PONTIANAK, KALBAR SATU – Baru-baru ini Wakil Ketua Kadin Kalimantan Barat, Rudyzar Zaidar Mochtar sampaikan terkait hambatan dalam mengekspor produk kehutanan.
Dikutip dari Antara, kata dia, hambatan berhubungan dengan adanya Permenhut No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
“Dengan adanya Permenhut No. 106 Tahun 2018, maka pemerintah membatasi ekspor kayu wangi-wangian, tetapi di satu sisi terkesan membolehkan menebang pohon,” kata Rudyzar Zaidar Mochtar saat dihubungi di Pontianak, Minggu 19 Desember 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Kapolri Mutasi 7 Kepala Kepolisian Daerah, Termasuk Kapolda Kalbar
Namun untuk ekspor buah pohon itu, kata dia, tetap dilarang, hal itu terjadi pada buah tengkawang yang komoditas andalan Provinsi Kalimantan Barat.
Dikatakan dia, dampak pembatasan ekspor kayu wangi-wangian dalam bentuk apa pun “mematikan” eksportir lokal yang ada di Kalbar, namun eksportir nasional atau eksportir besar malah diuntungkan dengan aturan itu.
“Sehingga kami melihatnya aturan itu lebih memihak pengusaha besar, sementara pengusaha kecil dan lokal akan semakin terjepit atau ada kesan monopoli dalam hal ini,” ungkapnya.
Baca Juga: Polresta Pontianak Kota Terima Kunjungan Ketua Bhayangkari Kalbar
Lalu dia juga mencontohkan Permenhut No. 106 Tahun 2018 berdampak sebanyak 48 eksportir kayu wangi-wangian di Kalbar menjadi tidak mempunyai kuota untuk ekspor atau sekarang menjadi 12 eksportir yang punya kuota ekspor.
“Artinya verifikasi yang dilakukan jajaran KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) tidak benar,” katanya.
Baca Juga: Harga TBS Sawit di Kalbar Capai Rp3.345,10 per Kg
Banyak eksportir Kalbar, sebut dia, yang mempunyai gudang dan memenuhi persyaratan mengekspor kayu wangi-wangian malah tidak ada kuota untuk ekspor.
“Karena proses verifikasi KLHK tidak melibatkan instansi vertikal di tingkat provinsi, seperti BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) ataupun instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar,” katanya.
Kata dia, hanya ada dua asosiasi pemilik kuota boleh mengekspor kayu wangi-wangian, hal itu terjadi dampak verifikatornya tidak paham kondisi di lapangan.
“Parahnya lagi, eksportir malah tidak punya gudang di Kalbar, kalau ada hanya untuk mengelabui petugas verifikator.”
“Sementara eksportir Kalbar yang sudah puluhan tahun bergelut di bidang eksportir dan mempunyai gudang yang luasnya sekitar 5.000 meter persegi malah tidak mempunyai kuota untuk ekspor kayu wangi-wangian,” ujarnya.
Seharusnya, imbuh dia, perdagangan membuka diri, seperti verifikasi tidak hanya dari Jakarta, tetapi minimal melibatkan instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar sehingga eksportir yang lolos memang benar-benar eksportir.
Selain itu, ditambahkan Rudizar, seharusnya KLHK bisa berkaca pada Permendag No. 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor yang salah satunya membolehkan ekspor kopi serta mempermudah semua eksportir untuk mengekspor komoditas tersebut.##