada dalam masa pemulihan pasca pandemi COVID-19. Patut disayangkan kalau realisasi belanja negara masih rendah, padahal masyarakat sebagai penerima manfaat sangat membutuhkan manfaatnya untuk dapat bangkit lebih cepat,” kata Ratna Juwita dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/12/2022).
Diketahui dari laporan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga 31 Oktober 2022 realisasi pendapatan negara sebesar Rp2.181,57 triliun dan realisasi belanja negara sebesar Rp2.351,09 triliun. Setara dengan 75,68% dari pagu yang ditetapkan dalam Penjabaran APBN 2022 yaitu sebesar Rp3.106,43 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca juga: Hadiri Kegiatan Muslimat dan Fatayat NU Tuban, Ratna Juwita: Mohon Doa Restu Gus Muhaimin Presiden
Baca juga: Menurun! Realisasi Belanja APBN di Kalbar 28,20 Persen Hingga Mei 2022
Secara khusus Anggota Komisi VII DPR RI itu mengkritik realisasi belanja non-kementerian/lembaga yang baru mencapai 67,68%, termasuk realisasi belanja kementerian/lembaga yang belum mampu menembus angka psikologis 80%.
“Dalam kondisi sulit seperti ini, masyarakat seharusnya dapat menerima manfaat langsung dari belanja negara, agar daya beli mereka terus terjaga. Rendahnya realisasi belanja tersebut, membuat masyarakat dihilangkan kesempatannya untuk menerima manfaat oleh pemerintah,” imbuh Ratna.
Lebih lanjut legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mempertanyakan janji Presiden dan Menkeu yang akan melakukan reformasi struktural dalam kebijakan APBN.
Baca juga: Penggunaan Anggaran COVID-19 di Kubu Raya Capai 50,47 persen(Buka di tab peramban baru)
Baca juga: Bongkar Sinopsis Layangan Putus Episode 5 WeTV: Kinan Kesal Dengan Kebohongan Aris
Pasalnya, setiap tahun usulan belanja selalu dinaikkan, tetapi realisasinya tidak sepenuhnya berkualitas dan berkontribusi penuh terhadap sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Saya perlu mempertanyakan lagi, mana realisasi dari komitmen Presiden dan Menkeu yang akan melakukan reformasi struktural pada kebijakan APBN, kalau faktanya masih demikian,” gugat Ratna.
Melihat rendahnya kinerja penyerapan tersebut, Ratna meminta pemerintah untuk mengevaluasi belanja pemerintah pusat.
Bahkan menurutnya, apabila tidak mampu merealisasikan belanja dengan berkualitas, lebih baik dialihkan menjadi tambahan Dana Desa, karena manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Baca juga: Sinopsis Love Story The Series 6 Agustus 2021 Maudy Kesal Ken Dan Bunga Melewati Batas
Baca juga: Bank Kalbar Raih Penghargaan Bank Terbaik se-Indonesia
“Sudahlah, melihat pemerintah pusat tidak mampu merealisasikan belanja dengan baik, saya minta dialihkan saja menjadi Dana Desa. Lebih konkrit manfaatnya. Ingat, ini duit rakyat,” pungkas Ratna.