KALBAR SATU, PONTIANAK – Jaringan GUSDURian bersama Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (STAKatN) Pontianak menggelar Gus Dur Memorial Lecture dengan tema “Gus Dur dan Gagasan Moderasi Beragama” di Kampus STAKat Negeri Pontianak pada Selasa, 17 September 2024.
Acara tersebut menghadirkan Lukman Hakim Saifudin, salah satu murid Gus Dur, sebagai pemberi kuliah (lecturer). Di samping itu, acara juga diisi oleh pidato utama (keynote speech) dari Ketua STAKat Negeri Pontianak Sunarso, pidato pembuka (keynote speech) oleh Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Jay Akhmad, dan dipandu oleh Dosen STAKat Negeri Pontianak Carolina Lala sebagai host.
Dalam sambutannya, Jay Akhmad menyampaikan bahwa STAKat Negeri Pontianak adalah kampus non-Islam pertama yang menggelar Gus Dur Memorial Lecture. Ia berharap STAKat Negeri Pontianak menjadi pondasi membangun moderasi beragama di Pontianak.
Setelah sesi perkuliahan selesai, Jay Akhmad mewakili Seknas Jaringan GUSDURian dan Sunarso selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak meresmikan Pojok Gus Dur (Gus Dur Corner) yang bertempat di Ruang Perpustakaan Gedung Santa Maria.
Peresmian ini juga ditandai dengan sesi pemotongan pita dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara kedua belah pihak.
“Pertemuan ini menjadi kolaborasi untuk membangun moderasi beragama yang baik di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak,” ujar Jay Akhmad.
Pria yang akrab disapa Jay tersebut menambahkan bahwa Gus Dur dan Paus Fransiskus adalah dua tokoh yang selalu memberi keteladanan.
“Bapak Paus sebagai pemimpin agama dan Gus Dur sebagai tokoh agama, selalu identik dengan kesederhanaan dan keteladanannya dalam beragama serta bermasyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, dalam pidatonya Sunarso menyebut bahwa yang hadir pada kegiatan ini adalah orang-orang pilihan.
“Kita semua yang hadir pada kesempatan ini termasuk orang-orang yang beruntung, karena dapat mendengarkan langsung pencerahan ilmu yang sangat membantu dan menambah ilmu kita terhadap praktik moderasi beragama,” terangnya.
Menurutnya, Gus Dur tidak sekedar tokoh politik yang memperjuangkan politik inklusif dan politik kemanusiaan.
“Meskipun di masanya, Gus Dur sangat memperjuangkan politik yang inklusif, tapi beliau juga mengupayakan untuk mempererat hubungan kita dalam berbangsa dan bernegara,” pungkas Sunarso.
Sedangkan dalam penyampaian kuliah umumnya, Lukman Hakim Saifudin mengatakan bahwa semasa hidupnya Gus Dur selalu mengedepankan kepentingan banyak orang.
“Gus Dur itu sudah selesai dengan dirinya, karena itu dalam kehidupannya beliau selalu memberi, tidak menuntut untuk menerima,” jelasnya.
Lukman juga berpendapat bahwa kesederhanaan Gus Dur itu bukanlah hal yang dibuat-buat karena kepentingan politik.
“Sederhana itu bukan berarti miskin, tetapi hidup dengan apa adanya. Itulah sebabnya Gus Dur tidak pernah mementingkan citranya, mau orang menilai apa dan bagaimana, beliau tetap berjuang sesuai prinsipnya,” ujar Menteri Agama RI Periode 2014-2019 tersebut.
Acara ini dihadiri sebanyak 340 orang peserta dari elemen mahasiswa dan jejaring lintas iman yang ada di Kota Pontianak dan sekitarnya. Selain di Pontianak, Gus Dur Memorial Lecture telah terselenggara di beberapa kota lain seperti Pekalongan, Manado, Kediri, Ponorogo dan rencananya akan dilanjutkan penyelenggaraannya di Jember, Jakarta, hingga Pasuruan.