HuMA: Pentingnya Koalisi Hutan Adat dan Peran Perempuan Dalam Mendorong Kebijakan Daerah

- Publisher

Jumat, 27 Mei 2022 - 18:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Diplomat Keadilan Ekologis dari Perkumpulan HuMa Indonesia, Nora Hidayati saat mengikuti Webinar RUU MHA pada Rabu, 25 Mei 2022.

i

Diplomat Keadilan Ekologis dari Perkumpulan HuMa Indonesia, Nora Hidayati saat mengikuti Webinar RUU MHA pada Rabu, 25 Mei 2022.

JAKARTA, KALBAR SATU ID – Merespon dimasukkannya Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022, HuMa memaparkan beberapa catatan terkait pentingnya koalisi hutan adat dan peran perempuan dalam mendorong kebijakan di tingkat daerah.

Diplomat Keadilan Ekologis dari Perkumpulan HuMa Indonesia, Nora Hidayati mencatat terdapat beberapa hal penting terkait hutan adat dalam Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) bertajuk Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/05/2022).

“Hutan Adat ini menjadi secercah harapan agar dapat memastikan rasa aman bagi masyarakat adat ketika melakukan pengelolaan di dalam kawasan hutan, tidak dikriminalisasi lagi dan menjadi kepastian hukum bagi MHA,” terang Nora.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Baca juga: Rosmy: Perempuan Jadi Penentu Kebijakan Kehutanan di Malalo Sumbar

Nora menjelaskan hingga saat ini setidaknya terdapat beberapa kebijakan terkait dengan hutan adat pasca putusan Mahkama Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, diantaranya 1) Permen LHK No. 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak; 2) Permen LHK No. 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial; 3) Permen LHK No. 21 tahun 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak; 4) Permen LHK No. 17 tahun 2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak; dan 5) Permen LHK No. 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Namun, Nora menggarisbawahi bahwa kebijakan-kebijakan tersebut bersifat sektoral. “Ini masih sangat sektoral kehutanan. Beberapa aturan tersebut masih sedikit bicara tentang adatnya itu sendiri,” terangnya.

Baca juga: Perempuan Adat Malawi Sebut RUU MHA Dapat Lindungi Lahan Adat dari Pihak Perusahaan

Di dalam kebijakan-kebijakan tersebut, Hutan adat dapat ditetapkan ketika masyarakat adat memiliki Perda. Di beberapa tempat, Masyarakat Adat perlu bekerja keras “masuk ke gelanggang pertempuran politik” di tingkat daerah untuk menggolkan satu Perda.

“Ini butuh waktu lama dan biaya yang sangat besar. Dan itu yang melakukan MHA itu sendiri, dan pemerintah belum melakukan suatu upaya untuk mempermudah itu. Jadi, kembali pada political will di tingkat daerah,” imbuh Nora.

Catatan lain HuMa terkait implementasi kebijakan adalah sentralisasi kewenangan di Pemerintahan Pusat, dimana pemerintah pusat dan KLHK mempunyai otoritas dan ruang yang besar untuk menafsirkan satu Perda.

Baca juga: RUU Cipta Kerja disepakati DPR Menjadi Undang-Undang

KLHK mempunyai kewenangan penuh untuk menetapkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan persyaratan-persyaratan tertentu. “Ini menjadi salah satu kendala dalam penetapan Hutan Adat. Tadi juga Bu Maria menyampaikan terkait lambannya pemerintah dalam menetapkan Hutan Adat.”

Menurut pemaparan Nora, sampai hari ini hanya 76.156 hektar Hutan Adat yang sudah ditetapkan. Namun, di 89 komunitas masyarakat adat di 13 provinsi, Nora mencatat belum semua semua SK-nya sampai ke tangan Masyarakat Adat itu sendiri.

“Wilayah khusus dengan otonomi khusus itu sampai hari ini belum mengantongi penetapan Hutan Adat. Aceh dan Papua sampai hari ini belum ada satupun penetapan hutan adat padahal dari 2016 dampingan dari Koalisi Masyarakat Adat di Aceh itu sudah mengusulkan. Sampai hari ini tidak ada kejelasan dan prosesnya sampai di mana,” kata Nora.

Baca juga: Hak Perempuan Adat Harus Dijamin Dalam RUU MHA

Selain itu, peran perempuan adat sangat penting dalam menjaga hutan adat. Perempuan adat adalah penjaga pengetahuan atas kedaulatan pangan dan energi dalam keluarga dan komunitas adat.

Perempuan adat juga merupakan pemegang otoritas atas keberlangsungan kehidupan dan sumber-sumber penghidupan keluarga dan komunitas.

“Harapan kami Hutan Adat dan RUU Masyarakat Hukum Adat ini dapat menjadi penyelesaian konflik kehutanan antara masyarakat adat dengan kepentingan lain, karena sektor kehutanan adalah salah satu sektor dengan area terluas,” harap Nora.

Follow WhatsApp Channel kalbarsatu.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Rakerda II LPTQ Provinsi Kalbar 2025 Resmi Dibuka, Muhajirin Yanis Apresiasi Dukung Penuh Gagasan Strategis
Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Menkes RI Hadiri Peletakan Batu Pertama RSUD TBSI Kubu Raya
RSUD Tuan Besar Sy Idrus Diresmikan: Pemerintah Komitmen Tingkatkan Layanan Kesehatan di Kubu Raya
Bank Kalbar Rayakan HUT Ke-61: Perkuat Komitmen Menuju Pertumbuhan Berkelanjutan
The Asia Foundution Luncurkan Program Akselerasi Inklusi Keuangan Untuk Perempuan Rentan di Kalbar
Kanwil Kemenag Kalbar Gelar Uji Kompetensi Perpindahan Antar Instansi Periode April 2025
Momen Halal Bihalal, Kakanwil Kemenag Kalbar Ajak Tingkatkan Kualitas Pelayanan Umat
Gowes dan Tanam Pohon Bersama di Kubu Raya, Bentuk Sinergi Pemerintah Dengan Ulama

Berita Terkait

Rabu, 16 April 2025 - 20:43 WIB

Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Menkes RI Hadiri Peletakan Batu Pertama RSUD TBSI Kubu Raya

Rabu, 16 April 2025 - 17:43 WIB

RSUD Tuan Besar Sy Idrus Diresmikan: Pemerintah Komitmen Tingkatkan Layanan Kesehatan di Kubu Raya

Selasa, 15 April 2025 - 18:15 WIB

Bank Kalbar Rayakan HUT Ke-61: Perkuat Komitmen Menuju Pertumbuhan Berkelanjutan

Selasa, 15 April 2025 - 15:17 WIB

The Asia Foundution Luncurkan Program Akselerasi Inklusi Keuangan Untuk Perempuan Rentan di Kalbar

Senin, 14 April 2025 - 14:47 WIB

Kanwil Kemenag Kalbar Gelar Uji Kompetensi Perpindahan Antar Instansi Periode April 2025

Berita Terbaru