Menurutnya, yang harus dilakukan adalah justru mengawal perumusan Peraturan Pemerintah (PP) mumpung rumusan itu belum muncul.
“Tujuannya adalah agar PP itu mengakomodir harapan para Kiyai Pesantren serta tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam UU Pesantren,” ungkap Kiyai Nashihuddin.
Penyataan ini juga dikuatkan oleh Kiyai Abdul Mannan, bahwa UU Pesantren menjamin kemandirian pesantren dalam hal perumusan kurikulum dan standar mutunya sendiri.
Sementara Kiyai Abdurrahman menuturkan, jika ada pasal yang dirasa janggal, maka yang harus dilakukan adalah klarifikasi (tabayyun) dan menempuh jalur konstitusional.
“Yakni judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK),” tuturnya.
Kemudian Habib Toha al-Jufri menyatakan kegembiraannya atas hasil perbincangan tersebut. Menurutnya, rombongan ini datang ke Jawa untuk menimba pengetahuan dari para Kiyai.
“Mengingat pesantren yang ada di Kalbar relatif masih baru, sehingga sangat membutuhkan arahan dan sekaligus doa para kiyai yang relatif jauh lebih berpengalaman dalam mengelola pesantren,” katanya. (Zub)