KALBARSATU.ID — Koordinator Bidang Pengembangan Penelitian Isu Politik Himapol FISIP UNTAN, Aldi Mayung Sera, menilai sikap Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji yang mempermasalahkan dan melapor seorang peserta demonstrasi ke kepolisian atas ucapan yang dilontarkannya pada aksi 10 November 2020 kemarin sebagai suatu bentuk arogansi.
“Layaknya pemimpin yang baik, Posisi seorang Gubernur harusnya menjadi panutan dan harus memaafkan serta memancing simpati, bukan memancing konflik yang luas. Terlebih laporan tersebut hanya didasarkan pada dirinya yang dicaci maki oleh pendemo,” sebutnya.
Sebagai seorang kepala daerah, sangat di sayangkan bagi seorang gubernur untuk memperpanjang masalah ucapan yang dilontarkan oleh peserta yang berorasi dalam demo tersebut bahkan sampai dibawa ke kepolisian.
“Terlebih setelah diketahui bahwa status peserta demo tersebut ternyata masih pelajar dan berumur sekitar 17 tahun,” ujarnya.
Seharusnya sudah cukup dengan memberikan sanksi sosial terhadap siswa yang bersangkutan, bukan malah dengan memperpanjang masalah sampai ke ranah hukum. Jika masih dibawah umur sebaiknya diserahkan kepada sekolah dan orang tua untuk dibina, tidak perlu diadukan ke polisi.
“Aksi demonstrasi yang digelar kembali tanggal 10 November sebagai tindak lanjut dari mahasiswa yang mempertanyakan sikap gubernur kalbar yang tidak konsisten dengan keputusannya. Dimana pada awalnya gubernur Kalimantan barat telah menyepakati dengan demonstran untuk menolak UU Cipta Kerja,” paparnya.
Namun, katanya, Mahasiswa kecewa ketika ia mengatakan bahwa UU Cipta Kerja cocok di terapkan di Kalimantan barat. Inlah yang dipertanyakan mahasiswa, dimana sikap konsistensinya.
Di tempat yang sama, Koordinator Bidang Pengembangan Penelitian Isu Politik Himapol, Aldi disisi lain juga menyayangkan perkataan yang tak pantas itu dikeluarkan oleh peserta Demo.
“Namun saya juga menyayangkan ucapan yang terlanjur dilontarkan oleh peserta aksi demo tersebut yang sudah diluar tata krama penyampaian pendapat. Sebagai seorang generasi intelektual, tidak seharusnya kata kata tersebut dilontarkan,” katanya.
Kata dia, untuk itu siswa yang bersangkutan perlu dibina lebih lanjut dengan harapan bisa menyadari dan memperbaiki kesalahannya kedepannya, supaya ia belajar tentang etika dalam menyampaikan pendapat dimuka umum.
“Hal ini sebenarnya menyadarkan kita bahwa secara tidak langsung akan rendahnya mutu pendidikan, seperti dalam kasus ini yaitu penerapan moral dan etika ketika menyampaikan pendapat dimuka umum. Harapannya semoga kedepannya hal ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.(*)