KALBAR SATU ID – Menanggapi gejolak internal di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalimantan Barat, KOPRI PKC PMII Kalbar menyampaikan sikap tegas. Bendahara KOPRI PKC Kalbar, Jamilah S.H., menilai desakan puluhan pegawai untuk mencopot Kadis Herkulana Mekarryani adalah sinyal serius yang tidak bisa diabaikan.
“Ketika suara mayoritas pegawai mengarah pada bentuk perlawanan terhadap gaya kepemimpinan, ini bukan hanya konflik internal. Ini sinyal keras yang menunjukkan bahwa tata kelola perlindungan perempuan dan anak sedang dalam kondisi tidak sehat,” tegas Jamilah dalam keterangannya, Jum’at (4/7/25).
Sebelumnya diberitakan, sekitar 25 pegawai DPPPA Kalbar mengancam mogok kerja jika Gubernur Kalimantan Barat tidak segera mencopot Kepala Dinas. Mereka menuding Herkulana bersikap arogan, sering melakukan kekerasan verbal, serta bersikap pilih kasih dalam pembagian tugas dan anggaran kegiatan.
Jamilah menekankan bahwa instansi seperti DPPPA seharusnya menjadi ruang aman bagi semua pihak, terutama bagi ASN yang bekerja mengurus isu-isu sensitif tentang perempuan dan anak. Ketika justru muncul laporan dugaan tindakan intimidatif dari pucuk pimpinan, maka yang dirugikan bukan hanya para pegawai, melainkan seluruh sistem perlindungan perempuan dan anak di Kalbar.
“Kami tidak membela siapa pun secara personal. Tapi jika suasana kerja di DPPPA rusak, bagaimana mungkin kita berharap pelayanan terhadap korban kekerasan, anak rentan, atau perempuan marginal bisa berjalan optimal?” ujarnya.
Lebih lanjut, KOPRI PKC Kalbar mendesak Pemerintah Provinsi dan DPRD Kalbar untuk segera membentuk tim evaluasi independen guna menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di internal DPPPA. KOPRI juga menyatakan siap ikut mengawal proses penyelesaian konflik dengan pendekatan yang berpihak pada keadilan dan perlindungan institusional.
“Ini bukan cuma soal pencopotan jabatan. Ini soal menyelamatkan lembaga yang menjadi garda depan dalam isu kemanusiaan perempuan dan anak,” tutup Jamilah.