KALBAR SATU ID, YOGYAKARTA – Untuk pengelolaan lingkungan hidup dan hutan di Indonesia kolaborasi dan diseminasi praktik baik masih menjadi tantangan. Hal ini disampaikan oleh Konsultan The Asia Foundation (TAF) Abdullah ketika merangkum hasil diskusi dalam acara Forestival dan Pertemuan Koordinasi Mitra (PCM) SETAPAK 3 bertajuk Memperkuat Agenda Keberlanjutan Hutan di Indonesia, Kamis (17/11/2022).
Menurut Abdullah, kolaborasi yang dimaksud di sini menunjuk dua hal: ide dan kerja. “Kerja sama ini bukan saja soal kerja, tapi juga ide atau gagasan,” tegasnya dalam kegiatan yang digelar secara bauran di Yogyakarta dan di kanal Youtube Beritabaru.co dan Aksi Setapak.
Kolaborasi berkaitan dengan pentingnya kepemimpinan untuk masa depan lingkungan hidup dan hutan di Indonesia.
Yang perlu didorong dan dikawal tidak cukup hanya Peraturan Daerah (Perda) atau kebijakan, tapi juga kepemimpinan. “Tanpa leadership, semuanya akan sia-sia,” kata Abdullah mengutip Dosen IPB Hariadi Kartodiharjo.
“Tujuannya adalah agar kebijakan yang kita perlukan punya makna yang substantif,” imbuhnya.
Kemudian diseminasi berkaitan dengan replikasi dan duplikasi. Replikasi yang perlu untuk didorong adalah model yang kontekstual.
Maksudnya, praktik baik di Papua tidak bisa begitu saja diterapkan di Aceh. Sebab keduanya memiliki konteks sosial, budaya, dan geografisnya masing-masing.
“Termasuk soal capaian juga ya. Setiap capaian yang ada perlu untuk dibagikan sebagai bahan belajar bagi daerah lainnya,” katanya.
Meski demikian, lanjut Abdullah, mendiskusikan capaian saja tidak cukup, tapi semua pihak yang terlibat harus pula membahas hal-hal yang tidak tercapai.
“Ini seperti yang dikatakan Uni Sandra tadi ya, bahwa yang tidak tercapai harus dibahas juga sebagai evaluasi,” ungkap Abdullah.
Lebih jauh, Abdullah juga memaparkan beberapa tantangan lain, seperti keterbukaan informasi, khususnya bagi perempuan; tindak lanjut pasca penerbitan izin Perhutanan Sosial, jebakan masalah teknis, dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Kegiatan yang merupakan hasil kerja sama antara FGMC dan TAF ini dihadiri oleh Country Representative TAF Indonesia Sandra Hamid dan Adviser of Forest and Land Use team FCDO The British Embassy Jakarta Dan Jones.
Acara ini digelar selama dua hari, 17 – 18 November 2022, dan terdiri dari empat (4) sesi: keynote speech dan seminar, talkshow 1, talkshow 2, dan inisiatif lainnya. Narasumber kunci diisi oleh Kepala Pusat Data dan Informasi KLHK Edi Sulistyo H. Susetyo.
Sesi kedua kemudian dihadiri oleh Crisna Akbar (HAKA), Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK Syafda Roswandi, Collaboration Management and HR Specialist IPB Soni Trison, Ketua Program Studi Kajian Gender UI Mia Siscawati, dan Pokja PS Sulawesi Selatan Syamsul Rijal.
Pada sesi ketiga hadir Ramlan Nugraha (PATTIRO), Staf Ahli Menteri Desa PDTT Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan Bito Wikantosa, Kasubdit Perencanaan Anggaran Daerah Wilayah IV Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Bina Keuangan Daerah Kemendagri Fernando H. Siagian, Bupati Maros Chaidir Syam, Ketua APKASI Hamim Pou, BKF Kemenkeu RI Joko Tri Haryanto, dan Analis Ahli Muda Hilman Rosada.
Sesi terakhir dipantik oleh Diva Safira (ICEL) dan ditanggapi oleh Dosen IPB Profesor Hariadi Kartodihardjo, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kemen PPPA Leny Nurhayanti Rosalin, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ditjen GAKKUM KLHK Sustyo Iriyono, dan Kasubdit Pengembangan Pendampingan Perhutanan Sosial, Direktorat Kemitraan Lingkungan PSKL Hasnawir.