KALBAR SATU ID, SULTENG– Kuasa Hukum PT Artha Bumi Mining Happy Hayati mengatakan pihaknya akan menuntaskan seluruh perkara terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen tambang yang di lakukan oleh PT Bintang Delapan Wahana.
Kata happy, kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus di tindak lanjutin termasuk pihak-pihak lain yang terlibat. Sebab, lanjutnya, pihaknya telah mengalami kerugian besar karena dalam 10 Tahun terakhir PT Artha Bumi Mining tidak dapat melakukan aktifitas pertambangan.
Happy juga menjelaskan secara rinci terkait kasus tersebut dan telah menyerahkan penyelidikan kepada Bareskrim Polri.
“Sebelumnya Polda Sulteng telah menetapkan satu orang tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen yakni inisial FMI. Namun, saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Polda Sulteng, pada 21 Mei 2025 tersangka FMI tidak memenuhi panggilan polisi karena sedang melaksanakan ibadah haji,” kata Happy dalam keterangan tertulis kepada media.
Happy menyebut, Laporan dari PT Artha Bumi Mining Mining ke Polda Sulteng sudah masuk sejak tanggal 13 Juli 2023 dengan dugaan adanya dugaan pemalsuan dokumen perizinan Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tentang Penyesuaian IUP Operasi Produksi.
“Kami berharap pihak berwajib menanggapi dan menindaklanjuti kasus ini secara serius, profesional, dan tidak ada upaya perlambatan penyidikan,” harapnya.
Kronologi Kasus Pemalsuan Dokumen Izin Tambang
Diketahui, Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1498/30/DBM/2013 Perihal Penyesuaian IUP OP tanggal 3 Oktober 2013, sebagaimana menjadi dasar terbitnya Surat Keputusan Keputusan Bupati Morowali Nomor : 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tertanggal 7 Januari 2014 tentang persetujuan penyesuaian IUP OP kepada PT Bintangdelapan Wahana, pernah di dalilkan oleh PT. Bintangdelapan Wahana dalam sengketa tumpang tindih wilayah IUP di PTUN Palu sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan TUN Palu Nomor 21/G/2016/PTUN.PL, tanggal 21 Desember 2016 dan dalam Putusan Pengadilan TUN Palu Nomor 25/G/2016/PTUN.PL, tanggal 22 Februari 2017.
PT. Artha Bumi Mining mengetahui Surat Dirjen Minerba No. 1498/30/DBM/2013 Perihal Penyesuaian IUP OP tanggal 3 Oktober 2013, palsu adalah ketika PT. Morindo membuat Laporan polisi.
Dengan mengetahui hal tersebut PT. Artha bersurat kepada Dirjen Minerba untuk mengkonfirmasi hal tersebut dan memperoleh informasi melalui Surat Dirjen Minerba Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017 yang pada pokoknya menyatakan surat nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tidak teregister.
Meskipun Dirjen Minerba telah menyadari bahwa IUP PT. Bintangdelapan Wahana diduga terbit berdasarkan dokumen palsu, namun sengketa tumpang tindih WIUP tetap berlanjut hingga terbit Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 540/688/IUP-OP/DPMPTSP/2018 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bintangdelapan Wahana tanggal 19 Desember 2018 dalam rangka melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 151 K/TUN/2018, tanggal 29 Maret 2018.
Terbitnya Putusan 151 K/TUN/2018, masih menyisakan persoalan tumpang tindih WIUP antara PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintangdelapan Wahana, sehingga untuk memperoleh kepastian mengingat saat itu telah diketahui terhadap IUP PT. Bintang Delapan Wahana terbit berdasarkan atas dokumen palsu, PT. Artha Bumi Mining kembali bersurat kepada Dirjen Minerba memohon rekomendasi penegasan Status IUP PT. Artha Bumi Mining.
Terhadap surat tersebut, Dirjen Minerba menerbitkan Surat Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Nomor 0584/30/DBP.PW/2019 yang menguatkan surat 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017, yang pada pokoknya menyebutkan agar PT. Artha Bumi Mining mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dengan novum Surat Dirjen Minerba Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017.
Pasca mengajukan Peninjauan kembali Mahkamah Agung memenangkan PT. Artha Bumi Mining dalam Putusan 98 PK/TUN/2019, dan menyebutkan terhadap IUP PT. Bintangdelapan Wahana adalah tidak sah sejak awal karena diterbitkan oleh Pejabat pemerintahan yang tidak sah.
Adanya fakta Surat nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 dijadikan novum dalam Putusan 98 PK/TUN/2019, berdasarkan penalaran yang wajar, Mahkamah Agung pasca sengketa TUN No. 98 PK/TUN/2019 dapat diasumsikan telah mengetahui IUP PT. Bintangdelapan Wahana diduga terbit berdasarkan dokumen palsu.
Selanjutnya juga terdapat Surat Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Dan Investasi Republik Indonesia Nomor 027/Deputi6/Marves/III/2021 tertanggal 9 Maret 2021, yang pada pokoknya menyampaikan Kemenkomarinves berpedoman pada surat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tanggal 15 November 2017 dan Surat Dirjen Minerba Nomor 0584/30/DBP.PW/2019 tertanggal 20 Mei 2019, yang sama-sama menyatakan bahwa surat Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tersebut adalah dipastikan palsu dan tidak benar isinya.
Selain itu, pada saat mengajukan kontra memori peninjauan kembali kedua atas Putusan 122 PK/TUN/2021 yang diajukan oleh PT. Bintangdelapan Wahana hingga terbitnya Putusan 6 PK/TUN/2023, terhadap fakta hukum adanya dugaan palsu sebagai dasar terbitnya IUP PT. Bintangdelapan Wahana di wilayah Morowali, juga telah dengan tegas dan jelas disampaikan.
Dengan demikian selama proses pemeriksaan PK oleh Mahkamah Agung hingga terbitnya Putusan 6 PK/TUN/2023, Mahkamah Agung jelas mengetahui dugaan dokumen palsu, terlebih lagi Surat nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 dilampirkan dalam berkas perkara.
Selanjutnya, sengketa tumpang tindih WIUP pasca terbitnya Keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1028/1/IUP/PMDN/2022 tentang Persetujuan Penyesuaian Jangka Waktu Izin Usaha Pertambangan Pada Tahap Kegiatan Operasi Produksi Untuk Komoditas Mineral Logam Kepada PT Artha Bumi Mining tertanggal 07 Juli 2022, PT. Artha Bumi Mining juga dengan jelas dan tegas serta dihadirkan juga sebagai bukti baik dalam sengekta di Pengadilan TUN Jakarta Nomor 415/G/2022/PTUN.JKT tanggal 24 November 2022 maupun sengketa TUN Nomor 372/G/2022/PTUN.JKT tanggal 20 Oktober 2022.
Berdasarkan penjabaran tersebut diatas, terdapat fakta sejak dilakukan peninjauan kembali atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 149 K/TUN/2018 tanggal 29 Maret 2018 di Mahkamah Agung hingga terbit Putusan No. 98 PK/TUN/2019 tanggal 30 Oktober 2019, Mahkamah Agung jelas telah mengetahui adanya fakta dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dalam proses penerbitan IUP PT. Bintangdelapan Wahana. Bahkan Majelis Hakim tingkat pertama dalam perkara Nomor 415/G/2022/PTUN.JKT dan Nomor 372/G/2022/PTUN.JKT juga telah mengetahui adanya fakta hukum tersebut.
Adanya fakta dugaan pemalsuan dokumen dalam proses penerbitan IUP PT. Bintang Delapan Wahana, PT. Artha Bumi Mining telah bersurat kepada Mahkamah Agung yang pada pokoknya menyampaikan perkembangan Laporan Polisi PT. Artha Bumi Mining No. LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng pada 13 Juli 2023, dengan dugaan Pemalsuan dokumen perizinan Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tentang Penyesuaian IUP Operasi Produksi, yang diduga dilakukan oleh petinggi PT. Bintang Delapan Wahana sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHPidana Jo. Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana. Selain itu juga disampaikan Pemberitahuan Penetapan Tersangka.
Berdasarkan Surat Dirreskrimum No. B/256/V/RES.1.9./2024 Ditreskrimum tanggal 13 Mei 2024 perihal Surat Pemberitahuan Penetapan Nama Tersangka an. FMI alias F, dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) No. B/189/V/RES.1.9/2024/Ditreskrimum tanggal 13 Mei 2024, karena FMI alias F diduga telah melakukan tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP.