PONTIANAK, KALBARSATU.ID –– Dalam Rangka memperingati 1 Tahun Putusan Bebas 6 Peladang pada 9 Maret 2020 di Pengadilan Negeri Sintang, Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat menggelar diskusi dan refleksi sebagai hari kebangkitan peladang, di Rumah Betang Sekretariat DAD Provinsi Kalbar, Selasa 9 Maret 2021.
Salah satu pendamping hukum atau pengacara pembebasan 6 petani tersebut, Yakobus Kumis menyebutkan peladangan bukanlah suatu tindak kriminal, dengan berladang bisa mengurangi dampak impor dari luar negeri.
“Membakar lahan mempermudah petani dalam menanam padi, dengan membakar rumput-rumput kecil akan menghasilkan abu, dan abu tersebut bisa untuk pupuk untuk kesuburan tanah. Kalbar ini beda dengan tanah daerah Jawa yang kondisi tanahnya vulkanis, ya istilahnya yang hanya dilempari bibit akan tumbuh. Dengan berladang berarti sudah membantu negara dalam kebutuhan pangan,” kata Yakobus Kumis dalam sambutannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh sebab itu, Yakobus Kumis mengatakan membakar lahan tidak bisa dikatakan sebagai tindak kriminal, karena itu sudah cara masyarakat Kalbar sejak dari dahulu.
“Perlu diingat, Asap bukan hanya berasal dari pembakaran lahan oleh para petani saja, tapi juga banyak sebab-sebab lainnya,” tegasnya.
Dirinya menceritakan sebab diperingati hari peringatan peladang oleh DAD Kalbar tersebut. Hal itu berawal dari 6 petani di Kabupaten Sintang Kalbar yang bebas dari jeratan hukum pada 2020 yang lalu.
“Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 sudah jelas disitu pada pasal 69 ayat 12 dibolehkan untuk membuka ladang dengan kearifan lokal, yakni jika ingin membakar lahan harus membersihkan sekelilingnya, memberitahu pada pada masyarakat sebelah, menyediakan air agar, kemudian dalam membakar harus dengan cara berlawanan, agar dalam membakar tidak terjadi kebakaran besar. Aturan tersebut sudah dijalankan oleh masyarakat dayak,” katanya.
Dirinya juga mengingat agar Pemerintah jangan hanya bisa melarang, tapi seharusnya juga bisa memberi solusi untuk para petani untuk berladang. Hal itu kata dia karena dengan berladang juga dapat membantu ketahanan pangan negara.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat memvonis bebas enam peladang yang didakwa melakukan pembakaran hutan dan lahan. Enam peladang divonis tidak bersalah dan bebas dari segala tuntutan, Senin 9 Maret 2020.
“Majelis hakim memutuskan mereka bebas,” kata salah seorang penasihat hukum terdakwa Agatha Anida.
Enam peladang yakni, Dugles, Boanergis, Dedi Kurniawan, Magan, Agustinus, dan Antonius, sebelumnya dituntut enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
“Dari JPU tadi menerima keputusan tersebut, jadi sudah mempunyai kekuatan hukum,” ucap dia.
Kasus ini bermula saat keenam terdakwa membakar lahan untuk keperluan berladang. Mereka membakar lahan sebagaimana yang biasa dilakukan sistem adat daerah setempat.
Buntut dari pembakaran ladang itu, mereka dimintai keterangan serta di BAP oleh kepolisian setempat, karena dianggap melakukan pembakaran hutan dan lahan. Meski begitu, keenamnya tidak ditahan.
“Kemudian tahap 2 di kejaksaan, mereka ditahan. Pada saat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, dan sidang pembacaan dakwaan, masyarakat peladang di Kalimantan Barat melakukan tekanan. Akhirnya keenam terdakwa dijadikan tahanan luar,” ujar dia.
Sidang putusan enam peladang hari ini turut diramaikan oleh aksi damai ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat. Mereka menggelar aksi damai untuk mengawal jalannya sidang putusan.
“Kasus ini menarik perhatian masyarakat Sintang yang memang mayoritas berladang,” kata Agatha
Dalam sidang pembacaan putusan tersebut, sebanyak 2.793 personel TNI-Polri juga diturunkan mengamankan sidang. Wakapolda Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal Imam Sugianto mengatakan pengamanan optimal dilakukan untuk mengantisipasi potensi aksi unjuk rasa yang mewarnai jalannya sidang. #