KALBARSATU.ID – Nasib tak ada yang tahu, himpitan ekonomi dan tuntutan kenyataan kadang memilih keputusan yang tak diinginkan.
Mungkin inilah yang dialami salah satu siswi pelajar SMP di Pontianak, ia rela menukar masa depannya untuk mendapat sebuah HP.
Gadis yang baru berusia 15 tahun di Kota Pontianak itu masuk ke kubangan prostitusi. Ironisnya, itu ia dikerjakan untuk memperjuangkan pendidikan di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut pengakuannya si gadis, kata KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Iskak ia harus memiliki smartphone dan kuota untuk belajar daring (online).
Namun karena himpitan ekonomi keluarga, iapun tak bisa memiliki HP tersebut.
Ayah si gadis itu hanya tukang bangunan dan ibu hanya penjual gorengan. Di masa pandemi ekomoni keluarga sangat terganggu hanya mengandalkan pendapatan dari sang ibu sebesar Rp20-30 ribu.
“Saya mau apa. Hp saya tidak punya, sementara mau belajar online harus beli kuota Rp50-100 ribu, saya tak punya uang,” sebut Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati Iskak menirukan cerita Bunga, Selasa (15/12/2020).
Bermula dari itu lah, siswa SMP di Kota Pontianak kemudian mencari pekerjaan. Niat membantu ekonomi keluarga dan kebutuhannya tercapai.
Sayang, memilih jalan yang salah ia bertemu teman-teman yang juga terlibat prostitusi online. Dari teman-teman dia mengenal pekerjaan melayani pria hidung belang.
“Kok kau bisa dapat duet beli hp? Gini caranya. Akhirnya nih dicarikan tamu, sampai tiga tamu. Hasilnya dia bisa beli hp second,” lanjut Eka.
Merasa keenakan mendapat rupiah dengan mudah. Lambat laun niat belajar dia berubah. Hanphone yang dibeli dipakai menjual diri sendiri melalui aplikasi Michat.
Akhirnya di bulan kemaren dia terjaring razia di salah satu hotel Pontianak.
“Setelah punya hp niat mau belajar lupa. Dia lalu menawarkan diri sendiri.lewat aplikasi Michat,” terangnya.
Tidak hanya dia, mayoritas anak-anak terkait prostitusi juga berasal dari keluarga dengan ekonomi lemah. Dirinya mengajak semua pihak menjadi pilar keamanan anak.
“Saya minta Pemkot Pontianak membuat regulasi yang tegas. Jangan karena pajak perhotelan, lalu keamanan anak kita terabaikan,” tutupnya.##