KALBAR SATU – Almarhum YaSyarif Umar, nama itu tak begitu familiar di masyarakat Kalimantan Barat. Padahal Ya
Syarif adalah eksponen angkatan 45 sekaligus legiun veteran Republik Indonesia (LVRI) serta purnawirawan TNI. Tak hanya punya andil untuk Kalimantan Barat, Ya` Syarif juga punya andil kolektif di tingkat nasional.
Tokoh pejuang ini merupakan tokoh nasional yang ikut secara kolektif membidani kelahiran TNI AL melalui BKR (Badan Keamanan Rakyat) pasca Indonesia Merdeka.
YaSyarif lahir di Ngabang, Landak 12 Desember 1924. Semula sekolah di Overgangschool di Ngabang, kemudian melanjutkan ke Pendidikan Guru Sekolah Rakyat (PGSR). Kedatangan tentara Jepang tahun 1941 memaksa ia berhenti. Namun di awal 1942, saat Jepang berkuasa Ya
Syarif justru ikut pendidikan militer laut (Kaiinyo Saijo) di Makassar (Sulawesi Selatan). Kelak, Ya` Syarif menjadi perwira militer AL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahun 1944, saat ditempatkan militer Jepang di Pare-Pare, Ya` Syarif mengajak sejumlah pemuda untuk berjuang ke pulau Jawa. Sebelumnya ia memang telah mendengar desas-desus dari orang Jepang sendiri adanya gerakan kemerdekaan Indonesia.
Maka menjelang bulan Agustus 1945, dengan menumpang kapal dagang Bugis, YaSyarif bersama beberapa temannya berlayar menuju Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya (Jawa Timur). Tiba di Surabaya, Ya
Syarif pun mengabungkan diri dengan para pemuda yang bergerak di angkatan laut.
Dan kemudian mereka pun bermufakat membentuk apa yang dinamakan BKR laut, cikal bakal TNI Angkatan Laut. Jadi YaSyarif Umar ikut terlibat di situ, itu tahun 45, pasca merdeka, dan Ya
Syarif juga termasuk satu diantara pelaku sejarah peristiwa perobekan warna biru bendera Belanda yang berkibar di Hotel Yamato, Surabaya.
Baca Juga: Polres Kota Pontianak Tingkatkan Kemampuan Personil
Baca Juga: Pria di Pontianak Perkosa Mantan Istri, Alasannya Tak Mau Rujuk
Pasca kemerdekaan, Bung Karno memerintahkan bendera merah putih untuk dikibarkan, termasuk di puncak Hotel Yamato, yang di masa Hindia Belanda bernama Hotel Oranje. Saat ini bernama Hotel Majapahit. Awalnya memang merah putih yang berkibar, namun 18 September 1945 berubah menjadi bendera Belanda berwarna merah, putih dan biru. Serdadu Belanda bernama Ploegman adalah orang yang mengibarkan bendera tiga warna itu.
Ploegman yang begitu angkuh, begitu arogan oleh pemuda Syarif Umar bersama kawan-kawannya yang lain, Ploegman ini dikeroyok hingga mati.
Insiden itu kemudian menyulut api konflik yang lebih besar dan puncaknya terjadi 10 November 1945. Heroisme tentara dan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan.
YaSyarif Umar bersama dua orang putra Kalimantan Barat lainnya yaitu Imran atau Ya
Muran Saiyan dan Abdul Murat atau Badung ikut dalam kancah revolusi di pulau Jawa.
Usai peristiwa Surabaya, Ya` Syarif Umar meneruskan karir militernya di TNI AL. Antara tahun 1945 sampai 1949 ia keluar masuk hutan bergerilya, serta ikut memadamkan pemberontakan PKI di Madiun.
Penghujung tahun 1950 saat Republik Indonesia Serikat, Syarif Umar adalah orang yang menyatakan kecewa. Mengapa kita menerima bentuk serikat, yang ketika itu masih ada antek-antek eks kolonial ikut di dalamnya.
Pada tahun itu juga, YaSyarif mengundurkan diri dari kemiliteran, dan selanjutnya aktif di bidang sosial kemasyarakatan. Ya
Syarif wafat tahun 1998 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dharma Patria Jaya di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Meskipun pernah menjadi pejabat negara, namun Ya` Syarif lebih memilih hidup sederhana. Hal itu merupakan prinsip dalam hidupnya yang dipegang teguh hingga akhir hayatnya.
Ada dua sikap hidup yang selalu beliau dengungkan, yang pertama hidup sederhana tapi berpikir luhur, dan kedua perjuangan adalah ibu dan bapak dari segala-galanya.
“Penulis Syafaruddin Dg Usman, Peminat Sejarah di Pontianak”