KALBAR SATU ID, YOGYAKARTA – Sejak tahun 2011, The Asia Foundation Indonesia (TAF) telah melaksanakan program Tata Kelola Hutan dan Lahan (Forest Governance) untuk mendukung inisiatif pemerintah Indonesia dalam mengurangi dampak dari deforestasi dan degradasi lahan di Indonesia sebagai upaya untuk memitigasi perubahan iklim di Indonesia.
Program yang dinamakan SETAPAK (singkatan dari Selamatkan Hutan dan Lahan melalui Perbaikan Tata Kelola) telah memasuki phase III dan saat ini bekerja bersama 17 mitra masyarakat sipil (Civil Society Organization) di Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua Barat serta mitra CSO dengan skala kerja nasional.
Sejak Setapak I ke Setapak phase III sekitar 10 tahun berjalan, Program Setapak terus berjuang untuk mencapai tujuannya yaitu penurunan deforestasi dan degradasi lahan dengan dukungan dari pemerintah baik daerah maupun pemerintah pusat.
Kegiatan yang dilakukan oleh mitra CSO juga mendukung inisiatif pemerintah seperti program perhutanan sosial, transfer fiskal berbasis kinerja ekologis yang dikenal dengan TAPE, TAKE, dan ALAKE. Di tingkat nasional, transfer fiskal nasional berbasis ekologi (TANE) juga terus menerus didiskusikan untuk perluasan penggunaannya di sektor hutan dan lahan bersama pemerintah terkait seperti KLHK dan Kemenkeu.
Upaya untuk terus berinovasi termasuk terus berkolaborasi dengan stakeholder penting seperti pemerintah dan akademisi telah diakui menjadi acuan banyak pihak dalam kerja-kerja kolaborasi antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah dalam mempromosikan kebijakan pengelolaan hutan dan lahan berkelanjutan, seperti yang disampaikan oleh Sandra Hamid, Country Representative TAF bahwa “Koalisi ini telah mendukung 18 pemerintah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kelurahan, yang telah mengadopsi skema TAPE (Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi .red), TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi .red) dan ALAKE (Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi .red),” ujar Sandra di Yogyakarta saat membuka acara ini.
Inisiatif lain yang juga didorong mitra-mitra CSO Setapak 3 adalah mainstreaming keadilan dan kesetaraan gender dalam program ini, dan menurut mitra pembangunan yang mendukung program ini sangat membanggakan seperti yang disampaikan oleh Dan Jones, dari FCDO, Kedutaan Besar Inggris di Indonesia bahwa “yang paling membanggakan adalah masyarakat sipil yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah berhasil memasukkan indikator pemberdayaan perempuan dalam TAKE yang artinya kesadaran untuk kesetaraan di pemerintah Kabupaten Kubu Raya, Maros, dan Parepare sangat tinggi,” tutur Dan.
“SETAPAK ini menjadi contoh dalam kerja-kerja kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah, dari tingkat nasional sampai tingkat daerah. Banyak hasil nyata dari kolaborasi itu. Dan pendekatan kolaboratif itu memberikan kontribusi yang signifikan baik kepada masyarakat maupun pemerintah,” kata Adviser of Forest and Land Use team, FCDO The British Embassy, Dan Jones.
Pada acara ini, hadir pula sebagai Keynote Speaker, Kepala Pusat Data dan Informasi sekaligus Plh. Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Edi Sulistyo yang menyampaikan tentang inisiatif pemerintah untuk mitigasi perubahan iklim melalui Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, dimana target penurunan emisi dari sektor hutan dan lahan pada 2030 adalah sebesar 140 mega ton CO2.
“FOLU Net Sink 2030 akan disasar adalah untuk penurunan GRK yang merupakan hasil dari perbaikan tata kelola hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketika tata kelola hutan kita baik dan masyarakatnya sejahtera, maka penurunan GRK akan mudah diwujudkan,” kata Edi Sulistyo.
Dalam pelaksanaan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net-Sink 2030, Edi Sulistyo juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa aksi mitigasi sektor FOLU, yaitu pengelolaan hutan lestari, peningkatan cadangan karbon, pengelolaan ekosistem gambut dan high conservation value (HCV).
Lanjut Edi, bahwa aksi mitigasi dalam implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 harus melibatkan seluruh stakeholder termasuk masyarakat di tingkat tapak.
FORESTIVAL ini juga dilanjutkan dengan pertemuan koordinasi mitra untuk membahas inovasi dalam tata kelola hutan dan lahan.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Inggris dan diikuti oleh 17 mitra CSO seperti HAkA, GERAK Aceh, Qbar, LBH-Padang, Jemari Sakato, JARI Indonesia Borneo Bagian Barat, LBBT, WALHi Kalbar, LTKM, PInus Sulsel, JUrnal Celebes, Tanah Papua, Perdu Papua BArat, IBC, PATTIRO dan ICEL.