KALBARSATU.ID – Semangat Kedaulatan Pangan Nasional menjadi program prioritas Pemerintah Indonesia ditengah Pandemi Covid-19 yang berdampak langsung terhadap masyarakat, serta telah mengancam stabilitas perekonomian nasional.
Berbagai upaya juga telah dilakukan oleh pemerintah baik itu secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung penuh komitmen peningkatan swasembada pangan nasional.
Untuk disektor pertanian pemerintah memberi dukungan penuh kepada para petani untuk terus berproduksi serta dengan harapan besar kedaulatan pangan nasional dapat terwujud.
Berladang tradisional yang dilakukan oleh para peladang merupakan praktik bertani menanam padi dengan cara membuka lahan pertanian secara konvensional yakni membuka lahan dengan cara membakar sesuai dengan kearifan lokal.
“Budaya Membakar” yang dilakukan oleh para peladang untuk membuka lahan pertanian sudah dilakukan secara turun-temurun hingga sampai saat ini.
Bertani dengan konsep berladang merupakan pilar dalam menjaga ketahanan pangan nasional sehingga diperlukan payung konstitusi untuk mengakomodir maupun memberikan ruang bagi para peladang tradisional agar memperoleh kepastian hukum.
Hampir sebagian masyarakat di provinsi Kalbar berprofesi sebagai peladang tradisional berpindah, jika tidak ada solusi yang tepat, bisa menciptakan gejolak besar.
Masyarakat Kal-Bar pada tahun 2019 di Kabupaten Sintang sempat terjadi penangkapan terhadap 6 peladang, yang mana pada tanggal 9 maret tahun 2020 dibacakan.
Putusan pengadilan sintang dengan nomor masing-masing 249, 250, 251, 252-/Pid.B/LH/2019/PN Stg. Yang menegaskan bahwa ke-6 peladang yang didakwa tidak terbukti bersalah.
Dalam waktu yang bersamaan juga terjadi penangkapan 3 peladang tradisional dikabupaten Bengkayang, namun Pengadilan Negeri Bengkayang memutuskan tidak bersalah tertanggal 10 maret 2020.
Akhir-akhir ini juga dihebohkan lagi dengan isu hangat terkait Maklumat Kapolda Kalbar Nomor : Mak/2/V/2020 tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah mengenai kewajiban, larangan dan sanksi pembakaran hutan dan lahan.
Sehingga menimbulkan reaksi dan gejolak yang luar biasa dari berbagai pihak yakni Pemuda Dayak Kalbar, Persatuan Peladang Provinsi Kalimantan Barat, Persatuan Mahasiswa Khatolik Indonesia serta banyak Lembaga Swadaya Masyarakat lainnya.
Adapun tuntutan dan aspirasi yang disampaikan dalam audensi dengan pemerintah provinsi dengan point agar peladang tradisional yang berbasis kearifan lokal mendapat perlindungan dari pemerintah melalui regulasi
Ulasan mengenai aturan membuka lahan dengan cara membakar lahan dan Hutan menurut Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pasal 69 ayat 1 berbunyi : setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal masing-masing.
Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah perjalanan api ke wilayah sekelilingnya.
Itu artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun serta denda antara Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar.
Selain itu, Gubernur Kalimantan Barat mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 103 Tahun 2020 tentang pembukaan Areal Lahan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal.
Sementara, undang-undang No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan pasal 26 berbunyi : setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.
Permen LH No 10/2010 pasal 4 ayat (1) berbunyi : Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Namun, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan dibawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering.
Kaitannya dengan kondisi kemarau yang akan datang di bulan juni-agustus tahun 2020 bertepatan dengan para peladang tradisional memasuki musim bakar ladang tentu nya, mesti ada sinergisitas dari semua stakeholder.
Dengan demikian diambil kesimpulan bahwa peladang tradisional merupakan pilar dari kedaulatan pangan Bangsa Indonesia, pemerintah harus mampu menghadirkan regulasi yang harmonis.
Agar pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat, untuk mendorong Peraturan Gubernur No 103 Tahun 2020 tentang pembukaan areal lahan pertanian berbasis kearifan lokal untuk dijadikan Peraturan Daerah.
Penulis: Rusliyadi, SH (Praktisi Hukum)