Suana diskusi daring bertajuk peran perempuan Ekofeminisme dalam Restorasi Gambut, Selasa (14/04/2020). |
KALBARSATU.ID – Badan Restoasi Gambut Republik Indonesia (BRG RI) adakan diskusi daring (online) bertajuk peran perempuan Ekofeminisme dalam Restorasi Gambut, Selasa (14/04/2020).
Diskusi daring yang diadakan BRG merupakan alternatif ditengah wabah pandemi Covid 19. Hal itu sebagai langkah agar kerja-kerja BRG tetap berjalan meskipun dalan situasi tidak memungkinkan.
Deputi 3 Bidang Sosialisasi, Edukasi, Partisipasi dan Kemitraan Myrna A. Syafitri melalui diskusi daring itu mengatakan, BRG sebagai lembaga pemerintah melalui program DPG terus mendorong pemberdayaan kelompok perempuan dimana lokasi BRG bekerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selama ini BRG dalam program DPG sudah melibatkan peran perempuan, seperti kader sekolah lapang, kelompok pengrajin. Bahkan fasdes juga banyak dari perempuan,” sebutnya melalui diskusi daring.
Kendati demikian masih ditemukan persoalan mengenai peran perempuan di area dimana BRG bekerja. Menurutnya akses keterlibatan perempuan dalam mengambil keputusan masih sangat minim.
“Perlu kita dorong suatu kebijakan kesetaraan perempuan dalam peranan dan akses pengambilan keputusan terhadap pengelolaan sumber daya yang ada. Kita bisa memperkuat keberadaan perempuan melalui peraturam desa,” sambungnya.
Sementara Peneliti dari Australian National University (ANU) Dr. Daju Resosudarmo menyebutkan perempuan desa memiliki peran besar dalam menopang ekonomi keluarga di tengah larangan membakar gambut sebagai upaya merestorasi lahan.
“Banyak studi menunjukkan bahwa perempuan di belahan dunia, bahkan Indonesia, menggantungkan hidupnnya secara langsung maupun tidak langsung pada hutan. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan berperan dalam pengelolaan SDA secara berkesinambungan,” katanya.
Namun katanya, sejak kebijakan larangan membakar lahan gambut secara langsung mengganggu perekonomian warga yang sumber penghidupannya berada di sektor pertanian, seperti menanam padi.
“Mereka tidak bisa menanam padi di lahan gambut, terutama lahan gambut tipis. Karena larangan membakar. Padahal lahan harus dibakar untuk kesuburan padi. Abu-abu dari rumput-rumput yang dibakar membuat padi menjadi subur. Tanpa abu itu padi tidak akan bertumbuh baik dan hasilnya kurang,” katanya.
Oleh karena itu, larangan membakar lahan gambut semakin menyulitkan warga yang sumber penghidupannya dengan bertanam padi. (Zbr)