PONTIANAK, KALBARSATU.ID – Kenaikan harga pakan ternak beberapa kali belakangan ini tentu akan membuat resah para peternak mengingat harga jual daging ayam maupun ikan budidaya yang cenderung stagnan ditengah pandemi covid yang menurunkan daya beli masyarakat.
“Pakan ini komponen utama dalam peternakan dan menyerap biaya yang besar, kenaikan harga tentu akan sangat meresahkan,” kata Heri Mustari, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Kalimantan Barat, Rabu (24/3) di Pontianak.
Menurut Heri, dalam dua bulan terakhir ada informasi kenaikan pakan yang cukup signifikan, disi lain pandemi ini sangat berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat sehingga berdampak pada harga jual daging ayam atau ikan maupun telur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Permintaan menurun, harga jual turun, eh harga pakannya naik, yang ada malah rugi,” ujarnya.
Menurut Along, begitu dia biasa disapa, bahan baku untuk pengolahan pakan ini sebagian besar adalah impor. “Bisa sampai 75 persen komponen penyusun pakan itu impor,” jelasnya.
Padahal kata dia, Indonesia negeri yang kaya, tapi belum nampak riset dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan dari dari dalam negeri.
“Pemerintah ayo dong, masa sih kita tak punya barang substitusi bungkil kedelai atau tepung tulang yang selama ini impor, kita harus yakin mampu memenuhi kebutuhan bahan pakan itu dari dalam negeri,” ucapnya.
Menurutnya banyak bahan-bahan alami untuk pakan ternak yang bisa diperoleh dari dalam negeri, tinggal riset dan cara pengolahannya. Selain bermanfaat untuk jangka panjang, pakan ternak juga tidak perlu lagi tergantung impor.
“Kita punya potensi sampah untuk ternak ulat BSF, bungkil sawit, bungkil kelapa dan bahan kaya protein lainnya, bahkan dengan luas laut yg ada, kita bisa produksi tepung ikan,” ucapnya.
Senada disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerbang Tani , Idham Arsyad di yang hubungi di Jakarta. Menurutnya kenaikan tersebut menyebabkan banyak peternak frustasi, dan bahkan ada yang nekad membuang telur-telur tersebut karena harga jual yang lebih rendah disbanding harga produksi.
“Kenaikan harga pakan tersebut sangat didominasi oleh kenaikan bahan baku pakan yang 75% nya adalah impor,” ujarnnya.
Sementara lanjut dia, perusahaan pengimpor bahan baku impor tersebut hanyalah beberapa saja. “Tercatat ada empat besar pengimpor bahan baku yang menguasai pasokan bahan baku pakan impor,” ucapnya.
Menurut dia, keputusan sepihak pabrik pakan menaikkan harga pakan ternak sangat disayangkan. Hal ini menyebabkan kerugian ganda.
“Kerugian bagi peternak dan juga kerugian bagi upaya pemenuhan gizi yang baik untuk menghilangkan stunting,” Jelas Idham.
Keputusan menaikkan harga pakan ini kata dia juga bertentangan dengan keputusan Kemendag dan Kemenkeu. Peraturan Menteri Keuangan RI NOMOR 142jPMK.010/2017 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan nomor 267/PMK.010/2015 Tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Ternak, Bahan Pakan Untuk Pembuatan Pakan Ternak Dan Pakan Ikan Yang Atas Impor Dan/Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
“Telah jelas mengecualikan bahan bahan tertentu dari pajak. Selain itu, juga telah ada Edaran dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri yang memerintahkan pelarangan menaikkan pakan, papar Idham melalui rilisnya.
Jika kemudian muncul dugaan kartel Idham meminta KPPU untuk menyelidiki potensi kartel dalam industri pakan peternakan.”
“Dan kami sepenuhnya menolak keputusan para pabrik menaikkan harga pakan ternak karena menyebabkan kerugian para peternak,” pungkasnya. #