Opini

Pembentukan Omnibuslaw Jangan Lupa Berpedoman Pada Pasal 33 UUD 1945

Penulis : Anselmus Ersandy Santoso (Ketua DPM Fakultas Hukum Untan)
Penulis : Anselmus Ersandy Santoso (Ketua DPM Fakultas Hukum Untan)/ISTIMEWA

KALBARSATU.ID – Omnibuslaw pertama kali terdengar pada pidato pelantikan Presiden Jokowi Oktober 2019 yang lalu. Pada dasarnya Omnibuslaw adalah penyederhanaan aturan yang artinya satu regulasi dibentuk untuk menggantikan beberapa regulasi yang telah berlaku. Penerapan Omnibuslaw ini biasanya di negara dengan system hukum Anglo Saxon seperti Amerika, Kanada dan Irlandia.

Dalam menyusunan omnibuslaw Pemerintah dan DPR harus sangat teliti dan cermat karena dalam satu regulasi ini mengatur berbagai sektor dan nantinya harus selaras dan tidak tumpang tindih dengan regulasi lainnya.

Omnibuslaw harus dibentuk menyesuaikan berbagai regulasi lainnya dan tidak lupa berpedoman pada Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 UUD 1945 ayat (1) berbunyi; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (3) menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat (4), Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pada ayat 1 bermakna bahwa segala bentuk usaha yang dikerjakan atau dilaksanakan harus berdasarkan usaha bersama berasaskan kekeluargaan yang artinya segala usaha dikelola oleh rakyat dan nantinya untuk kesejahteraan rakyat. Pada intinya adalah segala kegiatan perekonomian harus dikelola secara bersama karena untuk kepentingan bersama bukan kepentingan individual atau perusahaan tertentu.

Pada ayat 2 mengandung makna bahwa segala cabang produksi penting yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat dikuasai oleh negara agar tidak terjadi monopoli dan supaya terwujudnya kesejahteraan rakyat dari Sabang sampai Merauke.

Pada ayat 3 mengandung makna bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara dan untuk kesejahteraan rakyat. Dikuasai oleh negara berarti rakyat mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengelola segala sumber daya alam agar dapat menjadi sarana terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat bukan kesejahteraan individual atau segelintir orang saja.

Pada ayat 4 menyinggung demokrasi ekonomi yang mana artinya adalah segala usaha di Indonesia harus dikelola untuk kepentingan nasional. Artinya aspek kebersamaan, prinsip keadilan dan kesejahteraan rakyat harus dijunjung tinggi dan dijadikan tujuan utama. Selain itu usaha yang dilakukan harus berkelanjutan dan memperhatikan keadaan lingkungan.

Dari penjabaran diatas berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 secara gamblang menolak segala praktik monopoli, oligopoli dan perdagangan system kartel yang dapat merusak tujuan bersama yaitu kesejahteraan rakyat. Pada prakteknya Omnibuslaw hari ini masih menuai kontroversi dan terdapat berbagai penentangan sehingga Pemerintah dan DPR harus lebih teliti dalam mengkaji dan lebih cermat dalam melihat keadaan rakyat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik per Maret 2020 angka kemiskinan di Indonesia kembali meningkat menjadi 26,42 juta orang. Berdasarkan laporan Credit Suisse yang bertajuk Global Wealth Report 2018, 10 orang terkaya di Indonesia menguasai 75,3% total kekayaan penduduk dewasa sedangkan 1% orang terkaya di Indonesia mendominasi 46% kekayaan penduduk dewasa di Indonesia. Dari data tersebut menunjukkan adanya ketimpangan yang sangat jauh antara jumlah penduduk kaya dan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang artinya selama ini pembangunan negara hanya benar-benar dinikmati oleh segelintir orang saja.

Jumlah ketimpangan yang sangat jauh antara jumlah penduduk kaya dan miskin ini menunjukkan bahwa kemakmuran, kesejahteraan dan kesamarataan distribusi penghasilan di Indonesia masih jauh dari kata adil. Hidup nikmat dan layak hanya dimiliki beberapa persen orang Indonesia saja.

Setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama di mata undang-undang, maka seharusnya semua kebijakan dan peraturan perundang-undangan harus bertujuan utama untuk kemaslahatan seluruh masyarakat Indonesia. Berkaca dari data dan pengalaman yang ada selama ini, seharusnya Omnibuslaw ini dalam pembuatannya harus berpedoman pada pasal 33 UUD 1945 agar terwujudnya keadilan, kesetaraan, kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Penulis : Anselmus Ersandy Santoso (Ketua DPM Fakultas Hukum Untan)

Berlangganan Udpate Terbaru di Telegram dan Google Berita
Exit mobile version