KALBAR SATU ID, PONTIANAK – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 akan digelar dengan tajuk Ceramah Kebangsaan Bersama Gus Muwafiq di Rumah Adat Melayu, Pontianak, pada Rabu (05/11/2025) mulai pukul 19.30 WIB malam. Hal itu langsung disampaikan oleh Guru Besar Prof. Dr. H. Syarif, MA, termasuk menguraikan lima esensi utama yang menghubungkan perjuangan santri masa lalu dengan tantangan bangsa saat ini.
Ketua PWNU Kalbar itu menyoroti betapa pentingnya HSN sebagai wadah refleksi dan penguatan peran santri dalam menjaga keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.
1. Fondasi Sejarah: Dari Resolusi Jihad Menuju Hari Pahlawan
Prof. Syarif mengawali penjelasannya saat diwawancara oleh kalbarsatu.id, Senin (03/11/2025) dengan mengenang jasa-jasa historis ulama dan santri. Beliau menegaskan bahwa peringatan ini adalah momentum untuk mengingat kembali perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Baca juga: Mengenal Syarif Sosok Akademisi Kalimantan Barat
“Kita tidak boleh lupa. Berkat Resolusi Jihad yang dikomandoi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, lahirlah semangat perlawanan yang memuncak pada Perang 10 November 1945. Itulah mengapa Hari Pahlawan Nasional, yang kita peringati setiap 10 November, sangat erat kaitannya dengan ghirah (semangat) perjuangan para santri,” jelas Prof. Syarif, yang juga Rektor IAIN Pontianak.
2. Memperkuat Benteng Kebangsaan dari Paham Transnasional
Tantangan kebangsaan saat ini, menurut Prof. Syarif, sangatlah kompleks dan memerlukan peran aktif ulama serta santri. Ia menyoroti maraknya ideologi transnasional paham yang diimpor dari luar negeri dengan cita-cita mendirikan khilafah sebagai ancaman yang harus diwaspadai.
“Momen Hari Santri ini harus digunakan untuk kembali menguatkan peran kebangsaan. Santri dan ulama, bersama seluruh elemen bangsa, harus memperbarui semangat mengawal NKRI, Pancasila, dan UUD 1945,” tegasnya, menyerukan agar pondasi negara tidak digoyahkan oleh kepentingan asing.
Baca juga: NU Care-LAZISNU Kalbar Salurkan Zakat Fitrah Secara Door to Door di Ambawang Kuala
3. Loyalitas NU Tak Terbantahkan: Bukan Makar, Bukan Kudeta
Syarif juga secara tegas mengingatkan dan memotivasi seluruh elemen bangsa mengenai komitmen abadi Nahdlatul Ulama (NU).
“Kami ingin mengingatkan, sekaligus memotivasi, bahwa santri dan ulama, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama, tidak pernah sepatah kata pun, selangkah kaki pun, dan tak pernah mengucurkan sepeser rupiah pun untuk melakukan makar apalagi kudeta kepada NKRI tercinta ini,” tegas Prof. Syarif, menekankan loyalitas yang final dan mutlak.
4. Menepis Tudingan Pemecah Belah Bangsa
Penegasan loyalitas tersebut sekaligus digunakan untuk menepis tuduhan yang kerap muncul di ruang publik. “Keliru besar jika ada pihak yang menuduh santri dan ulama Nahdlatul Ulama memecah belah persatuan bangsa dalam menyampaikan narasi-narasi dakwahnya. Narasi kami selalu berlandaskan persatuan dan kebangsaan,” tambah Prof. Syarif.
5. Keberagaman sebagai Pemersatu, Bukan Alat Perpecahan
Poin terakhir menggarisbawahi semangat persatuan yang terlihat dari penyelenggaraan acara, yang diusung oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari ormas keagamaan hingga perwakilan etnis di Kalbar.
“Fakta ini membuktikan bahwa keberagaman dan perbedaan bukanlah alat untuk saling menuding, dan bukan alat perpecahan. Justru keberagaman dapat dijadikan media pemersatu bangsa,” tutupnya.
Baca juga: Mengenal Hasyim Hadrawi Sebagai Tokoh NU kalbar
Prof. Syarif memberikan penekanan bahwa sikap melihat perbedaan sebagai ancaman hanya dimiliki oleh pihak yang “kekanak-kanakan” atau belum dewasa pemikirannya (aqil-baligh), yang pada akhirnya justru dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.
									
													





