Jakarta, KalbaSatu – Belum lama ini Presiden Joko Widodo menyampaikan ancaman dan situasi dunia yang sulit akibat ketidakpastian global, bahkan Bank Dunia dan IMF memperkirakan perekonomian di 60 negara berpotensi mengalami kejatuhan ekonomi. Lalu, bagaimana Cara Menghadapi Resesi?
Tantangan global khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat besar, karena normalisasi moneter AS berpotensi menekan pasar keuangan dan meningkatnya outflow asing.
Hal itu berdasarkan penilaian Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro. Ketika mengalami resesi, perputaran ekonomi akan melambat alias lesu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun Tampaknya yang akan paling dirasakan oleh sektor finansial mulai dari bisnis yang tak berkembang, pemotongan gaji, hingga angka pengangguran yang bertambah.
Baca juga: Lasarus Sebut Polri Berperan Besar dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Baca juga: Alumni Al Ikhlas Diminta Bantu Dorong Kemandirian Ekonomi Pesantren
Baca juga: Sinergi-Kolaborasi Para Pihak Adalah Kunci Untuk Penguatan Ekonomi Di Era Digital Marketing
Melihat tantangan tersebut, bagaimana cara mengelola keuangan pribadi agar tidak terdampak resesi?
Berikut Cara Menghadapi Resesi dikutip.dari CNBC Indonesia:
- Berhemat
Walaupun resesi belum benar-benar terjadi, tetapi alangkah baiknya kebiasaan hidup hemat mulai dilakukan. Belilah kebutuhan seperlunya saja, terutama kebutuhan pokok. Tujuannya adalah agar bisa memiliki uang lebih yang bisa dialokasikan untuk hal hal lain seperti dana darurat, melunasi atau mengurangi utang, dan investasi.
- Atur Ulang Pos Pengeluaran
Agar lebih terjaga uangnya dari keborosan, alangkah baiknya mengatur ulang anggaran. Mulai memisahkan pos yang merupakan kebutuhan pokok dan mana yang merupakan pos yang merupakan keinginan.
Mungkin bisa mulai mengurangi pos leisure seperti nongkrong atau nonton atau traveling. Bisa dikurangi bukan dihilangkan, bisa dikurangi biayanya atau intensitasnya. Dalam menentukan ulang pos anggaran pengeluaran, bisa dilakukan juga cek kesehatan keuangan sederhana. Contohnya cek rasio tabungan, utang terhadap pengeluaran, dan rasio likuiditas.
- Mengurangi atau Melunasi Utang
Jika kemudian gaya hidup lebih hemat dan atur ulang pengeluaran sudah dilakukan, saatnya mengurangi utang. Buat utang seminim mungkin untuk berjaga-jaga misalnya terjadi resesi.
Proporsi utang terhadap pengeluaran bulanan yang sehat sekitar di bawah 30%. Namun karena mau menghadapi resesi, lebih konservatif juga lebih baik. Misalnya rasio utang terhadap pengeluaran sampai 20%.
Pastikan dalam membayar utang mulai dari yang berbunga besar. Karena bunga yang tinggi bisa berpengaruh pada arus kas keluarga saat mengalami masalah keuangan.
Hal ini bertujuan agar tidak membebani pengeluaran saat (amit-amit) terjadi resesi.
- Mulai Siapkan Dana Darurat
Dana darurat yang ideal adalah untuk 3-6 bulan dalam memenuhi kebutuhan. Mumpung belum sampai resesi, masih ada waktu untuk segera mengumpulkannya.
Saat terjadi resesi dan (amit-amit) terkena pengurangan gaji atau bahkan PHK, dana darurat ini yang nantinya bisa menggantikan pendapatan yang hilang.
- Asuransi
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah kenapa harus menyiapkan asuransi. Asuransi yang dipilih bisa kesehatan dan jiwa dalam menghadapi resesi jika terjadi.
Misalnya ada musibah seperti terkena penyakit yang mengharuskan dirawat dan membutuhkan dana besar, asuransi akan jadi pelindung. Begitu juga saat pencari nafkah terkena musibah hingga merenggut nyawa, asuransi yang akan memberi perlindungan terhadap keluarga yang ditinggalkan. Sehingga kebutuhan pokok masih dapat terpenuhi meskipun musibah menghampiri.
- Cari Pendapatan Lain, Investasi dan Menabung
Menghemat mungkin saja bisa menjaga keuangan saat terjadi resesi. Namun akan lebih aman jika menambah aliran kas masuk atau pendapatan untuk makin memperkokoh kesehatan keuangan pribadi.
Jika ada kelebihan uang jangan kemudian langsung dikonsumsi. Tabunglah dan investasilah. Menabung bisa dilakukan di rekening terpisah untuk dana jaga-jaga atau kejadian tidak terduga dan likuid atau cepat cair.
Investasi juga bisa dilakukan di aset minim risiko seperti deposito, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, atau obligasi negara ritel.