DEEP Kritik Keras Sikap Wakil Ketua DPR Cucun Syamsurijal soal “Ketok Palu MBG”

Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati
Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati. Foto/istimewa.

KALBAR SATU ID – Kontroversi pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, menilai pernyataan tersebut tidak hanya meremehkan partisipasi publik, tetapi juga menunjukkan kecenderungan gaya kepemimpinan yang otoriter.

Pernyataan Cucun yang menyebut persoalan MBG bisa diselesaikan hanya dengan “ketok palu” dianggap sebagai simbol pengabaian terhadap kompleksitas kebijakan publik yang berbasis pada riset, data, serta kebutuhan masyarakat. Respons publik memuncak menjadi gelombang penolakan dan krisis kepercayaan.

Bacaan Lainnya

Big Data Ungkap Dominasi Sentimen Negatif

DEEP Intelligence Research melakukan pemantauan terhadap pemberitaan dan percakapan di berbagai kanal media sejak 15–18 November 2025 pukul 09.27 WIB. Hasilnya memperlihatkan:

Baca juga: DEEP: Soeharto Pahlawan Nasional, Antara Bapak Pembangunan dan Luka Sejarah

49% sentimen negatif

44% sentimen positif

7% sentimen netral

Di media sosial, reaksi publik juga terbagi berdasarkan platform:

X: Positif 44%, Netral 13%, Negatif 44%

Facebook: Positif 15%, Netral 38%, Negatif 48%

Instagram: Positif 7%, Netral 54%, Negatif 39%

YouTube: Positif 11%, Netral 29%, Negatif 59%

TikTok: Positif 75%, Netral 0%, Negatif 25%

DEEP menilai tingginya sentimen negatif di sebagian besar platform menunjukkan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap gaya komunikasi para pejabat negara. Sementara sentimen positif di TikTok dipicu oleh maraknya konten berisi permohonan maaf.

DEEP: Kekuasaan Tidak Bisa Disederhanakan Jadi “Ketok Palu”

Dalam pernyataan resminya, DEEP menegaskan bahwa ucapan Cucun berbahaya karena menyiratkan cara pandang bahwa penyelesaian masalah negara cukup dilakukan melalui prosedur formal tanpa mempertimbangkan partisipasi publik atau komponen teknis seperti aspek gizi dan kesehatan.

“Ini adalah manifestasi paling jelas dari otoritarianisme politik,” tegas Neni Nur Hayati, Selasa (18/11/25).

Baca juga: Video Neni DEEP Indonesia Tanggapi Usulan Hasto PDIP Proporsional Tertutup di RUU Pemilu

DEEP menilai bahwa pernyataan tersebut:

mengancam citra DPR,

merendahkan martabat demokrasi,

mengikis legitimasi politik,

serta memperlebar jarak antara elite dengan rakyat.

Tuntutan DEEP Kepada Partai Politik dan DPR

DEEP Indonesia mendorong adanya langkah tegas dari partai politik maupun DPR RI. Adapun tuntutan yang disampaikan meliputi:

1. Partai politik harus memberikan sanksi internal dan memastikan elite politiknya memiliki pemahaman memadai mengenai isu teknis (kesehatan/gizi) sebelum berbicara di ranah publik serta memperbaiki komunikasi publik dengan mengedepankan empati kepada rakyat

2. Kami menuntut DPR RI, melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD), untuk memeriksa pernyataan tersebut karena merusak wibawa lembaga legislative dan mendesak DPR mewajibkan Pemerintah merilis dokumen kajian ilmiah sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas

3. Tingginya sentimen negative baik itu dalam pemberitaan di media mainstream ataupun percakapan di media sosial adalah sinyal bahwa publik yang semakin cerdas dan melek data telah menolak gaya kepemimpinan yang otoritarian. Rakyat menuntut kualitas dan akuntabilitas yang tinggi. Pernyataan yang meremehkan kompleksitas masalah negara hanya akan mempercepat erosi legitimasi politik dan meningkatkan jarak antara elite dengan rakyat.

4. Penyampaian permohonan maaf kepada publik tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan konsistensi antara kata dan perbuatan. Maka, DEEP mendesak pejabat publik ketika tidak siap dengan kritik, maka lebih baik mundur.

5. Pembelajaran untuk rakyat, terhadap sosok wakil rakyat yang tidak memiliki kepekaan seperti ini agar dipertimbangkan kembali pada periode pemilu berikutnya.

DEEP Indonesia menegaskan bahwa palu legislasi bukanlah simbol kekuasaan mutlak.

“Penyelesaian masalah bangsa membutuhkan kolaborasi sains, data, dan partisipasi publik, bukan simplifikasi kekuasaan,” tegas Neni.

DEEP mendorong pemerintah untuk mengutamakan integritas program gizi serta memperbaiki tata kelola, alih-alih mempertahankan narasi politik yang dinilai menyesatkan.

Ikuti GOOGLE NEWS atau Join Channel TELEGRAM

Pos terkait

Tinggalkan Balasan