Opini

Kesunnahan Mengumandangkan Adzan Selain Waktu Salat

4
Foto/Istimewa.

KALBAR SATU ID – Simbol komunikasi yang dilakukan untuk mengetahui masuknya waktu salat adalah adzan. Adzan dijadikan sebagai sarana memanggil manusia untuk melakukan dan melaksanakan perintah tuhan yang berupa salat memiliki makna yang banyak dalam setiap bacaaannya.

Tidak hanya itu, beberapa Ulama, Kiai dan tokoh masyarakat menjadikan adzan sebagai seruan untuk dakwah dan jalan kedekatan seorang hamba kepada tuhan, seperti yang tergambar dalam lafadz hayya ‘ala al-salat wa hayya ‘ala falah.

Advertiser
Banner Ads

Oleh karenanya, demi mendapat keberkahan adzan, setiap perjalanan kehidupan yang dijalani manusia terdapat suatu momen aktifitas yang perlu adanya lantunan adzan. Tujuannya, pekerjaan dan aktifitas yang mereka jalankan mendapat restu dari sang pencipta Allah SWT.

Berikut ini adalah momentum untuk dikumandangkan adzan selain waktu salat.
Dalam literatul klasik, adzan diartikan sebagai penanda akan masuknya waktu salat dengan lafadz yang sudah tertentu.

Hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Zaid merupakan suatu dalil tentang disyariatkannya adzan. Hadis tersebut menyambahkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda;

قال: (طاف بي وأنا نائم رجل فقال: تقول: الله أكبر، الله أكبر، فذكر الأذان – بتربيع التكبير من غير ترجيع، والإقامة فرادى، إلا قد قامت الصلاة- قال: فلما أصبحت أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إنها لرؤيا حق … ) الحديث، أخرجه أحمد وأبو داود

“Aku dikelilingi oleh seorang laki laki. Kemudian dia berkata Allahu Akbar Allahu Akbar sampai akhir adzan. Mengucapkan adzan sebanyak empat kali tanpa tarji’dan mengucapkan iqamah satu kali, kecuali qad qamati as-salat. Saat sudah pagi aku mendatangi nabi dan beliau bersabda, sungguh itu merupakan mimpi yang benar” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulug Al-Maram hal 39)

Sementara anjuran dan kesunnahan melantunkan adzan selain waktu salat, Imam Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitami atau yang sering disebut dengan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj juz 1 hal 461 menyebutkan sebagai berikut;

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ، وَالْمَهْمُومِ، وَالْمَصْرُوعِ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ، وَهُوَ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ

“Adzan disunnahkan pada selain salat, seperti mengadzani anak yang baru lahir, orang yang sedang kesusahan, orang yang tertindas, orang yang sedang marah, orang yang berakhlak buruk, baik manusia maupun binatang, saat perang berkecamuk, ketika kebakaran, ketika mayyid dikuburkan sebagaimana diadzani saat pertama kali lahir ke dunia, akan tetapi dalam kitab al-‘Ubab aku menolak pendapat yang mengatakan bolehnya adzan saat memasukkan mayyid kekuburan, saat kemasukan jin berdasarkan Hadits sahih dan adzan serta iqamah dibelakang orang yang mau beperjalanan”(Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj juz 1 hal 461)
Imam Wahbab Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu [1/720] memberikan suatu alasan.

Menurutnya, alasan adanya lantunan adzan disini, terutama saat kerasukan jin, tak lain untuk menolak keburukan yang akan menimpa kepada dirinya, termasuk keburukan yang disebabkan setan. Penolakan keburukan ini dikarenakan setan akan lari saat adzan sedang berkumandang. Mereka takut akan setiap bacaan yang ada dalam adzan.

Selain alasan diatas, seseorang yang melakukan adzan mengharapkan suatu keberkahan, serta menginginkan ketenangan dan menghilangkan kesusahan yang datang kepadanya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kwaitiyyah [2/372] berikut;

قَدْ يُسَنُّ الأْذَانُ لِغَيْرِ الصَّلاَةِ تَبَرُّكًا وَاسْتِئْنَاسًا أَوْ إِزَالَةً لِهَمٍّ طَارِئٍ

“Adzan disunnahkan sebagai bentuk tabarruk, agar mendapatkan ketenangan dan menghilangkan kesusahan yang baru dating”( Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kwaitiyyah juz 2 hal 372)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa melakukan dan melantunkan adzan untuk beberapa aktifitas yang akan dijalani adalah diperbolehkan dan dianjurkan demi mendapat keberkahan saat membacanya serta menolak berbagai bentuk keburukan yang akan menimpa.

Penulis: Fahmil Ulum, Dosen tugas di Ma’had Salafiyah Al -Aziz Pontianak.

Exit mobile version