KALBARSATU.ID – Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengatakan budaya perlu dilepaskan dari keagamaan. Salah satu contohnya penggunaan cadar.
Menurut dia, cadar tidak bisa menjadi indikator iman keislaman, karena bukan merupakan ajaran Islam.
“Saya bukan anti cadar, tapi cadar itu kan kebudayaan. Perintah Al-Quran itu menutup aurat, tidak ada menggunakan cadar,” kata Nasaruddin dalam diskusi di kantor Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nasaruddin mengatakan dalam riwayatnya, banyak agama maupun ajaran yang hendak masuk ke Indonesia mengalami proses peng-Indonesiaan. Islam, Kristen, Syiah, Ahmadiyah, termasuk Sunni, kata dia, melalui proses tersebut.
Namun, kata dia, saat ini yang terjadi justru sebaliknya. Fenomena agama dan mazhab dilekatkan dengan budaya negara asal keduanya muncul.
“Akibatnya apa yang terjadi? Ada orang yang mengidentifikasikan sebagai negara saja mazhab itu, padahal sebetulnya kebudayaan lokal setempat. Akhirnya atribut nasional kita itu tersingkir karena dianggap tidak Islami,” kata dia.
Meski demikian Nasaruddin mengaku tak setuju bila orang bercadar dihujat dan diidentifikasikan dengan teroris. Menurut dia, penggunaan cadar adalah hak asasi, sama halnya dengan penggunaan celana cingkrang.
Hanya saja, ia menentang pemikiran apabila penggunaan kedua atribut tersebut disandingkan dengan tingkat iman keislaman.
“Jangan jadi penentu Islam tidaknya seseorang karena atribut. Saya ingin ingatkan sekali lagi bedakan ajaran Islam dan kebudayaan Arab. Tidak identik antara Quran dan tafsir bahkan tidak identik quran dengan terjemahan,” ujarnya. Berita ini dilansir dari Tempo.co