Vaksin Nusantara Anti Covid-19 Tuai Pujian dan Epidemiolog UI Meragukan. Baca selengkapnya dibawah ini
JAKARTA, KALBARSATU.ID — Kabar baru terkait Vaksin anti Covid-19. Vaksin anti Covid-19 dinamai Vaksin Nusantara.
Vaksin Nusantara anti covi-19 itu kabarnya dikembangkan oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Dikutip dari Republika.co.id, Pengembangan Vaksin Nusantara, vaksin Covid-19, yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan (Menkes) RI dr Terawan Agus Putranto menuai polemik.
Vaksin yang baru-baru ini dipublikasikan sudah uji klinis pertama itu didukung juga diragukan dan dikritik.
Peneliti Vaksin Fakultas Kedokteran (FK) Undip dr Yetty Movieta Nency SpAK IBCLC meminta semua pihak untuk mengedepankan husnuzan.
Ia mengajak publik lebih bijak dan berpikir positif dalam menyikapinya.
Sebagai bagaian dari pengembangan Vaksin Nusantara, Yetty mengungkapkan, apa yang dilakukan tim Vaksin Nusantara merupakan bagian dari ikhtiar bersama untuk membantu pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19.
Terlebih, saat ini, masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia sedang menghadapi pandemi.
“Alangkah baiknya jika saling encourage (mendorong) satu sama lain, saling dukung, positive thinking, melakukan yang terbaik dan berupaya semaksimal mungkin,” katanya, Kamis (18/2) malam.
Menurutnya, untuk mengentaskan Covid-19, pemerintah tidak bisa sendiri, seluruh komponen bangsa harus saling mendukung. Pemerintah bekerja keras mencari vaksin, mengatur vaksinasi bertahap, tak lain karena ketersediaan vaksin.
Ia juga mengungkapkan, semua pihak harus bisa memahami segala aktivitas untuk meluncurkan vaksin bagi kebutuhan kesehatan manusia, harus melalui uji klinis yang bertahap.
Hal itu harus dilakukan dengan tujuan, yang pertama, tentu harus dipastikan terlebih dahulu bahwa obat atau vaksin tersebut safety (aman). Setelah aman, maka yang kedua baru memastikan efikasinya atau manfaatnya.
Prosedur itu berlaku untuk semua uji klinis, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara mana pun. “Semua harus lulus uji klinis, baik yang pertama, kedua, sampai dengan uji klinis yang ketiga,” lanjutnya.
Di Indonesia, ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang diberikan kewenangan oleh negara mengevaluasi obat dan makanan sebelum diberikan izin edarnya.
Tujuannya, untuk memastikan apakah penelitian, termasuk uji klinis tersebut berjalan dengan baik dan benar, sesuai dengan tujuannya, tidak membahayakan, dan seterusnya.
Perlakuan itu bukan hanya untuk Vaksin Nusantara, tapi juga vaksin yang lain.
Fase pertama adalah mengevaluasi keamanan suatu produk serta imunogenisitas atau efikasi, tapi dalam jumlah yang sangat sedikit, karena baru uji yang pertama kali. Sehingga subjeknya tidak boleh banyak.
“Pada fase ini Vaksin Nusantara hanya mengambil subjek 27 untuk melihat aspek keamanannya,” jelas Yetty.
Uji klinis fase kedua, lanjutnya, sebenarnya mirip fase pertama, namun subjeknya lebih banyak. Rencananya, untuk uji klinis fase kedua, Vaksin Nusantara akan mengambil 180 subjek.
Pada fase kedua tersebut selain keamanan juga mulai menilai efikasi. Termasuk, mulai menghitung dosis mana yang harus digunakan, bagaimana cara pemberian dan penyuntikannya. Upaya itu namun dibatasi hanya untuk 180 subjek.
Pada uji klinis fase ketiga subjeknya jauh lebih besar lagi. Karena akan melihat keamanan dan efikasi vaksin tersebut secara luas, melihat efek-efek samping yang jarang dan sampelnya bisa sampai puluhan ribu dan rencananya nanti akan sampai 1.600 subjek.
“Semua tahapan itu yang mengawasi secara keseluruhan adalah BPOM RI. Pun demikian yang berwenang mengeluarkan izin uji klinis serta izin edar juga BPOM RI,” tegasnya.
Sebagai peneliti, Yetty menyampaikan, tugasnya adalah melakukan penelitian yang terbaik dan sesuai dengan tata laksana uji klinis yang benar. Biarkan otoritas yang berwenang yang akan menilai, apakah nantinya layak dilanjutkan, layak diedarkan atau tidak.
Terkait dengan tanggapan atau komentar dari berbagai pihak, Yetti menyikapinya dengan mengembalikan kepada otoritas yang berwenang. Karena di dalamnya juga ada ahli yang independen dari campur tangan dari manapun.
Masyarakat, lanjutnya, harusnya juga mendukung. Karena pengembangan vaksin ini sebagai tanggung jawab moral sebagai anak bangsa. Bagaimana bersama-sama mengentaskan problem pandemi ini.
Ia mencontohkan Vaksin Sinovac. Pada saat masuk ke Indonesia vaksin tersebut juga harus melalui tahapan uji klinis yang sama. Setelah BPOM RI memberikan persetujuan, MUI menerbitkan sertifikat halal baru rilis dan bisa digunakan.
Vaksin Nusantara, dikatakannya, sudah dikerjakan sejak lama. Hasil penelitian juga disebutnya transparan. Pengamat vaksin atau masyarakat umum bisa mengikuti perkembangan vaksin apa pun di situs clinicaltrials.gov.
Semua penelitian yang berkualitas akan tercatat di sana mulai metodenya, dilakukan di mana, tujuannya, cara, semua dijelaskan lengkap. Bahkan, untuk Vaksin Nusantara, lanjut Yetty, juga sudah menyampaikan laporan ke WHO.
“Jadi, kalau dilihat dari awal sudah kami penuhi. Termasuk juga berkomunikasi terus dengan BPOM RI,” katanya
Vaksin Nusantara dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro di Semarang, RSUP Dr Kariadi, Rama Pharma, AIVITA Biomedical, dan diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.
Yang terbaru, pengembangan vaksin dengan nama AV-Covid-19 tersebut telah memasuki uji klinis tahap kedua, setelah sebelumnya lolos uji klinis tahap pertama (untuk keamanan dan kemampuan imunitas).
Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengaku mendukung pengembangan vaksin yang dilakukan di Jawa Tengah tersebut.
Seperti halnya GeNose buatan Universitas Gadjah Mada (UGM), jelasnya, kalau vaksin tersebut nanti dinyatakan telah lolos uji klinis hingga tuntas, Pemprov Jawa Tengah juga siap menggunakannya untuk masyarakat.
“Tentu saya siap dan mendukung penuh, kalau nanti itu sudah tuntas tahapan uji klinisnya, seperti GeNose dulu, kami siap menggunakannya,” tegas gubernur.
Ia juga menyampaikan, Pemprov Jawa Tengah tidak hanya menunggu sampai selesai dalam memberikan dukungan. Namun, juga siap memberikan dukungan guna mempercepat proses pengembangan Vaksin Nusantara tersebut.
Kalau selama ini proses penelitian dan pengembangan vaksin tersebut masih terbatas di Undip dan RSUP Kariadi, gubernur juga siap untuk memfasilitasi tempat lain guna mempercepat proses risetnya.
“Kalau seandainya butuh tempat lain untuk fasilitas penelitian, Pemprov Jawa Tengah punya tujuh rumah sakit umum yang bisa digunakan dan saya akan mengizinkan semuanya,” lanjut Ganjar Pranowo.
Dukungan penuh itu, masih kata gubernur, akan diberikan karena Vaksin Nusantara adalah karya anak bangsa dan pengembangannya dilakukan di Jawa Tengah. Maka sudah semestinya diberikan dukungan secara penuh agar proses riset AV-Covid-19 bisa tuntas lebih cepat.
“Menurut saya ini sangat penting untuk dikawal, saya sudah ketemu dengan Pak Terawan dan dari ceritanya, metode dan metodologi penggunaannya, vaksin ini proyeksinya jauh lebih aman,” tegasnya.
Karena, masih jelas Ganjar, sampel dari Vaksin Nusantara tersebut diambil dari orang Indonesia. Sehingga setidaknya ada karakter yang khas dari orang Indonesia dan DNA nya juga tidak jauh berbeda.
Vaksin Nusantara merupakan vaksin personal berbasis sel dendritik dan diklaim sebagai yang pertama di Indonesia. Cara kerja vaksin ini adalah, calon penerima vaksin akan diambil darahnya, ambil sel darah putihnya dan sel dendritiknya.
Setelah itu, sel dendritik autolog dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-CoV-2. Sel dendritik yang telah mengenal antigen tersebut akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.
Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan (kekebalan) memori terhadap SARS-CoV-2.
Vaksin Nusantara juga sedang diproses evaluasinya oleh BPOM. Kepala Subdirektorat Penilaian Uji Klinik dan Pemasukan Khusus BPOM, Siti Asfijah Abdoella, mengakui hal tersebut.
Ia mengatakan BPOM memproses evaluasi data hasil uji klinis fase 1 Vaksin Nusantara yang telah diserahkan oleh peneliti antivirus terkait. Siti mengatakan vaksin tersebut dapat berlanjut pada uji klinis fase 2 apabila kriteria fase 1 terpenuhi. Terutama terkait keamanan, khasiat dan mutu produk farmasi.
“Kami sedang berproses untuk evaluasi data hasil uji klinik fase 1 yang kemarin diserahkan oleh penelti. Untuk bisa lanjut ke uji klinik fase 2 harus dipastikan uji klinis 1 memenuhi persyaratan dan ketentuan,” katanya, kemarin.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, namun meragukan Vaksin Nusantara. Pandu menyebut klaim penemuan Terawan bukan sebuah vaksin covid-19.
“Itu lah akal-akalannya Terawan. Terawan diam-diam memaksakan vaksin, sebenarnya bukan vaksin tapi metode yang biasa dipakai mengobati kanker,” ujar Pandu.
Pandu mengatakan Terawan terkesan memaksakan keinginannya dalam pengembangan Vaksin Nusantara dengan kewenangannya sebagai Menkes saat itu. Menurut Pandu, Balitbangkes dan Komite Etik tak dapat berbuat banyak lantaran Terawan memanfaatkan posisinya sebagai menteri.
“Persetujuan etiknya perlu ditanya dari mana, kalau bukan dari Balitbangkes itu pasti tidak benar. Dia menyalahgunakan wewenang sebagai Menkes,” ucap Pandu.
Pandu melihat Terawan begitu ambisius untuk merealisasikan proyek mercusuarnya tersebut hingga detik terakhir menjabat sebagai Menkes. Pandu berharap masyarakat tidak mudah percaya dengan klaim-klaim sepihak Terawan yang belum teruji kebenarannya.
“Dia selama ini tidak bisa dipercaya. Presiden saja sudah tidak percaya lagi,” ungkap Pandu.
Petugas kesehatan memberikan pengarahan dan evaluasi kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Petugas kesehatan memberikan pengarahan dan evaluasi kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Pandu berharap pemerintah bersikap tegas atas klaim sepihak Terawan yang dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. Pandu menilai pemerintah juga harus menelusuri apabila adanya penggunaan dana publik dalam penelitian tersebut.
“Harus ditelusuri apakah seusai dengan prosedur. Itu harus berdasarkan persetujuan BPOM, ini harus dievaluasi, apakah ada pelanggaran etika dan harus dihentikan jika memang ada,” kata Pandu menambahkan.#
Baca juga Mengenal Hermawansyah