PONTIANAK, KALBARSATU.ID – Pengamat hukum Kalimantan Barat Herman Hofi Munawar turut memberikan komentar atas penggagalan penyelundupan rotan ilegal sebanyak 100 ton yang baru saja dilakukan oleh tim gabungan Bea dan Cukai baru-baru ini.
Menurut Herman, kejadian itu menunjukkan lemahnya pengawasan oleh aparat di jalur perairan sehingga sangat rawan menjadi lokasi penyelundupan.
“Ini menunjukkan lemahnya pengawasan kita. Sebenarnya instrumen kita sudah ada. Kita punya Badan Keamanan Laut atau Bakamla. Kemudian di sungai kita punya Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud). Jadi sebetulnya sudah banyak instrumen pengawasan. Hanya tinggal optimalisasi pengawasan saja.”
“Mungkin kuantitas atau jumlah yang relatif kecil kalau dibandingkan dengan ruang yang harus diawasi. Kita kan sebagian besar air, harusnya keamanan laut harus ditingkatkan. Saya pikir itu yang sangat penting sekali,” kata Herman saat diwawancarai via telepon, Sabtu (27/3/2021) pagi.
Selain lemahnya pengawasan, Herman menilai seringnya terjadi penyelundupan melalui jalur air karena lemahnya koordinasi antarinstansi terkait. Ia menyebut instansi pemerintah yang berwenang menangani wilayah perairan lebih banyak berjalan sendiri-sendiri tanpa pernah berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi program.
Di samping itu, instansi terkait juga lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan rutin tanpa pernah memikirkan aksi konkret untuk meningkatkan pengawasan supaya penyelundupan tidak kembali terjadi.
“Sehingga ini perlu adanya sinkronisasi dan koordinasi. Saya melihat kita ini sangat lemah dalam koordinasi. Instansi kita banyak yang berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dan sinkronisasi dan tidak punya program aksi yang lebih konkret.”
” Yang ada hanya rutinitas-rutinitas saja tanpa ada evaluasi secara komprehensif sehingga betul-betul progres dalam rangka pengawasan ini lebih ditingkatkan,” jelasnya.
Herman mengatakan bahwa kejadian ini harus menjadi perhatian bersama agar tidak terulang di kemudian hari. Ia turut mengingatkan pemerintah daerah agar menjadikan kejadian ini sebagai alarm karena bukan hal mustahil rotan-rotan dan hasil alam lain yang berasal dari Kalbar juga akan diselundupkan pula ke negara lain.
“Mestinya ini bukan persoalan kepabeanan saja. Ini adalah persoalan pemerintah daerah. Walaupun rotan itu bukan datang dari Kalbar, tetapi ini merupakan starting point. Harus jadi titik sentral untuk memiikirkan lebih lanjut bahwa di wilayah Kalbar ini juga banyak yang diselundupkan, baik melalui air maupun darat,” ujarnya.
Terkait dengan pengawasan, Herman meminta aparat untuk tidak memusatkan perhatian pada pelabuhan-pelabuhan resmi semata. Pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan tikus dinilai Herman juga perlu dilakukan. Bahkan kata dia, pengawasan di pelabuhan tikus perlu diperketat karena lokasi pelabuhan nonformal itu dinilainya sangat rawan menjadi pintu penyelundupan.
Luasnya wilayah perairan Indonesia dikatakan Herman membuat potensi penyelundupan juga semakin besar. Oleh sebab itu, diperlukan pemetaan secara komprehensif terhadap lokasi-lokasi yang kerap terjadi penyelundupan.
“Banyak sekali pelabuhan tikus makanya perlu pemetaan secara komprehensif. Pemerintah daerah itu kan tahu mana pelabuhan tikus mana yang bukan. Tidak mungkin pemerintah tidak bisa menguasai wilayahnya. Dinas perhubungan kita punya dan lain sebagainya kita punya.”
“Kenapa tidak disinkronkan dengan mengoordinasikan dengan Bakamla dan instansi lain sehingga ada penguatan dalam melakukan pengawasan.”
“Saya pikir Bakamla lebih pahamlah bagaimana memetakan tempat-tempat yang memang ada kecenderungan ada penyelundupan di situ. Kalau begini terus, saya bisa pastikan penyelundupan akan luar biasa. Ini sebenarnya sudah terjadi sih sebenarnya cuma tidak terekspos saja,” tandasnya. #