Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Trisakti dan Pancasila sebagai Roh Kebijakan Pembangunan: Harapan dan Tantangan

2
×

Trisakti dan Pancasila sebagai Roh Kebijakan Pembangunan: Harapan dan Tantangan

Sebarkan artikel ini
Trisakti dan Pancasila sebagai Roh Kebijakan Pembangunan: Harapan dan Tantangan
Penulis: Wakil Walikota Singkawang, Drs. H. Irwan, M.Si
Example 468x60

Pendahuluan

OPINI, KALBARSATU.ID — Sebagai sebuah konsep, Trisakti tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok Ir. Soekarno atau Bung Karno. Trisakti adalah pandangan visioner founding father kita atas prinsip dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Berdaulat dibidang politik, mandiri dibidang ekonomi dan berkepribadian dibidang kebudayaan, merupakan narasi besar yang mampu membangun solidaritas seluruh anak bangsa untuk merdeka. Indonesia sangat beruntung memiliki sosok pejuang-pemikir seperti Bung Karno. Tidak saja memimpin langsung revolusi merebut kemerdekaan, bersama pemikir dan pejuang revolusi lainnya, beliau juga terlibat dalam diskursus narasi perubahan zaman. Revolusi kemerdekaan Indonesia merupakan sintesis dari kontestasi narasi perubahan zaman di masa itu. Sebagai seorang pemikir, selain Trisaksi, Bung Karno berhasil menggali dan merumuskan Pancasila sebagai filosofi dasar bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Advertiser
Example 300x600
Banner Ads

Pancasila merupakan buah pemikiran fenomenal yang diakui dunia internasional. Pemimpin negara-negara Asia-Afrika dan begitu terinspirasi dengan pemikiran dan perjuangan Bung Karno. Begitu pula sebagai seorang pejuang dan pemimpin, Bung Karno mengejawantahkan narasi besar itu dalam kebijakan politik kenegaraannya. Banyak sekali tema-tema pidato Bung Karno yang hingga kini masih terekam baik dalam memori kolektif masyarakat-bangsa Indonesia. Lalu, apakah narasi dan gagasan besar Bung Karno seperti Trisaksi masih relevan dalam kerangka kebijakan pembangunan masa kini dan masa depan?

Gotong-royong sebagai Pondasi

Pembangunan Pembangunan adalah bentuk pelayanan Pemerintah terhadap rakyatnya. Masalah dan kebutuhan masyarakat itu yang dipetakan dan dirumuskan untuk kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan diwadahi dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara bertingkat. Mulai dari Dusun, Desa, Kelurahan, hingga ke level Kota/Kabupaten dan Provinsi. Proses partisipatif dalam forum deliberatif tersebut kemudian dikemas dalam kebijakan teknokratis melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pada tahap implementasi, masyarakat terlibat dalam berbagai kegiatan di lapangan, salah satu bentuknya dengan model padat karya. Dengan begitu, sumberdaya pemerintah diharapkan dapat kembali dirasakan masyarakat. Apalagi dimasa Pandemi Covid-19 sekarang ini, ditengah tekanan ekonomi global, daya tahan ekonomi masyarakat menjadi perhatian utama pemerintah melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pembangunan akan berjalan efektif dan memberikan dampak yang terukur, fika setidaknya memenuhi dua prayarat utama. Satu, kebijakan dan program pembangunan dilaksanakan pemerintah berbasis empati untuk menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat. Dua, partisipasi masyarakat dalam pembangunan berlandaskan kesadaran kolektif untuk bersama-sama pemerintah menjawab masalah dan kebutuhan tersebut.

Kata kunci dua prasyarat utama diatas adalah kepercayaan untuk membangun
semangat gotong-royong. Walaupun untuk membangun kepercayaan guna
menumbuh-kembangkan semangat gotong-royong merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah. Semburan informasi tanpa batas di jagad media sosial sekarang ini, jika tidak dikelola dengan komunikasi pemerintah yang baik, maka dapat memicu terjadinya krisis kepercayaan. Masyarakat dengan mudah termakan isu-isu hoax, seolah apapun kebijakan dan program pemerintah untuk masyarakat tidak ada yang benar. Karena itu, penting untuk mulai menciptakan ruang-ruang interaksi yang dinamis, baik antar warga dengan pemerintah maupun antar komunitas masyarakat melalui berbagai kegiatan tematik. Sebab semakin sempit ruang interaksi, maka semakin minim juga kesempatan untuk proses membangun kesepahaman dan kepercayaan. Padahal sejatinya ruang interaksi itu akan memfasilitasi proses pertukaran informasi, pertukaran pengetahuan dan pertukaran kebudayaan. Dengan demikian, tidak sulit untuk membentuk sikap dan perilaku toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Singkawang Menjawab Masalah Kebangsaan

Kota Singkawang merupakan miniatur Indonesia di Kalimantan Barat. Berbagai komunitas suku serta agama hidup dan berinteraksi dengan setara. Semua memiliki kesempatan yang sama dalam setiap dimensi kehidupan bermasyarakat, serta mendapatkan hak dan pelayanan dari pemerintah. Karena itu, pemerintah harus diletak-tempatkan sebagai pelayan masyarakat, bukan penguasa rakyat. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, begitu kata filsuf Romawi Kuno Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dalam bukunya “De Legibus”. Namun jika direfleksikan perjalanan lebih 20 tahun pasca Reformasi 1998, sepertinya kita kembali ke soal-soal fundamental dalam kehidupan bernegara.

Isu toleransi dan keberagaman kembali mencuat ke permukaan ruang publik. Seolah masih ada masalah dengan perbedaan yang ada. Padahal, bukankah Bung Karno telah mempertahankan teorinya’ tentang Pancasila didepan forum Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945? Tesis tentang philosofische grondslag (fundamen filsafat) yang terkandung dalam nilai dan norma Pancasila sudah tuntas disepahami dan.disepakati para pendiri Republik Indonesia.

Pertanyaannya, kenapa pada dekade sekarang pemerintah harus membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)? Bahkan mau diatur dalam UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kontroversial beberapa waktu lalu itu. Apakah Trisakti dan Pancasila itu tidak tampil dalam berbagai kebijkan dan program pembangunan pemerintah selama ini? Bagaimana kita melihat wajah negara yang hadir ditengah rakyat hari ini? Apakah mencerminkan bentuk implementasi semangat Trisakti dan Pancasila? Mari kita baca ulang dengan jernih dan bijak keadaan di sekeliling kita. Sehingga kita semua, utamanya pemerintah tidak mengulang kekeliruan-kekeliruan sejarah masa lalu. Akan tetapi, bergerak menjemput sejarah masa depan yang lebih baik.

Singkawang dinobatkan sebagai Kota Paling Tertoleran di Indonesia pada 2018 oleh Setara Institute. Atas dukungan Kementerian Dalam Negeri, ada 94 kota yang dinilai oleh lembaga pimpinan Herdardi ini. Kemudian dipilih 10 kota yang peringkatnya tertinggi, dan alhamdulillah Singkawang mendapatkan skor penilaian tertinggi. Indeks penilaian ini untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya masing-masing. Dengan penilaian ini diharapkan kota-kota lain di Indonesia juga mengikuti jejak Kota Singkawang untuk menerapkan kebijakan yang kondusif bagi tumbuh-berkembangnya praktik dan promosi toleransi. Bagi pemerintah hal ini sangat esensial untuk mengingatkan kembali fundamen kehidupan bernegara bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini yang sekarang menjadi tantangan kita bersama, yakni Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pemerintah.

Jika setiap orang dan kelompok dari suku dan agama apapun dijamin kebebasannya untuk berekspresi, maka tidak sulit bagi pemerintah untuk merancang strategi kebijakan dan program pembangunan. Tinggal bagaimana pemerintah mengawal dan mengatur lalu lintas urusan dan kepentingan antar warga. Apalagi dengan dilandasi semangat saling menghargai, tugas pemerintah hanya memfasilitasi, mewadahi dan melembagakan ruang-ruang interaksi yang telah terbangun. Dengan sendirinya kepercayaan dan gotong-royong akan terbentuk dengan sendirinya. Pemenuhan hak rakyat dan pelayanan pembangunan oleh pemerintah hanya menjadi urusan teknokratis semata.

Penutup

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) merupakan_ organisasi kepemudaan yang seharusnya mencerminkan miniatur keragaman_ Indonesia. Dialektika sejarah perubahan Indonesia tidak bisa lepas dari peran dan kontribusi GMNI sebagai organisasi kader dan organisasi perjuangan. Kader GMNI adalah generasi muda Sukarnois, yang harusnya mampu mengejewantahkan semangat progresif revolusioner dalam aksi-aksi nyata di lapangan perubahan peradaban hari ini. Karena itu, sekaranglah saatnya Kader GMNI memimpin arah perubahan yang berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan. #

Artikel ini Disampaikan dalam Seminar Nasional dalam rangka Kaderisasi Tingkat Menengah (KTM) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Barat di Qubu Resort tanggal 15 Maret 2021 oleh Wakil Walikota Singkawang

Example 300250
Example 120x600