RUU MHA dan Perjuangan Panjang Perempuan Adat

- Editor

Jumat, 27 Mei 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dahniar Andriani host dan beberapa narasumber dalam Webinar Festival Ibu Bumi bertajuk Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5).

i

Dahniar Andriani host dan beberapa narasumber dalam Webinar Festival Ibu Bumi bertajuk Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5).

KALBAR SATU ID – Pada 2022 Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Banyak pihak berharap, RUU tersebut bisa segera disahkan sebab, seperti disampaikan oleh Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria Sumardjono, keberadaannya sangat mendesak.

Dalam Webinar Festival Ibu Bumi, Rabu (25/05/2022), ia menengarai bahwa menunda disahkannya RUU MHA merupakan sebentuk ketidakadilan pada masyarakat adat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasalnya, hal tersebut atau adanya kepastian hukum adalah hak mereka dan ini diabaikan.

“Kita sering bicara soal reforma agraria, tapi yang kita suarakan hanya tentang redistribusi dan resolusi konflik. Hal yang justru mendasar seperti pemenuhan hak masyarakat adat malah diabaikan,” ungkapnya.

Baca juga: Jadi Prioritas Sejak Jadi Menko PMK, Puan Punya Momentum Sahkan RUU TPKS

Selain mendesak, sebagaimana dijelaskan Country Representative The Asia Foundation (TAF) Hana Satriyo, RUU MHA rupanya sudah lama diajukan untuk disahkan menjadi UU, namun selalu terhambat.

Menurut Hana, ini adalah pekerjaan rumah bersama, yaitu untuk mendorong disahkannya RUU MHA.

“Tujuannya jelas, agar ada jaminan hak atas tanah dan akses wilayah Kelola ruang bagi perempuan adat di Indonesia sebagai bagian dari masyarakat adat,” jelasnya.

Baik Hana atau pun Maria mengungkap, regulasi tentang masyarakat adat memang sudah ada, tapi masih bersifat parsial, belum terkumpul menjadi satu Undang-Undang (UU).

Baca juga: LBH PB PMII Minta RUU Larangan Minuman Berakohol Segera Disahkan

Karena parsial, maka yang terjadi, mereka kerap tumpang tindih dan ini justru menyulitkan masyarakat adat dalam praktiknya.

Diplomat Keadilan Ekologis dan Perkumpulan HuMa Indonesia Nora Hidayati misalnya. Ia mencatat, kebijakan-kebijakan tentang wilayah hutan masih bersifat sektoral.

Dampaknya, untuk menetapkan hutan adat, masyarakat adat diharuskan sudah memiliki Perda (Peraturan Daerah), sedangkan untuk mengantongi Perda, tegasnya, sama sekali tidak mudah.

Baca juga: KPK tetapkan 2 pejabat BPN kasus gratifikasi HGU di Kalbar

“Di beberapa daerah, bahkan untuk menggolkan satu Perda pengakuan Hutan Adat, mereka harus masuk ke gelanggang politik,” ucap Nora.

Dengan ungkapan lain, tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat adat berakibat pada sulitnya mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kemudian bisa mengelola ruang hidupnya.

Ungkapan senada datang dari salah satu perempuan adat di Malawi Kalimantan Barat Maria Fransiska Tenot.

Maria mengaku, pihaknya berharap agar RUU MHA segera disahkan agar masyarakat adat di daerahnya bisa aman dalam mengelola wilayah adatnya.

“Kami sering merasa tidak aman dalam mengelola lahan kami sendiri. Takut ada pihak lain yang merebut. Jadi untuk menjaga biar ini tidak terjadi, kami sering berpindah tempat untuk Bertani,” kata Maria.

“Pertama agar lahannya tetap subur dan kedua supaya tidak ada pihak lain yang mengklaim lahan kami,” imbuhnya.

Baca juga: Maria Lestari Salurkan Bantuan Beras dari Puan Maharani untuk Warga Lansia dan Kurang Mampu di Kubu Raya

Di balik kisah perjuangan dan harapan masyarakat adat agar RUU MHA segera disahkan terdapat cerita tak kenal lelah para perempuan adat.

Nora menyampaikan, untuk kasus hutan, perempuan adat memiliki kendali yang tidak bisa diremehkan.

Yang menjaga adanya kedaulatan pangan keluarga dan komunitas adat, termasuk sumber penghidupan tidak lain adalah para perempuan adat.

Tidak berbeda darinya adalah perempuan adat di Malawi. Di wilayah ini, seperti diungkap oleh Maria Fransiska Tenot, perempuan selalu terlibat dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam hal pengelolaan lahan dan penanaman benih.

“Untuk proses menanam itu justru lebih banyak ibu-ibu,” katanya.

Perlu diketahui webinar bertajuk Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia ini ditayangkan langsung melalui kanal Youtube Beritabaruco dan Aksi SETAPAK.

Baca juga: Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Maria Lestari Harapkan Petani Kubu Raya selalu Inovasi

Beberapa narasumber lain hadir dalam diskusi ini, mencakup perempuan pemerhati sosial budaya Masyarakat Hukum Adat Sarmi Papua Editha Sefa, dan Perwakilan Bundo Kanduang Malalo Tigo Jurai Sumatera Barat Rosmy Z.

Selain itu, webinar yang diselenggarakan oleh TAF, Gender Focal Point (GFP), dan Beritabaru.co ini dipandu oleh Hera Yulita dari GFP dan Dahniar Andriani dari HuMa.

Untuk penetrasinya, hasil diskusi ditanggapi oleh Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dan ditutup oleh Margaretha Tri Wahyuningsih dari TAF Indonesia.

Berita Terkait

Presiden Prabowo Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat
Ipuk Fiesriandani-Mujiono Menang Pilbup Banyuwangi 2024
PDIP Umumkan Pemecatan 27 Kader Pada 17 Desember 2024
PDIP Klaim Menang di 15 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
PC PMII kota Pontianak Mengecam Keras Kasus Polisi Tembak Siswa di Semarang
Pasca Pilkada 2024, IJTI Kalbar Akan Menggelar FGD dan Kopdar Bersama Insan Jurnalis Kalbar
Pergerakan Masyarakat saat Libur Nataru Diprediksi Capai 110 Juta Orang, Polri Siapkan Strategi Lalu Lintas
DAD Kalbar Beri Selamat atas Kemenangan Dadi-Malin di Pilbup Melawi
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 5 Desember 2024 - 17:06 WIB

Ipuk Fiesriandani-Mujiono Menang Pilbup Banyuwangi 2024

Kamis, 5 Desember 2024 - 16:14 WIB

PDIP Umumkan Pemecatan 27 Kader Pada 17 Desember 2024

Kamis, 5 Desember 2024 - 16:06 WIB

PDIP Klaim Menang di 15 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

Kamis, 5 Desember 2024 - 14:38 WIB

PC PMII kota Pontianak Mengecam Keras Kasus Polisi Tembak Siswa di Semarang

Kamis, 5 Desember 2024 - 14:24 WIB

Pasca Pilkada 2024, IJTI Kalbar Akan Menggelar FGD dan Kopdar Bersama Insan Jurnalis Kalbar

Berita Terbaru