Opini

Tuhan tidak Sesemangat Pikiranmu

1
Penulis: Ach Yani
Penulis: Ach Yani

KALBARSATU.ID – Sebenarnya, tidak ada yang betul-betul misterius dalam kehidupan, apalagi masa depan. Sesulit apapun masa akan datang diprediksi, bukan berarti kejadian yang akan menjelang menjadi mustahil untuk ditelusuri. Lalu, bagaimana dengan masa depan Tuhan? Biarkan saja! Apa bisa dijangkau? Santai! Bagaimana nasib Tuhan nanti? Ya urusan nanti! Jadi gimana? Loh, Anda kok nanya terus? Semua pertanyaan salah! Kayak Tuhan perlu dijaga saja. Lemah sekali Tuhan Anda!

Sebuah ungkapan yang sangat Mutiara oleh sang maha mutiara, yang namanya tidak akan ditelan masa, yaitu Dia yang dinamai Muhammad “kerjakanlah untuk duniamu seolah kamu akan hidup selamanya. Upayakanlah untuk akhiratmu seolah-olah hidupmu hanya tersisa hari esok”.

Advertiser
Banner Ads

Asumsi kaya hanya layak ketika berada di dunia bukan di surga. Demikian pula pintar, berkuasa, berkarya, kreativitas, sebab surga memang bukan tempat yang dinobatkan untuk orang miskin semangat, usaha dan orang yang putus asa seraya berleha-leha, lalu mendapat bidadari. Dengan alasan bahwa ada akhirat di hari akhir, kemudian beralibi bahwa pencapaian dan prestasi hendak digapai di akhirat saja. Tentu dengan tidak mengatakan pendapatnya kampungan, anggapan ini nyaris tak bernalar dan berakal, bukankah surga adalah tempat yang serba sempurna? Hidup nyaman dan tenang dengan semua yang sudah tersedia kenyamanannya?

Apapun yang dilakukan hari ini adalah persiapan bagi masa depan. Tentu, secara umum akan diamini bahwa tidak ada yang ingin melihat masa depannya kelam, gelap dan suram. Rencana menghancurkan waktu yang akan datang hanya kecerobohan dan seni dari kebodohan menjalani terjalnya kehidupan ini.

Artinya apa? Bukankah sudah teramat sering fenomena kesuksesan, kemenangan dan keunggulan nampak cemerlang manakala awal mula perjalanannya bersinar nan cerlang? Sekian banyak tuaian kesuksesan dimulai dari keringat panas membakar? Begitulah proses dan rute terjal yang dilalui sangat tajam, berliku-liku, ada banyak paku, penghalang jalan dan pelintang yang dapat menghambat sampai ke tujuan. Apabila tidak dilalui, dibiarkan tanpa dibasmi hingga tidak ada lagi, maka persiapannya hanya satu, selamat menjumpai musibah dari waktu yang sudah berlalu. Sebab, apa yang Anda lakukan hari ini adalah apa yang akan Anda panen nanti.

Beragam kenyataan pahit yang dialami, kesuksesan yang sudah disaksikan, sudah barang tentu menjadi suatu tanda agar memilih sisi menuju perjalanan di masa akan datang. Sebab, dalam soal memilah dan memilih sangat menentukan nilai dan seberapa jauh hasil pencapaian yang akan direnggut nantinya. Oleh karenanya berhati-hatilah.

Akibat dari berani memilih tentu tidak pernah bercanda atau berpura-pura dan tidak akan menyesalkan Anda. Sesal seharusnya hanya dituai oleh mereka yang hidup terdikte karena gagal mempercayai diri sendiri. Awalnya pilihan tersedia, akan tetapi jangan lupa konsekuensi yang akan diterima dengan tanpa alasan sama sekali. Egois berarti membeli satu tiket hidup sendirian, loyalitas pasti merencanakan direpotkan oleh orang lain, sekalipun suatu waktu Anda juga banyak menyita waktu mereka pada saat-saat tertentu ketika butuh bantuan.

Lalu, bagaimana mana dengan memilih agama? Bukankah memilih ataupun tidak sama sekali sudah menjadi hak kemerdekaan dalam kehidupan?

Terkadang manusia memang terlalu semangat atau bahkan melampaui Tuhan yang menyuruh beragama. Sekilas bisa didapati bahwa Tuhan meminta untuk diikuti, itupun manakala yang bersangkutan mau. Misalnya salah satu firmah Tuhan “katakanlah (Muhammad) bahwa kebenaran datang dari Tuhan. Maka yang mau beriman, silahkan, yang tidak, tidak masalah (Q.S. Al-Kahfi 29)”.

Sekalipun kutipan ayat tersebut terdapat konsekuensi yang beriman ataupun tidak sama-sama diberikan balasan yang setimpal, tetap saja Tuhan sangat demokratis mengenai kebebasan memilih. Dengan demikian, jika Pencipta saja tidak terlalu mencampuri dan memaksakan kehendak ciptaanNya sendiri, maka fenomena aneh pada oknum manusia yang berapi-api memaksakan keinginan orang lain untuk mengikuti dirinya teramat melampaui keinginan Tuhannya. Sampai-sampai Tuhan, Nabi dan agamaNya dijadikan sebagai jaminan. Nauzubillah!

Biasanya, jualan yang disebut barusan muncul di tahun-tahun politik. Namanya politik praktis sekawanan kambing yang hanya bertujuan berkuasa atau melanggengkan tahta. segala merek menarik dan laku dalam bursa kebodohan akan diperjual belikan, termasuk Agama dan Nabi –kalau kepepet, Tuhan juga dikasi harga. Astaghfirullah!

Akibatnya jelas, gerombolan ini akan mengaku-ngaku paling agamis, paling dekat dengan Tuhan dan penyambung risalah Nabi. meneror umat akan disiksa, terancam neraka, mempersetankan selain kelompoknya, mengkafirkan, membid’ahkan dan seolah-olah, kunci surga ada dimulutnya. Tentu saja, setiap pengakuan yang mengatasnamakan diri dengan congkak dengan klaim kampungan yang paling benar, itu basi dan bejat. Pertanyaannya, apakah layak Tuhan, para Nabi dan agamaNya disampaikan dengan cara bejat? Lalu, firmanNya kita anggap basi dan kadaluarsa? Hemat saya, tentu Anda lebih tahu siapa saja orang-orang yang sering teriak propagandis di jagad Maya dan nyata ini.

Jangan lupa pilah-pilih, karena Tuhan sudah mengajarkan bagaimana memerdekakan diri Anda.

Penulis: Ustad, Ach Yani

Exit mobile version