KALBAR SATU ID – Di balik keindahan dan ketenangan Kubu Raya, Kalimantan Barat, terdapat sebuah tradisi yang sarat dengan makna spiritual dan historis yang telah bertahan selama berabad-abad: ritual pembakaran Wangkang. Ritual ini bukan hanya menjadi bagian dari kehidupan religius masyarakat Tionghoa, tetapi juga mencerminkan warisan budaya yang kaya dan mendalam.
Asal Usul Ritual Wangkang
Ritual Wangkang berasal dari tradisi keagamaan masyarakat Tionghoa yang menyebar ke berbagai wilayah Asia Tenggara, termasuk Kalimantan Barat, dengan datangnya imigran Tionghoa sejak beberapa abad lalu. Wangkang, atau kapal kayu yang dibangun khusus untuk upacara ini, merupakan simbol penting dalam keyakinan Tionghoa yang melambangkan perjalanan roh leluhur menuju alam baka. Dalam kepercayaan mereka, dunia ini terhubung dengan alam roh, dan upacara seperti Wangkang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara dua dunia tersebut.
Kapal Wangkang biasanya dibuat dengan ketelitian tinggi, dihiasi dengan warna-warna cerah dan detail-detail artistik yang menggambarkan kekayaan dan kemewahan. Kapal ini diisi dengan berbagai replika barang-barang yang dianggap penting untuk kebutuhan roh di alam baka, seperti pakaian, makanan, dan peralatan rumah tangga. Semua ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan sebagai doa agar roh mereka dapat menjalani kehidupan yang nyaman di alam sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perjalanan Tradisi ke Kubu Raya
Imigrasi besar-besaran masyarakat Tionghoa ke Kalimantan Barat dimulai pada abad ke-18 dan 19, ketika mereka datang untuk mencari peruntungan dalam pertambangan emas, pertanian, dan perdagangan. Bersamaan dengan mereka, tradisi-tradisi leluhur pun dibawa, termasuk ritual Wangkang. Di Kubu Raya, ritual ini mulai dikenal sejak beberapa dekade yang lalu dan telah menjadi bagian integral dari budaya setempat.
Bagi masyarakat Tionghoa di Kubu Raya, ritual ini memiliki makna yang lebih dari sekadar upacara. Ini adalah momen untuk memperkuat hubungan dengan leluhur, menjaga kesatuan keluarga, dan mengajarkan generasi muda tentang pentingnya menghormati warisan budaya. Wangkang juga menjadi media untuk berkomunikasi dengan roh-roh yang dianggap masih menjaga dan melindungi keturunan mereka.
Proses Persiapan dan Pelaksanaan Ritual
Persiapan ritual Wangkang adalah proses yang panjang dan penuh dedikasi. Pembuatan kapal Wangkang biasanya dimulai berbulan-bulan sebelum upacara. Pengrajin lokal, yang umumnya telah diwarisi keterampilan ini dari leluhur mereka, bekerja dengan tekun untuk menciptakan sebuah kapal yang tidak hanya indah tetapi juga sakral. Setiap detail dari kapal ini memiliki makna simbolis yang mendalam, mulai dari warna hingga hiasan yang dipilih.
Pada hari pelaksanaan, ritual dimulai dengan sembahyang di makam leluhur. Keluarga-keluarga berkumpul, membawa persembahan berupa makanan, dupa, dan kertas sembahyang. Doa-doa diucapkan untuk memohon keselamatan, keberuntungan, dan perlindungan dari para leluhur. Setelah itu, Wangkang diarak menuju tempat pembakaran. Prosesi ini diiringi oleh musik tradisional Tionghoa, tarian singa, dan partisipasi masyarakat luas yang membawa suasana khidmat dan meriah sekaligus.
Setibanya di tempat pembakaran, kapal Wangkang, yang kini dipenuhi dengan berbagai persembahan, dibakar dalam sebuah upacara yang megah. Api yang membara melambangkan pelepasan segala kesulitan dan hambatan yang mungkin dialami oleh roh-roh leluhur dalam perjalanan mereka ke alam baka. Ritual ini juga dipercaya dapat menenangkan roh-roh yang belum tenang, membantu mereka menemukan kedamaian abadi.
Peran Sosial dan Budaya dalam Masyarakat
Ritual pembakaran Wangkang bukan hanya memiliki dimensi religius, tetapi juga sosial dan budaya. Upacara ini menjadi momen bagi komunitas Tionghoa di Kubu Raya untuk berkumpul, memperkuat hubungan sosial, dan memperlihatkan kekayaan budaya mereka kepada dunia luar. Dalam beberapa tahun terakhir, ritual ini juga mulai menarik perhatian dari masyarakat non-Tionghoa
Penulis: Muhammad Faisal.