Membangun Gerakan Ramadhan Ramah Anak

- Publisher

Sabtu, 1 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Aris Adi Leksono.

i

Penulis: Aris Adi Leksono.

KALBAR SATU ID – Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim, Ramadhan adalah bulan yang sangat Istimewa. Terdapat kewajiban puasa bagi umat muslim pada bulan yang mulia tersebut.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), per semester I 2024, terdapat  87,08% penduduk Indonesia beragama Islam atau setara 245.973.915 jiwa. Artinya Sebagian besar dari jumlah tersebut berkewajiban menjalankan Ibadah puasa.

Puasa dijalankan dengan niat yang kuat untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan menahan lapar dan dahaga seharian penuh, serta disempurnakan dengan ibadah salat tarawih pada malam harinya. Dengan ritual sedemikian rupa, dijalankan sebulan penuh, dipastikan puasa memiliki manfaat dan nilai luar biasa untuk mewujudkan kesalehan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada kondisi yang demikian, maka Ramadhan adalah momentum tepat untuk membangun gerakan ramah anak. Apalagi pada situasi anak Indonesia yang cukup memperihatinkan, terutama pada situasi pengasuhan, kesehatan mental, dan kekerasan.

Aktifitas selama Ramadhan tidak sama dengan biasanya, jam kerja lebih pendek, banyak aktifitas yang bisa dilakukan di lingkungan rumah, semangat menghidupkan nilai spiritual cukup tinggi, kepedulian sosial meningkat, sehingga sangat memungkinkan untuk memberikan perhatin khusus pada anak, khsusunya di lingkungan keluarga.

Menghidupkan Ramadhan dengan semangat ramah anak merupakan bagian dari ikhtiar mewujudkan solusi atas situasi perlindungan anak saat ini. Data Susenas (2022-2023) terkait situasi pengasuhan anak di Indonesia menunjukkan; 2,85% balita mendapat pengasuhan tidak layak, 3,59% anak yang tidak tinggal bersama kedua orang tua, selain itu 12,25% anak yang makan/belajar makan tidak bersama orangtua/wali (Profil Anak, 2022).

Situasi pengasuhan yang demikian menunjukkan Kurangnya Afeksi dan Kelekatan Antar anggota Keluarga. Hal ini akan berakibat banyaknya angka perceraian, dan ancaman krisis moral dan karakter, yang bedampak negative terhadap tumbuh kembang anak.

Situasi kesehatan mental anak juga tidak sedang baik-baik saja. Data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), 2023 menunjukkan; 1 dari 3 anak usia 10-17 tahun memiliki masalah Kesehatan mental, serta 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.

Situasi kesehatan mental yang demikian berimplikasi kerentanan anak pada lingkungan kekerasan atau mendorong prilaku menyimpang lainnya. Data SNPHAR, 2024 menunjukkan 30 dari 100 anak laki-laki dan perempuan usia 13 – 17 tahun pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Selain itu hasil penelitian menunjukkan, semakin maraknya teknologi dalam seluruh aspek kehidupan mempengaruhi pola interaksi keluarga, pengasuhan, serta risiko terjadinya perilaku menyimpang dan kekerasan.

Data survey tersebut, terkonfirmasi dengan jumlah pengaduan pelanggaran perlidungan anak yang diterima KPAI. Rentang tahun 2020 – 2024, KPAI menerima 23.089 aduan kasus pelanggaran perlidungan anak. Kasus tertinggi terjadi di lingkungan keluarga (51,1%), disusul terjadi di lingkungan pendidikan (15,9%), serta kasus kekerasan kepada anak mecapai (33%), termasuk didalamnya kekerasan yang terjadi secara daring.

Data tersebut, semakin menunjukkan kerentanan anak di lingkungan keluarga, sehingga berimplikasi pada menurunnnya kesehatan mental anak, mudah menjadi korban/palaku kekerasan, serta berdampak menurunnya karakter dan prilaku menyimpang anak.

Dampak fatal situasi ini juga ditunjukkan banyaknya anak mengakhiri hidup, data KPAI menunnjukkan terdapat 46 anak mengakhiri hidup di tahun 2024. Situasi ini harus disikapi serius, karena akan mengancam generasi masa depan Indonesia.

Tumbuh kembang anak dengan situasi kerentanan tersebut dipastikan akan menjadi ancaman bonus demografi, dan pada akhirnya generasi emas yang dicita-citakan hanyalah ilusi belaka.

Salah satu langkah tepat untuk menjawab situasi anak tersebut, adalah menjadikan Ramadhan sebagai momentum membangun gerakan ramah anak, terutama dalam upaya pemenuhan hak anak. Karena dengan terpenuhi hak anak, maka anak akan tubuh kembang dengan mental yang sehat, terhindar dari perilaku menyimpang dan lingkungan kekerasan.

Gerakan Ramadhan ramah anak bisa diwujudkan dalam optimalisasi pemenuhan hak pengasuhan, pendidikan, dan kesejahteraan. Ramadhan bisa menjadi momentum yang baik untuk optimalisasi hak pengasuhan anak dalam berbagai aspek, antara lain; Pertama, Peningkatan Kualitas Waktu Bersama: Selama bulan Ramadhan, keluarga seringkali memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul, terutama saat sahur dan berbuka puasa. Ini adalah kesempatan untuk memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak.

Kedua, Pendidikan dan Pembentukan Karakter: Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk mendidik anak tentang nilai-nilai keagamaan, seperti sabar, empati, dan berbagi. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak tentang makna puasa dan pentingnya berbuat baik.

Ketiga, Kegiatan Sosial dan Pengasuhan: Mengajak anak untuk terlibat dalam kegiatan sosial seperti berbagi makanan kepada yang membutuhkan bisa mengajarkan mereka tentang kepedulian dan tanggung jawab sosial.

Keempat, Dukungan Emosional: Ramadhan juga bisa menjadi waktu untuk memberikan dukungan emosional kepada anak-anak, terutama dalam memahami pentingnya toleransi dan saling menghormati antar sesama.

Kelima, Membangun Rutinitas Sehat: Kebiasaan baik, seperti tidur yang cukup, pola makan sehat, dan aktivitas fisik, dapat ditanamkan selama bulan Ramadhan dan berlanjut setelahnya. Ini penting untuk perkembangan fisik dan mental anak.

Keenam Membangun Kemandirian: Selama Ramadhan, anak-anak dapat diajarkan untuk membuat pilihan sendiri, seperti kapan mereka ingin belajar tentang nilai-nilai puasa dan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.

Dengan mayoritas pendududuk muslim beikhtiar mememuhi hak-hak tersebut selama momen Ramadhan, diharapkan tumbuh self control dan mental yang sehat pada diri anak, sehingga akan terwujud pribadi anak yang berkarakter, berakhlak mulia, terhindar dari pengaruh pergaulan negatif, serta mampu membatasi aktfikatas dirinya dengan dunia digital secara porporsional.

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan. Semoga dapat menghatarkan pribadi dan keluarga yang ramah anak.

Penulis: Aris Adi Leksono, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama.

Follow WhatsApp Channel kalbarsatu.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Negara Hukum: Kok Ngegas?
Mahasiswa Menjadi Tukang Ojek Online: Antara Pilihan dan Tantangan
Menanam Harapan, Menanam Pengalaman: kegiatan Bertani di Desa Sungai Kunyit Hulu KKN Stitdar
Menanamkan Pola Hidup Sehat Sejak Dini di Sungai Kunyit Hulu: Langkah Cerdas Menuju Generasi Sehat dan Cerdas
Penerapan Metode Qur’ana Oleh Peserta KKN STITDAR Kubu Raya 2025 di TPA Nurul Hidayah
Petualangan Belajar Di Alam: Inovasi Pembelajaran Penjaskes Bersama Siswa Siswi MI Darul Qur’an Wal Falah
Sujiwo Petarung Sejati: Inspirasi dari Sosok yang Tak Kenal Menyerah
Membuka Pintu Menuju Karier Masa Depan
Tag :

Berita Terkait

Sabtu, 1 Maret 2025 - 13:48 WIB

Membangun Gerakan Ramadhan Ramah Anak

Kamis, 6 Februari 2025 - 22:45 WIB

Negara Hukum: Kok Ngegas?

Rabu, 29 Januari 2025 - 18:51 WIB

Mahasiswa Menjadi Tukang Ojek Online: Antara Pilihan dan Tantangan

Rabu, 29 Januari 2025 - 18:33 WIB

Menanam Harapan, Menanam Pengalaman: kegiatan Bertani di Desa Sungai Kunyit Hulu KKN Stitdar

Rabu, 29 Januari 2025 - 18:12 WIB

Menanamkan Pola Hidup Sehat Sejak Dini di Sungai Kunyit Hulu: Langkah Cerdas Menuju Generasi Sehat dan Cerdas

Berita Terbaru