GMNI: Capres dan Cawapres Harus Usia Produktif

- Editor

Minggu, 27 Agustus 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna. Putra Aldino.

i

Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna. Putra Aldino.

Kalbar Satu, Jakarta – Indonesia saat ini memasuki era bonus demografi, di mana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif. Jika bonus demografi ini dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah, kondisi ini akan menjadi modal penting untuk membangun menuju 100 tahun Indonesia emas pada 2045. Namun, jika tidak dikelola dengan baik dapat menjadi boomerang dan menjadi beban bagi negara.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengungkapkan bahwa untuk merespon tantangan bonus demografi ini Indonesia perlu dipimpin oleh Presiden dengan usia produktif yakni usia tidak lebih dari 64 tahun. Karena berdasarkan indikator Badan Pusat Statistik, kelompok usia produktif diidentifikasikan sebagai kelompok yang terdiiri dari orang berusia 15 hingga 64 tahun.

Menurut Arjuna, faktor usia sangat penting untuk menjadi pertimbangan karena faktor usia berkaitan dengan kemampuan adaptasi yang cepat dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Apalagi saat ini kita memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan adanya transformasi digital yang sangat cepat dan masif. Untuk itu butuh kemampuan adaptasi, adopsi dan inovasi teknologi yang cepat dan tepat agar Indonesia tidak tertinggal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kepemimpinan nasional harus dinakhodai oleh sosok yang memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi teknologi agar kita bisa menempuh akselerasi. Dan ini bisa terjadi apabila pemimpin berada di usia produktif,” papar Arjuna.

Perekonomian global telah mengalami revolusi oleh kecerdasan artifisial dan peran mesin. Hal ini membawa dampak dan konsekuensi serius terhadap cara hidup manusia, seperti yang telah terjadi pada revolusi agrikultura, industrial, dan digital. Untuk itu, Indonesia perlu pemimpin yang membawa paradigma berfikir yang transformatif dan progresif karena paradigma berfikir seseorang nantinya akan berkaitan dengan arah kebijakan dan model kepemimpinan.

“Kita tidak mungkin dipimpin oleh calon pemimpin yang masih berfikir old school yang masih berfikir konservatif. Ini akan menghambat inovasi dan kemajuan,” tambah Arjuna.

Semua sendi kehidupan kini mengalami transformasi. Di bidang pertahanan misalnya, ancaman pertahanan bukan lagi ancaman dalam pengertian tradisional. Namun ditengah era big data dan internet of thing, telah muncul ancaman Siber berupa pencurian data dan teknologi militer.

Maka kebijakan pertahanan tidak bisa sebatas belanja alutsista bekas. Melainkan harus pada proyeksi dibentuknya organisasi Cyber Defense. Seperti halnya di Amerika Serikat talah dibentuk United States Cyber Command (USCYBERCOM) di bawah United States Strategic Command (US STRATCOM) sebagai antisipasi terhadap banyaknya serangan cyber terhadap jaringan komputer, internet, maupun infrastruktur digital.

“Di bidang pertahanan misalnya, kita tidak mungkin mempertahankan gaya kebijakan old school seperti belanja alutsista bekas. Namun harus pada proyeksi dibentuknya organisasi Cyber Defense. Tidak bisa tidak, di masa depan dunia digital sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan bangsa,” tutur Arjuna.

Sama halnya dalam mencapai Swasembada pangan. Kita tidak bisa mempertahankan model kebijakan pertanian yang mengarah pada “ekstensifikasi” yang mengutamakan perluasan areal pertanian sehingga membabat hutan dan mengancam keseimbangan ekosistem serta perubahan iklim. Produktivitas harus ditingkatkan dengan teknologi “smart farming”. Tujuannya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pertanian, serta mempermudah pengaturan logistik.

“Hari ini kedaulatan pangan harus dicapai dengan teknologi smart farming. Bukan lagi model konvensional seperti ekstensifikasi pertanian. Selain untuk mencapai swasembada juga untuk menghindari kerusakan lahan dan kerusakan lingkungan,” jelas Arjuna.

Untuk itu, akomodasi kepemimpinan nasional yang dibatasi pada kategori usia produktif menjadi penting ditengah tuntutan situasi global yang menuntut Indonesia untuk cepat melakukan adaptasi dan inovasi. Pembatasan ini berkaitan dengan kecakapan yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin, terutama kecakapan adopsi dan inovasi teknologi untuk melakukan percepatan kemajuan.

“Kecakapan menjadi tolak ukur yang krusial dalam kepemimpinan nasional. Kita tidak mungkin bicara percepatan kemajuan jika kita dipimpin oleh seseorang yang old school, tidak mampu melakukan inovasi dan mengakselerasi kemajuan untuk Indonesia Emas 2045,” tutup Arjuna.

Berita Terkait

Tingkatkan Transparansi, Pemkab Kubu Raya Gelar Sekolah Kelola BOSP Nontunai
Pj Bupati Kubu Raya Buka Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Transaksi BOSP Non Tunai Angkatan I
Pj Bupati Kubu Raya Tinjau Relokasi Pedagang di Desa Parit Baru
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya Merelokasi 24 Pedagang di Pasar Melati
Polda Kalbar Ungkap Kasus Importasi Pakaian Bekas Tanpa Ijin, Satu Tersangka Ditangkap
Pengguna Sabu di Kubu Raya Diciduk, Barang Bukti di Saku Celana
Pj Bupati Kubu Raya Pimpin Rapat Penyusunan RKPD Tahun 2026
Pj Bupati Syarif Kamaruzaman Bahas Isu-Isu Aktual Untuk Kemajuan Kubu Raya
Tag :

Berita Terkait

Senin, 20 Januari 2025 - 20:51 WIB

Tingkatkan Transparansi, Pemkab Kubu Raya Gelar Sekolah Kelola BOSP Nontunai

Senin, 20 Januari 2025 - 20:42 WIB

Pj Bupati Kubu Raya Buka Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Transaksi BOSP Non Tunai Angkatan I

Senin, 20 Januari 2025 - 20:28 WIB

Pj Bupati Kubu Raya Tinjau Relokasi Pedagang di Desa Parit Baru

Senin, 20 Januari 2025 - 20:11 WIB

Pemerintah Kabupaten Kubu Raya Merelokasi 24 Pedagang di Pasar Melati

Senin, 20 Januari 2025 - 19:54 WIB

Polda Kalbar Ungkap Kasus Importasi Pakaian Bekas Tanpa Ijin, Satu Tersangka Ditangkap

Berita Terbaru