Daerah

PMII Kubu Raya Tolak UU Cipta Kerja, Ismail : Semua Kader Wajib Turun Aksi

×

PMII Kubu Raya Tolak UU Cipta Kerja, Ismail : Semua Kader Wajib Turun Aksi

Sebarkan artikel ini
PMII Kubu Raya Tolak UU Cipta Kerja, Ismail : Semua Kader Wajib Turun Aksi

KALBARSATU.ID – Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Kubu Raya, Ismail mengintruksikan seluruh kader PMII Kubu Raya serentak tolak pengesahan UU Cipta Kerja, dengan melakukan aksi turun kejalan.

“UU Cipta Kerja, yang dilegalkan menjadi UU oleh DPR dan Pemerintah itu telah memberi ruang yang bersifat monopoli ekonomi korporasi, dan oligarki kepada pemilik pasar,” sebut Ismail, Rabu (7/10/20).

Ismail mengajak seluruh kader pergerakan serentak bersuara lantang dengan HASTAG /TAGAR menolak UU tersebut, sebab DPR dan pemerintah sudah mempermainkan UU secara diam-diam dan mengesahkan secara tiba-tiba.

“Maka kami bersama kaum pergerakan tidak segan-segan turun kejalan dan angkat suara menggemakan ketidak adilan dan menolak pengesahan UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Menurut Ismail tujuan UU tersebut bukan untuk pemulihan ekonomi nasional, namun menghambat perekonomian negara dengan mengabaikan kepentingan buruh.

“Ini juga sesuai dengan intrukis PB PMII yang menolak dengan keras terkait UU Cipta Kerja, dan bukan hanya di KKR tapi kader-kader PMII se-Indonesia juga akan melakukan aksi yang sama,” tambahnya.

Berikut adalah Point-point Penolakan Subtansi PB PMII terhadap UU Cipta Kerja:

  1. PB PMII Kecewa karena DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemi covid-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat. Tetapi, justru membuat regulasi yang menguntungkan para investor dan pengusaha.
  2. PB PMII mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
  3. PB PMII berpendapat Proses Pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur.Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan ditengah pandemic covid-19.
  4. PB PMII merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated. Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang ada didalam UU Cipta Kerja.
  5. PB PMII mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khususnya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada didalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas; Pasal 79 hari libur dipangkas; Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja; Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja; Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan;
  6. PB PMII merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya.
  7. PB PMII berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
  8. PB PMII sangat kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
  1. PB PMII juga kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.(*)