KALBARSATU.ID – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) kembali menggelar diskusi via daring, Senin (15/6/2020) dalam rangka menyemarakkan Bulan Bung Karno dengan tema diskusi “Bung Karno di Mata Dunia” yang dihadiri oleh 402 peserta dan 22 Duta Besar RI dari seluruh dunia.
Hadir sebagai pembicara utama, Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Retno Marsudi. Bersama pembicara lainnya, Duta Besar (Dubes) RI untuk Austria dan PBB, Darmansjah Djumala dan Peneliti Senior Centre for Strategic of International Studies (CSIS), J. Kristiadi.
Dalam opening speechnya, Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino menyampaikan diskusi ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi gagasan politik luar negeri Bung Karno dalam merespon kondisi bangsa saat ini.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi mengawali diskusi dengan menyampaikan kondisi dunia di tengah pandemi Covid-19. Negara-negara kini tengah berupaya keluar dari zona pandemi virus itu.
Retno kemudian berbicara tentang pemikiran politik luar negeri Bung Karno. Menurutnya, saat ini, semangat gerakan dan pemikiran sang Proklamator Kemerdekaan dalam konteks politik luar negeri masih sangat relevan.
“Politik luar negeri kita yang bebas aktif, apakah masih relevan? Saya jawab, justru semakin relevan. Ketika ditanya, pilih “kiri” atau “kanan”, saya jawab tidak memilih siapa-siapa. Yang jadi penjuru kita adalah kepentingan nasional. Bukan negara lain,” katanya.
Ditegaskan Retno, gerakan politik luar negeri Indonesia di masa kepemimpinan Bung Karno, membuat Indonesia dihargai dan diperhitungkan di mata dunia. Seperti Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non Blok (GNB).
“Bicara KAA, nama Sukarno sampai sekarang harum di antara negara-negara berkembang. Di Timur Tengah, Asia dan Afrika. Kemudian GNB. Ini menjadi platform penting bagi negara berkembang,” tegasnya.
Setelah paparan menteri tersebut, dilanjutkan pembicara berikutnya. Yakni Duta Besar RI Untuk Austria dan PBB, Darmansjah Djumala.
Menurut Djumala, pemikiran Bung Karno begitu penting dan menjadi doktrin dalam konteks politik luar negeri Indonesia. Trisakti misalnya.
“Trisakti, dalam politik luar negeri kita. Intisari dari Trisakti adalah kemandirian. Kemandirian itulah yang menjadi kebutuhan pokok dalam pelaksanaan diplomasi kita. Trisakti, kemandirian dan nasionalisme adalah satu tarikan napas dalam politik luar negeri kita,” jelasnya.
Pemikiran Presiden Pertama RI itu, lanjut Darmansjah, mendasar pada kepentingan nasional Indonesia. “Dan semua keputusan politik luar negeri, harus menganut kepentingan nasional. Itu sudah menjadi doktrin,” tambahnya.
Sementara J. Kristiadi, menekankan tentang aktualisasi kekinian Bung Karno di mata dunia. “Yang saya ingat bahwa beliau menterjemahkan, mendukung dan menggerakkan dunia untuk bersatu,” ujarnya.
Kepentingan para pendiri bangsa, membentuk negara kesatuan berdasarkan tujuan bersama. Mewujudkan kebahagiaan. “Mewujudkan kebahagiaan bagi semua rakyatnya,” katanya, sembari menunjukkan bahan paparannya.
Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara kedepan, lanjut Kristiadi, bahkan telah diwanti-wanti oleh Bung Karno. “Perjuanganku akan lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih mudah, karena melawan saudara sendiri. Ini wanti-wanti yang benar,” tuturnya.
Diskusi ini berlangsung selama kurang lebih dua jam. Diakhiri dengan tanya jawab antara peserta dengan para narasumber setelah paparan masing-masing narasumber tersebut. Diskusi ini merupakan rangkaian giat DPP GMNI dalam rangka menyemarakkan Bulan Bung Karno, Juni 2020.
Organisasi yang dipimpin Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino dan Sekretaris Jenderal DPP GMNI, M. Ageng Dendy hasil Kongres GMNI di Ambon, Desember 2019 lalu ini, sebelumnya juga telah menggelar diskusi bertemakan “Bung Karno dan Kebudayaan Nasional”, “Merawat Pikiran Bung Karno”, Bung Karno, Kepemimpinan Politik dan Demokrasi”, dalam rangka menyemarakkan momentum Bulan Bung Karno, Juni 2020.(rls)