PONTIANAK, KALBAR SATU – Jumat Tadi Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menyatakan dirinya tak pernah mengeluarkan pernyataan mendukung kebijakan yang dikeluarkan Menteri Agama terkait aturan adzan lewat Toa (pengeras suara toa).
Bahkan dia sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Pontianak tak mempermasalahkan bila adzan dikumandangkan dengan pengeras suara, dan seharusnya keras supaya terdengar oleh umat Muslim sebagai tanda memasuki waktu shalat.
“Hanya yang perlu diperhatikan, meskipun suara adzan yang dikumandangkan keras tetapi harus diatur kualitas suara yang dikeluarkan melalui pengeras suaranya agar lebih baik dan jelas serta waktunya tepat,” ujarnya, Jumat 25 Februari 2022 seperti dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Sistem Informasi Pelayanan Online Kota Cerdas di Pontianak
Suara adzan yang dikumandangkan di masjid, menurut Edi, sebagai ajakan kepada umat Islam melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
Dia menyebut, di Pontianak tercatat setidaknya ada 347 masjid. Saat adzan berkumandang hampir seluruh udara Pontianak terdengar.
Baca Juga: Layanan ‘Hotline Service’ PMI Kota Pontianak Tingkatkan Stok Darah
“Dan ini (adzan) juga yang ditunggu warga kota sebagai tanda panggilan waktu shalat. selama ini tidak ada masalah, khususnya di Kota Pontianak ini terkait suara adzan yang dikumandangkan lewat pengeras suara. Ini juga menandakan toleransi umat beragama di Pontianak cukup tinggi,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau yang bisa disapa Gus Yaqut menerbitkan edaran perihal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala.
Baca Juga: Wako Edi Minta Pelti Kota Pontianak Gelar Kompetisi Sejak dini
Hal itu yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” ujarnya.
Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.
Tapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
Adapun pedoman penggunaan pengeras suara tersebut diantaranya meliputi, pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/mushala.
Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel, hingga dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Kemudian ketentuan jika dipakai saat shalat diantaranya, pembacaan Al Quran atau selawat/tarhim sebelum shalat Subuh dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama sepuluh menit, lalu pelaksanaan shalat Subuh, dzikir, doa, dan kuliah subuh menggunakan pengeras suara dalam.