KALBARSATU.ID – Berkurban merupakan sebuah perkara sunnah yang biasa diamalkan oleh setiap muslim.
Ditinjau dari hukum sunah, maka sunah muakad bagi setiap muslim dan sunah kifayah bagi keluarga.
Untuk itu, bagi setiap Muslim yang ingin melaksanakan ibadah kurban perlu tahu tata cara membagikan daging kurban sesuai syariat Islam.
Seperti dikutip dari republika.co.id, Ustaz Muhammad Ajib Lc dalam buku Fikih Kurban Perspektif Mazhab Syafi’i terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan cara membagikan hewan kurban menurut ulama bermazhab Syafi’i.
Ustaz Ajib menjelaskan, prinsip dasar dalam pembagian daging kurban adalah siapa pun boleh menerima dan boleh ikut memakan daging tersebut.
Termasuk panitia kurban dan orang kaya raya, boleh memakan daging kurban.
“Penyaluran daging kurban berbeda dengan penyaluran dana zakat.
Kalau penyaluran zakat memang harus benar-benar disalurkan kepada orang-orang yang berhak saja yakni delapan asnaf,” kata Ustaz Ajib dalam bukunya.
Menurut mazhab Syafi’i, pembagian daging kurban memiliki dua ketentuan. Pertama, jika kurbannya termasuk kurban yang sunah.
Artinya bukan kurban nazar, disunahkan bagi pekurban untuk mengambil bagian daging kurban.
Cara pertama, 1/3 daging kurban untuk pekurban dan sisanya 2/3 daging untuk disedekahkan kepada siapa pun.
Cara kedua, 1/3 daging kurban untuk pekurban, 1/3 daging untuk fakir miskin, dan 1/3 daging untuk dihadiahkan kepada tetangga yang kaya raya.
“Cara pembagian kurban dan hadyu ada dua kondisi. Pertama, jika kurban sunah (bukan nazar) maka disunahkan bagi pekurban untuk memakannya juga.
Namun, tidak wajib (memakannya), bahkan afdhalnya disedekahkan seluruhnya.
Menurut pendapat jadid Imam Syafi’i bahwa daging kurban diambil 1/3 untuk pekurban dan sisanya 2/3 untuk orang lain.
Ada juga yang mengatakan 1/3 untuk pekurban, 1/3 untuk fakir miskin dan 1/3 untuk orang kaya raya.
Menurut Syekh Abu Hamid, afdhalnya bersedekah 2/3.” (Iman an-Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab).
Lain lagi jika kurbannya merupakan kurban wajib atau nazar. Maka, haram bagi pekurban untuk mengambil bagian daging kurbannya.
Hal ini juga dijelaskan Imam an-Nawawi, seorang ulama besar bermazhab Syafi’i.
“Jika hadyu atau kurbannya dinazarkan (wajib) maka si pekurban tidak boleh makan daging kurbannya.” (Iman an-Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab).
Jika hadyu atau kurbannya dinazarkan (wajib) maka si pekurban tidak boleh makan daging kurbannya.
Ustaz Ajib juga menjelaskan pandangan ulama mazhab Syafi’i terkait hukum menjual kulit, daging, tulang, dan bulu hewan kurban.
Menurut dia, para ulama syafi’iyah sepakat bahwa diharamkan menjual kulit, daging, tulang, dan bulu hewan kurban.
Namun keharaman ini hanya berlaku bagi pekurban dan wakilnya, yakni panitia kurban.
Jika yang menjual daging atau kulit hewan kurban adalah fakir miskin yang berhak menerima daging kurban, hukumnya boleh menurut mazhab Syafi’i.
Bahkan, menurut Ustaz Ajib, hal ini bisa menjadi solusi bagi panitia kurban, ketika tersisa kulit hewan kurban maka berikan saja ke orang yang membutuhkan atau fakir miskin.
Kemudian biarkan fakir miskin yang menjual kulitnya dan uangnya untuknya.(*)