PONTIANAK, KALBAR SATU – Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kalbar) Masyhudi menyebutkan bahwa pihaknya akan segera melimpahkan proses hukum dugaan kasus korupsi di bank daerah setempat ke pengadilan.
“Kasus korupsi dari sejumlah bank, termasuk Bank Kalbar akan segera kami limpahkan atau serahkan ke pengadilan secepatnya,” kata Masyhudi di Pontianak, Jumat 9 April 2021.
Lebih lanjut, kata dia, hingga saat ini penanganan kasus korupsi tersebut tidak ada masalah dan terus berjalan.
Ia pun menuturkan penanganan kasus korupsi baik dari instansi manapun akan tetap pihaknya tindaklanjuti dan semua akan diserahkan ke pengadilan.
“Bukan hanya kasus korupsi Bank Kalbar, baik dari kasus instansi manapun yang melakukan kasus korupsi akan tetap kami tangani dan serahkan ke pengadilan secepatnya. Jadi tidak ada masalah apapun,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Kalbar telah, menahan enam tersangka kasus dugaan pemberian fasilitas kredit pengadaan barang dan jasa pada salah satu bank milik pemerintah daerah di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalbar.
“Penahanan enam tersangka itu merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya yang sudah ditangani atau disidangkan,” kata Masyhudi.
Dia menjelaskan bahwa terdapat 31 perusahaan atau 74 paket pekerjaan memperoleh kredit pengadaan barang atau jasa (KPBJ) dari salah satu bank di Bengkayang, dengan jaminan atau agunan berupa Surat Perintah Kerja (SPK).
Dan itu ditandatangani oleh HM seolah-olah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang kini sudah diputus di Pengadilan Negeri (PN), kemudian tersangka Sup (1 SPK) dan Gun (73 SPK) selaku Pengguna Anggaran Kemendes PDTT dan pihak perusahaan yang bersangkutan.
Tersangka PP selaku pelaksana pekerjaan bersama-sama dengan tersangka lainnya mempersiapkan dokumen-dokumen kontrak, SPK, dan mengurus permohonan kredit dengan jaminan SPK atas empat perusahaan tersebut.
Empat tersebut yaitu CV Batu Timah, CV Bima Borneo Mandiri, CV Dellis, dan CV Putra Kalbar yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Di dalam SPK dicantumkan tentang sumber anggaran proyek, yaitu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT), namun DIPA tersebut ternyata fiktif.
Keenam tersangka baru yang hari ini dilakukan penahanan, yakni tersangka berinisial K selaku Direktur CV Dellis menerima dana kredit pengadaan barang atau jasa (KPBJ) sebesar Rp339,6 juta untuk tiga paket pekerjaan.
Kemudian tersangka JDP selaku Direktur CV Bima Borneo Mandiri menerima dana KPBJ sebesar Rp 339,6 juta yang juga untuk tiga paket pekerjaan.
Kemudian, tersangka S selaku Direktur CV Batu Timah yang menerima dana KPBJ sebesar Rp339,7 juta untuk tiga paket pekerjaan, dan tersangka DWK selaku Direktur CV Pantura Kalbar menerima dana KPBJ sebesar Rp226,8 juta untuk dua paket pekerjaan.
Lalu tersangka PP menerima seluruh dana kredit dari empat perusahaan penerima kredit tersebut, dengan alasan melaksanakan proyek di lapangan total sebesar Rp1,245 miliar, dan tersangka A selaku analis kredit pada sebuah bank di Bengkayang, katanya pula.
“Namun pembayaran atau pengembalian uang kredit tidak bisa dilaksanakan karena proyek tersebut (SPK dan DIPA) fiktif, sehingga akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara atau bank daerah sebesar Rp8,2 miliar,” ujarnya pula.
Dia menambahkan, dalam kasus tersebut, penyidik berhasil menyelamatkan kerugian negara atau melakukan penyitaan terhadap kerugian keuangan negara sebesar Rp1,5 miliar dan telah dititipkan di rekening titipan pada Bank Mandiri.
Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8,8 miliar, perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, katanya pula.