KALBARSATU.ID – Waktu itu tahun 2010, Surabaya sedang panas. Bukan cuman udaranya aja, tapi juga situasi politiknya. Walikota baru, baru menjabat 3 bulan, tiba-tiba menantang seluruh DPRD Surabaya.
Pasalnya apa ? Ternyata sudah ada kesepakatan yang berbuah keputusan, baik dari pusat maupun daerah, untuk membangun tol di tengah kota Surabaya. Rakyat Surabaya pun menggugat. Keputusan tol tengah kota dinilai akan merusak Surabaya. Kalau ada tol tengah kota, yang pastinya berbayar, maka Surabaya akan seperti Jakarta, menjadi kota konsumtif.
Walikota baru itu mengajak seluruh elemen masyarakat turun ke jalan menentang keputusan itu. Dan akibatnya ? Walikota dimusuhi oleh seluruh anggota DPRD Surabaya. Bukan, bukan hanya DPRD, tetapi pusat juga ikut cawe-cawe. Partai-partai besar ikut ribut. Surabaya menjadi pusat perhatian nasional.
Walikota baru itu tidak mau kalah. Dia bicara mewakili warga kota Surabaya, sedangkan DPRD yang katanya mewakili rakyat ternyata lebih memilih menjadi wakil investor. Surabaya tegang. Lobi-lobi dimainkan. Tidak mempan. Walikota itu keras kepala. Akhirnya ancaman demi ancaman kepada Walikota pun keluar.
Warga Surabaya tidak tinggal diam. Mereka keluar dan berseru akan membela Walikota baru itu. Itulah momen ketika warga Surabaya bersatu. Dan akibatnya, anggota2 DPRD Surabaya takut keluar rumah.
Situasi tiba-tiba berbalik. Karena takut kehilangan simpati warga, mendadak pimpinan2 partai pusat membela Walikota. Kader2 partainya di Surabaya yang jadi anggota DPRD disuruh diam, dan membatalkan proyek tol tengah kota. Bahkan Ketua DPRD waktu itu, dari Demokrat, tumbang. Dipecat dari jabatannya.
Warga Surabaya menang. Tol tengah kota tidak jadi dibangun. Warga sampai sekarang bisa menikmati jalan2 besar dan bagus di tengah kota gratis. Solusi macet, bangun pinggir2 jalan dgn konsep frontage road. Selesai masalah dan Surabaya kembali tenang.
Anda tau siapa nama Walikota baru itu ?
Ya, dia seorang wanita. Seorang ibu. Namanya Tri Rismaharini. Namanya harum di Surabaya, sebagai wanita pemberani. Berani maju sendirian demi warganya melawan para politisi kawakan disana.
Dan anda sekarang bilang dia lebay hanya karena bersujud menangis meminta maaf kepada dokter, karena warganya – yang juga dia anggap anaknya – membandel sehingga rumah sakit penuh ??
Coba pikirkan lagi. Keberanian anda sekarang ini, tidak ada seujung kuku ibu Tri Rismaharini. Anda bahkan belum apa2 disaat dia sudah berjuang untuk kotanya.
Dia begitu karena menghayati perannya sebagai pelayan masyarakat. Dan jika dia menangis, wajar karena bagaimanapun ia adalah seorang wanita, yang emosinya banyak mempengaruhi jiwanya.
Sampai sekarang, kedekatan warga Surabaya dengan Walikotanya seperti hubungan ibu dan anak2nya. Tidak ada yang bisa memisahkan itu. Tidak juga Walikota2 lain yang kelak akan menggantikannya.
Penulis: Denny Siregar (Pegiat Media Sosial)