KALBAR SATU ID – Ketahanan pangan merupakan salah satu isu global yang terus menjadi perbincangan hangat di tengah isu kemiskinan, krisis lingkungan (climate change), kesehatan, konflik dan keamanan, dan kompleksitas tantangan ekonomi global. Di Indonesia sendiri, pertanian sebagai salah satu aspek penting ketahangan pangan merupakan tulang punggung ekonomi bangsa.
Bagaimana tidak, pada tahun 2023 saja sektor pertanian menjadi kontributor peringkat ketiga terhadap PDB. Namun demikian, berdasarkan data Indeks Ketahanan Pangan, masih ada sekitar 67 kabupaten (16,11%) dari 416 kabupaten, serta 1 kota (1,02%) dari 98 kota masuk kategori rentan pangan.
Buku yang ditulis Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Sahabat Addin Jauharuddin dan Zaroni ini memantik masyarakat luas untuk melihat lebih jauh kontribusi desadesa di Indonesia dalam pemerataan kesejahteraan masyarakat. Akar masalah yang disoroti dalam buku ini adalah peran penting desa dalam penguatan ketahanan pangan dan swasembada pangan.
Ketahanan pangan ini mencakup empat pilar penting yang harus tersedia, yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses pangan (food access), pemanfaatan atau penggunaan pangan (food utility) dan stabilitas pangan (food stability).
Keempat pilar ketahanan pangan di atas sangat berkaitan erat dengan logistik perdesaan dan rantai pasok pangan, karena keduanya berperan sebagai sistem pendukung utama dalam menjamin keberlanjutan pangan dari produsen hingga konsumen. Misalnya, pilar pertama, ketersediaan pangan (food availability).
Pilar ini memastikan bahwa rantai logistik perdesaan dari hasil pertanian misalnya, dapat disalurkan secara efisien dari lahan produksi ke pasar atau pusat distribusi.
Baca juga: GP Ansor Sumbar dan Bulog Jalin Kerja Sama Perkuat Ketahanan Pangan
Pilar kedua, akses pangan (food access). Melalui rantai pasok pangan yang terintegrasi, masyarakat—terutama di wilayah terpencil—dapat memperoleh pangan dengan harga yang terjangkau. Sistem logistik yang baik menekan biaya distribusi sehingga memperluas akses ekonomi dan fisik masyarakat terhadappangan.
Pilar ketiga, pemanfaatan dan penggunaan pangan (food utility). Distribusi yang efektif memungkinkan pangan bergizi dan berkualitas tetap terjaga hingga sampai ke tangan konsumen. Logistik yang memperhatikan penyimpanan dan pengolahan (cold chain, packaging, dan transportasi higienis) berperan menjaga nilai gizi dan keamanan pangan.
Stabilitas pangan (food stability).
Logistik perdesaan dan rantai pasok pangan yang kuat membantu menjaga kestabilan suplai dan harga, bahkan saat terjadi gangguan seperti cuaca ekstrem atau fluktuasi pasar. Dengan demikian, sistem distribusi yang tangguh menjadi kunci menjaga keberlanjutan ketahanan pangan nasional.
Dalam menjamin keempat pilar di atas, buku ini membahas tentang peran strategis Gerakan Pemuda Ansor dalam membangun dan mengintegrasikan sistem logistik di wilayah perdesaan.
Baca juga: Muhajirin Yanis Dukung Program Ketahanan Pangan GP Ansor Kalbar
Fokus utamanya adalah bagaimana GP Ansor berkontribusi terhadap rantai pasok pangan nasional, terutama melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan penguatan infrastruktur distribusi pangan.
Gaya penulisan buku ini cukup ringan namun tetap bernuansa akademik. Bahasa yang digunakan komunikatif dan mudah dicerna, sehingga pembaca dari kalangan umum, aktivis organisasi, maupun akademisi dapat memahami dengan baik gagasan yang diusung.
Setiap bab mengalir secara sistematis, dimulai dari pengantar dialektis tentang membangun dari desa dan dari bawah, bab kedua tentang rantai pasok perdesaan, bab ketiga tentang logistik perdesaan dan pangan hingga bab empat pada penjabaran kasus dan inisiatif konkret yang telah dijalankan oleh GP Ansor sebagai program unggulan dalam menjamin
integrasi logistik dan rantai pasok pangan seperti BUMA (Badan Usaha Milik Ansor) yang bergerak dalam bidang motor penggerak ekonomi kerakyatan dari desa, Patriot Ketahanan Pangan yang diinisiasi untuk
mendukung program ketahanan pangan, Kelompok Usaha Gotong Royong yang lahir sebagai inisiatif kolektif untuk mendorong kamandirian ekonomi berbasis kebersamaan, dan beberapa program unggulan lainnya.
Secara keseluruhan, Mata Rantai Cita-Cita Bangsa adalah karya penting yang menggugah kesadaran tentang arti penting kolaborasi sosial dan ekonomi dalam membangun kemandirian bangsa.
Baca juga: NCC 2025, GP Ansor Ajak Anak Muda Jaga Kedaulatan Digital Indonesia
Buku ini memperlihatkan bahwa pemuda, khususnya yang berhimpun dalam GP Ansor, tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan, tetapi juga motor penggerak ekonomi rakyat.
Ia mengajarkan bahwa cita-cita bangsa tidak akan terwujud tanpa keberanian untuk menghubungkan setiap mata rantai kekuatan masyarakat—dari desa hingga pusat—dalam satu visi kemandirian dan kesejahteraan bersama.
Penulis: Taufik Akbar, Dosen IAIN Pontianak dan Pengurus PW GP Ansor Kalimantan Barat.






