KALBAR SATU – Pada tanggal 6 Juni atau tepatnya 119 tahun yang lalu, Putra Sang Fajar Soekarno, atau sapaan akrabnya Bung Karno dilahirkan di Surabaya.
Lahir saat fajar menyingsing di Kota Pahlawan, Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia dilahirkan dari pasangan suami-istri Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai.
Setalah Putra Sang Fajar itu diberi nama Kusno. Kemudian Nama lahir itu diubah menjadi Soekarno setelah bayi Kusno sering mengalami sakit-sakit.
Tepat setelah 44 tahun setelah bung Karno lahir, tepatnya 1 Juni 1945, Soekarno merumuskan lahirnya Pancasila, yang menjadi dasar bagi Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI).
Namun terdapat perbedaan pendata,.Selain 6 Juni 1901, ada beberapa keterangan lain terkait lahirnya Soekarno. Ada yang menyebut, Soekarno tidak dilahirkan di Surabaya, melainkan Blitar.
Namun yang pasti, saat meninggal pada 21 Juni 1970 (pada usia 69 tahun), Soekarno kemudian dikebumikan di Blitar, Jawa Timur.
Walaupun terdapat perbedaan, Soekarno sendiri mengaku lahir pada 6 Juni 1901.
Pengakuan itu terungkap dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat (cetakan pertama 1965).
Baca Juga : Momentum Hari Lahir Pancasila, Lasarus Ingatkan Pentingnya Warisi Semangat Perjuangan Bung Karno
Dalam buku tersebut, Bung Karno mengaku lahir saat fajar. Karena itu, banyak yang menyebut Soekarno sebagai “Putra Sang Fajar”.
“Bersamaan dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru,” demikian penuturan Soekarno, seperti tertulis dalam buku yang ditulis Cindy Adams.
Serta dalam buka biografi itu, Soekarno juga mengaku lahir di Surabaya.
Beragam Versi terkait Hari Lahir Soekarno, selain itu versi lain yang selama ini beredar pada era Orde Baru menyebut Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur.
Bukti dokumen lain memperlihatkan pernyataan berbeda dari versi kelahiran Soekarno pada 6 Juni 1901.
Merujuk dari Historia, dari buku induk mahasiswa Technische Hogeschool (kini Institut Teknologi Bandung), Soekarno tercatat lahir di Surabaya pada 6 Juni 1902.
Adapun Bukti otentik yang mencatat data pribadi Soekarno saat kuliah itu dimiliki Bambang Eryudhawan, arsitek dan pemerhati sejarah.
Disampaikan Bambang, buku induk mahasiswa itu dibuat sejak TH berdiri pada 1920 sampai dengan masa sebelum kedatangan Jepang.
Dalam catatan dokumen tersebut, nama yang tertulis adalah “Raden Soekarno”, bukan lagi “Koesno” yang merupakan nama lahir Soekarno.
“Soekarno ada di nomor urut 55. Dia masuk TH Bandung pada 1921, artinya setahun setelah TH didirikan,” ujar Bambang, dikutip dari Historia.
Selain itu, dokumen lain yang dicatat harian Kompas menyebut versi yang jarang diketahui umum.
Catatan harian Kompas yang terbit pada 5 Oktober 1970, ada kemungkinan Soekarno lahir sebelum 23 Mei 1901.
Adapun Versi ini disampaikan paman Soekarno, Soemodihardjo. Penuturan dia, kelahiran Soekarno ditandai dengan letusan Gunung Kelud pada 23 Mei 1901.
Kala, Soemodihardjo sedang bersekolah di kweekschool (setingkat sekolah dasar) di Probolinggo.
Karena jadian letusan gunung itu, Adik dari ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo, kemudian diperbolehkan pulang ke Surabaya
“Ternyata di rumah itu ipar saya, Idayu, yang berasal dari Bali, baru melahirkan seorang anak laki-laki. Waktu tiba di rumah kakak saya itu, bayinya berusia 5 atau 6 hari,” kata Soemodihardjo.
Walau beragam versi, terkait kelahiran Soekarno disepakati pada bulan Juni.
Karena alasan tersebut, kelahiran Pancasila pada 1 Juni, PDI-Perjuangan yang mengklaim sebagai pewaris ideologi Soekarno menjadikan Juni sebagai Bulan Bung Karno.
Kenapa Orde Baru Kaburkan Sejarah Soekarno?
Terkait mengenai Informasi Blitar tempat kota kelahiran Soekarno memang marak beredar di masa Orde Baru.
Bila kita mengutip dari dokumen Harian Kompas terbitan 2 Juni 2015. Kala itu, sejarawan Peter Kasenda menuding Orde Baru sengaja mengaburkan sejarah Soekarno demi kepentingan politik.
“Bung Karno (Soekanrno) jelas lahir di Surabaya, sesuai dengan pengetahuan sejarah saya. Keterangan tempat lahir Bung Karno di Blitar dipublikasikan di zaman Orde Baru. Ini bentuk pengaburan sejarah yang berbau politik,” tutur Peter Kasenda, dikutip dari Harian Kompas.
Padahal bila melihat Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, “Soekarno Penyambung Lidah Rakyat” (cetakan pertama 1965), Soekarno juga menyebut Surabaya sebagai kota kelahirannya.
Kemudian Peneliti lembaga Institut Soekarno, Peter A Rohi, menyebutkan bahwa terjadi kesalahan dalam penerjemahan biografi yang ditulis oleh Cindy Adams itu, yang kemudian menyebut Soekarno lahir di Blitar.
Terkait itu, selanjutnya Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said juga menyebut sangat sulit untuk meluruskan kesalahan sejarah pada masa Orde Baru itu.
Sementara di sisi lain, pengetahuan bahwa Soekarno lahir di Blitar juga masuk ke ranah pendidikan formal.
“Referensi itu meliputi buku-buku yang diterbitkan di ranah pendidikan formal hingga poster yang dijual bebas,” kata Salim Said, dikutip dari Harian Kompas yang terbit 7 Juni 2015.
“Sangat sulit saat itu meluruskan, apalagi meneliti Soekarno. Selain karena sikap represif Orba, kita juga harus izin pemerintah,” ujarnya.
Bahkan hingga saat ini belum diketahui alasan penyebutan Blitar sebagai kota kelahiran Soekarno.
Padahal meneilik lagi, Surabaya sendiri dikenal sebagai salah satu “dapur revolusi kemerdekaan”, karena pernah menjadi pusat pemikiran dan pergerakan kebangsaan sebelum Indonesia merdeka.
Soekarno juga sempat “berguru” kepada tokoh pergerakan nasional yang sering dianggap bapak bangsa, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, di rumah kos legendarisnya, di kawasan Paneleh, Surabaya.
Bukan hanya Soekarno, penghuni kos di rumah Tjokroaminoto diantaranya tokoh Partai Komunis Indonesia, Musso, Semaoen, dan Darsono; juga tokoh Negara Islam Indonesia SM Kartosoewirjo.
Namun, kemungkinan lain Orde Baru berusaha menjauhkan Soekarno dari kota sebagai pusat politik.
Dugaan itu terlihat dari keputusan untuk memakamkan Soekarno di Blitar, dan bukan di Bogor seperti kemauan Soekarno.
Selain itu, menurut Peter Kasenda, pemerintahan Orde Baru ingin menghilangkan pengaruh politik Bung Karno pasca dia meninggal.
Karena, bila dimakamkan di Bogor yang berdekatan dengan Jakarta. Tentu sja akses untuk ziarah dan mencari pengetahuan tentang Bung Karno lebih mudah.
Dan itu berpotensi membangun kekuatan politik.
Karena alasan itulah pemerintahan Orde Baru.
“Ini juga pembelokan sejarah. Sebenarnya pemerintah Orde Baru bertujuan menjauhkan Bung Karno dari kekuasaan di Jakarta,” ujarnya.
Berikut Kumpulan kata kata mutiara Sukarno terkait Pancasila yang dikutip Tribunnews yang dilansir dari Buku Kumpulan Kata-Kata Mutiara Kesejarahan (2010) yang diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Nilai Sejarah:
- Ada orang berkata, pada waktu Bung Karno mempropagandakan Pancasila, pada waktu itu ia menggalinya kurang dalam. Tapi saya terus terang katakan. “Saya menggalinya dari empat saf: Saf pra Hindu, saf Hindu, saf Islam, dan saf lmperialis.”
- Bakat persatuan, bakat “Gotong Royong” yang memang telah berurat berakar dalam jiwa Indonesia, ketambahan lagi daya penyatu yang datang dari azas Pancasila.
- Dengan “Bhinneka Tunggal Ika” dan Pancasila, kita prinsipil dan dengan perbuatan, berjuang terus melawan kolonialisme dan imperialisme di mana saja.
4. I am not a maker of Pancasila. I am not a creator of Pancasila. I merely put into words some feelings existing among people, to which I gave the name of Pancasila.
I dug in the ground of the Indonesian people and I saw in the heart of the Indonesian nation that there were five feelings there …. I formulated what we know to day as Pancasila.
I merely formulated it because these five feelings had already lived for scores of years, even hundreds of years in our innen most hearts.
5. (1) Pancasila, as the sublimation of Indonesia’s unity of soul; (2) Pancasila, as the manifestation of the unity the Indonesian nation’s and territory; (3) Pancasila, as WELTANSCHAUUNG in the Indonesian nation’s way of life, nationallity and internationally.
- Pancasila kecuali suatu Weltanschauung adalah alat pemersatu, dan siapa tidak mengerti perlunya persatuan dan siapa tidak mengerti bahwa kita hanya dapat merdeka dan berdiri tegak merdeka jikalau kita bersatu, siapa yang tidak mengerti itu, tidak akan mengerti Panca Sila.
- Saya berjuang sejak tahun 1918 sampai dengan 1945 sekarang ini untuk Weltanschaung. Untuk membentuk Nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri kemanusiaan, untuk permusyawaratan, untuk socialrecht- vaardigheid, untuk Ketuhanan. Pancasila itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya berpuluh tahun.
- “Sesuatu” itu kami namakan “Pancasila”, ya “Pancasila” atau Lima Sendi Negara kami. Lima Sendi / Dasar tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto komunis ataupun Declaration of Independence. Declaration of Independence memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami.
Dan memang tidak mengherankan bahwa paham-paham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional.
Telah terbit dengan judul KUMPULAN Kata Kata Mutiara Sukarno: 6 Juni Sejarah Hari Lahir Ir Soekarno
KUMPULAN Kata Kata Mutiara Sukarno: 6 Juni Sejarah Hari Lahir Ir Soekarno
KUMPULAN Kata Kata Mutiara Sukarno: 6 Juni Sejarah Hari Lahir Ir Soekarno
KUMPULAN Kata Kata Mutiara Sukarno: 6 Juni Sejarah Hari Lahir Ir Soekarno
KUMPULAN Kata Kata Mutiara Sukarno: 6 Juni Sejarah Hari Lahir Ir Soekarno