KALBAR SATU ID – Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Hak pekerja perempuan tersebut antara lain: pelindungan jam kerja, pelindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan selama hamil dan melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan mengalami keguguran (cuti hamil dan melahirkan), pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/atau memerah ASI), hak kompetensi kerja, hak pemeriksaan selama masa kehamilan dan pasca-melahirkan.
Jaminan hak tersebut sejalan dengan konvensi internasional yang mengatur tentang hak pekerja perempuan yang terdapat dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan beberapa konvensi terkait lainnya.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengatur mengenai hak-hak perempuan di dalam Pasal 49 yang merumuskan: “(1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Menurut Quraish Shihab lahirnya peran ganda perempuan disebabkan proses modernisasi yang terus berlanjut, disertai dengan kecenderungan materalisme yang sukar dibendung, telah melahirkan kebutuhan dan keinginan-keinginan baru yang mendesak keluarga dan yang sering kali tidak dapat terpenuhi kecuali dengan kerja keras dan kerja sama suami istri.
Menurut Zaituna Subhan, double burden suatu ketentuan dalam masyarakat bahwa perempuan tetap mempunyai tanggung jawab dan kewajiban di ruang domestik walaupun mereka berkiprah di luar.
Peran ganda perempuan ialah peran perempuan disatu pihak keluarga sebagai pribadi yang mandiri, ibu rumah tangga, mengasuh anak-anak dan istri.
Di samping itu, ia sebagai anggota masyarakat, pekerja dan warga negara yang dilaksanakan secara seimbang. Michelle (1974) menyatakan bahwa peran ganda disebut dengan konsep dualisme cultural, yakni adanya konsep domestik sphere dan publik sphere. Double burden adalah partisipasi perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi.
Peran tradisi atau domestik mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga, sedangkan peran transisi meliputi perempuan sebagai tenaga kerja, berkiprah di ranah publik, anggota masyarakat dan manusia pembangunan.
Pada peran transisi perempuan bekerja dan turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia.
Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa “perempuan mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut”.
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara langsung dalam peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki.
Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan. Ahli hadis, Imam Bukhari, membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan lain-lain.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay –istri Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang jual-beli.
Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas’ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini.
Al-Syifa’, seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.
Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi pada masa Rasul saw. dan sahabat beliau menyangkut keikutsertaan perempuan dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Di samping yang disebutkan di atas, perlu juga digaris bawahi bahwa Rasul saw banyak memberi perhatian serta pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat.
Penulis: Farida Asy’ari, Dosen Politeknik Negeri Pontianak.