KALBAR SATU ID – Matahari mulai bergerak ke arah barat menandakan hari mulai sore ketika kabar duka menyelimuti desa buduran. Mushola Pondok Pesantren Al Khoziny, tempat santri setiap hari menimba ilmu dan menunaikan shalat berjamaah, tiba-tiba runtuh. Jerit tangis santri yang selamat bercampur dengan hiruk-pikuk warga yang berusaha mengevakuasi korban.
Di antara kerumunan, tampak wajah-wajah orang tua yang pucat menahan cemas. Mereka berlari menuju pesantren dengan hati berdebar, berharap anak mereka baik-baik saja.
Pak Rahman, seorang petani sederhana asal Sampang menemukan putranya telah terbujur kaku. Air matanya mengalir deras, namun ia mencoba menahan diri. Dengan suara serak ia berbisik, “Anakku… kau pergi terlalu cepat. Tapi ayah ikhlas, karena kau pergi di rumah Allah, sedang belajar untuk menjadi anak saleh.”
Sementara itu, Ibu Siti Surabaya yang anaknya mengalami luka parah, duduk di tepi mushola yang roboh. Tangannya gemetar, namun ia tetap menatap langit sambil melafalkan doa.
“Ya Allah, berilah kekuatan pada kami. Jika Engkau izinkan anakku sembuh, jadikan ia lebih kuat imannya. Jika Engkau panggil ia pulang, jadikan ia syahid di sisi-Mu.”
Ketegaran para orang tua korban membuat banyak warga tertegun. Meski hati mereka hancur, bibir mereka tetap basah oleh doa. Mereka menerima musibah itu bukan dengan putus asa, melainkan dengan penuh tawakal.
Hari-hari berikutnya, orang tua korban saling menguatkan. Mereka mendirikan tenda doa di dekat reruntuhan mushola, membaca Al-Qur’an setiap malam, dan bertekad membangun kembali mushola yang roboh.
“Kami kehilangan anak-anak kami, tapi mushola ini harus kembali berdiri. Sebab di sinilah iman mereka tumbuh,” kata salah seorang ayah dengan mata berkaca-kaca.
Peristiwa itu mengajarkan pada seluruh warga bahwa ketegaran bukan berarti tidak menangis, melainkan mampu tetap berdiri meski diterpa badai. Para orang tua korban menjadi teladan: dalam duka mereka tetap ridha, dalam kehilangan mereka tetap percaya pada takdir Allah, dan dalam musibah mereka tetap bersyukur karena anak-anak mereka wafat dalam keadaan berjuang menuntut ilmu agama.
Penulis: Facebook, Mar Sud.