Variasi Bercinta dan Hukumnya Dalam Islam
KALBARSATU.ID — Dalam Islam manusia telah diatur dengan peraturan yang baik dan benar. Baik itu mengenai pekerjaan, ibadah, makan, adab mencari ilmu, mencari pasangan hidup, dan lain sebagainya. Nah di artikel ini berisi tentang aturan berhubungan suami-istri dan hukumnya yang telah dikutip dari NU online.
Sebagai seorang istri adalah untuk melayani suaminya. Seorang istri, sebagai mana telah diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 223 disebutkan bahwa seorang istri ialah sebagai lahan yang boleh ditanami apapun oleh suaminya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski demikian, bukan berarti sang suami bebas memperlakukan semaunya. Dalam Islam juga telah mengatur bagaimana tata norma kehidupan suami dengan istrinya.
Seperti halnya etika akan berhubungan intim. Dalam kitab “uqudul lujain” mengenai cara-cara saat akan melakukan hubungan seksual suami istri.
Namun di zaman sekarang ini informasi sudah sangat mudah ditemukan dan cepat sekali, sehingga perilaku manusia mudah untuk terpengaruhi oleh dunia luar. Salah satunya ialah dalam melakukan variasi gaya dalam berhubungan seksual suami istri.
Mereka telah banyak menemukan informasi mengenai variasi gaya saat melakukan hubungan seksual dari berbagai sumber-sumber, ketika menemukan informasi mengenai variasi gaya seksual tentunya akan ada keinginan untuk menerapkannya saat berhubungan seksual.
Jika keadaan ini bisa saling dipahami oleh pasangan suami istri, tentunya tidaklah ada masalah. Namun jika keadaan ini terjadi oleh keinginan sebelah pihak pastinya akan menimbulkan perkara diantara pasangan suami istri tersebut.
Lalu, bagaimanakah hukumnya jika seorang istri menolak keinginan sang suami dalam melakukan variasi gaya seksual? Apakah istri tersebut dikategorikan melakukan pembangkangan (nusyuz) terhadap sang suami ?
Istri yang menolak permintaan sang suaminya untuk melakukan variasi gaya berseksual tidaklah dikategorikan membangkang (nusyuz, dalam ilmu fiqih mengakibatkan suami mempunyai hak untuk memberhentikan memberi nafkah kepada sang istri).
Sebab pada dasarnya kewajiban seorang istri dalam melayani hubungan seksual dengan suaminya adalah sewajarnya saja.
Terkecuali jika suaminya tersebut tidak bisa mengeluarkan sperma tanpa variasi yang diinginkannya atau akan mengakibatkan terjadi hal lain, jika dengan keadaan begitu maka bagi sang istri dalam memenuhi permintaan suaminya adalah wajib hukumnya. Selama variasi gaya tersebut masih dalam kewajaran.
Misalnya dengan beberapa gaya (jurus cakar elang, harimau menerkam dan lain sebagainya) atau hanya sekedar dengan bermain-main dengan tangan dan jari-jari di wilayah mister v, atau mempergunakan tangan istrinya untuk memainkan dzakar atau lain-lainnya.
Namun, jika variasi tersebut telah melanggar norma-norma agama, maka dengan begitu tidak ada kewajiban bagi sang istri untuk menuruti permintaan suaminya. Misalnya dengan menggunakan jalur belakang sang istri (dari lubang dubur).
Demikianlah dari keterangan kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam Al Fatawy Al Fiqhiyyah Al Qubra karangan Ibnu Hajar Al Haytami.##